Tiga Alasan di Balik Kartu Kuning Ketua BEM UI untuk JokowiReporter:  M 
TaufiqEditor:  Ninis ChairunnisaSabtu, 3 Februari 2018 10:24 WIB 
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan 
Menkopolhukam Wiranto, sebelum memimpin rapat terbatas tentang rencana 
pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia di Istana Merdeka, 
Jakarta, 18 Januari 2018. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mendapatkan kartu kuning dari seorang 
mahasiswa. Kartu yang disimbolkan sebagai peringatan itu didapatkan Jokowi saat 
menghadiri Dies Natalis Universitas Indonesia pada Jumat, 2 Februari 2018.

Aksi tersebut dilakoni oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas 
Indonesia Zaadit Taqwa, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan 
Alam. Dia mengacungkan buku bersampul kuning dan meniupkan peluit di hadapan 
Presiden Jokowi sebagai sebuah peringatan.

Baca: Mahasiswa Acungkan Kartu Kuning ke Jokowi, Ini Kata Menteri Nasir

Menurut dia, banyak kebijakan dan isu yang tidak bisa disikapi dengan tepat 
oleh Presiden Jokowi. “Sudah seharusnya Presiden Jokowi diberi peringatan untuk 
melakukan evaluasi di tahun keempatnya,” kata Zaadit.

Selain memberi kartu kuning, Zaadit ingin menyampaikan kritik yang harus di 
perhatikan oleh Presiden Jokowi. Menurut dia, masih banyak isu yang membuat 
masyarakat resah.

Baca: Hadiri Dies Natalis UI, Jokowi Diacungi Kartu Kuning

Berikut adalah beberapa hal yang menjadi alasan Zaadit melakukan aksinya.

1. Musibah Gizi Buruk Asmat
Isu gizi buruk di Asmat berdasarkan data Kementerian Kesehatan menyebutkan 
terdapat 646 anak terkena wabah campak dan 144 anak menderita gizi buruk di 
sana. Selain itu, ditemukan 25 anak suspek campak serta empat anak yang terkena 
campak dan gizi buruk.

Kondisi gizi buruk tersebut tidak sebanding dengan dana otonomi khusus yang 
pemerintah alokasikan untuk Papua. Pada 2017, Papua menerima Rp 11,67 triliun. 
"Masalah kesehatan itu kami minta agar diperhatikan Presiden," kata Zaadit.

2. Dwifungsi Polri TNI
Penunjukan perwira tinggi dari Polri dan TNI sebagai pelaksana tugas gubernur 
oleh Kementerian Dalam Negeri, menurut Zaadit, mencederai demokrasi dan 
netralitas TNI dan Polri.

Adapun Kemendagri menunjuk Asisten Operasi Kepala Kepolisian RI Inspektur 
Jenderal Mochamad Iriawan sebagai pelaksana tugas Gubernur Jawa Barat dan 
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Martuani Sormin 
sebagai Plt Gubernur Sumatera Utara. "Ini sama saja memunculkan dwifungsi 
Polri/TNI," ucapnya.

3. Aturan Baru Organisasi Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sedang menyiapkan aturan 
tentang organisasi kemahasiswaan. Draf peraturan sudah selesai disusun.

Tim penyusun juga telah mengundang 30 perwakilan BEM seluruh Indonesia untuk 
memberi masukan terhadap draf tersebut pada 14 dan 15 Desember lalu di Bekasi, 
Jawa Barat. Hasilnya, para perwakilan BEM menyatakan menolaknya.

Zaadit menilai draf peraturan baru organisasi mahasiswa mengancam kebebasan 
berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa. Draft baru tersebut berisi aturan 
seperti melarang organisasi kemahasiswaan berafiliasi dengan organisasi ekstra 
kampus.

Peraturan itu juga hanya mengakui organisasi lintas perguruan tinggi yang 
berdasarkan bidang keilmuan atau peminatan sejenis. Akibatnya, organisasi 
non-keilmuan seperti aliansi BEM Seluruh Indonesia harus dibubarkan.

Kirim email ke