-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>




https://news.detik.com/kolom/d-5233999/urbanisasi-melaju-cepat-kita-bisa-apa?tag_from=wp_cb_kolom_list



Ade Isyanah

Urbanisasi Melaju Cepat, Kita Bisa Apa?

Ade Isyanah - detikNews

Kamis, 29 Okt 2020 18:59 WIB
0 komentar
SHARE
URL telah disalin
ilustrasi warga kota
Foto: shutterstock
Jakarta -

Setiap tanggal 31 Oktober diperingati sebagai Hari Kota Sedunia (World Cities 
Day). Hari Kota sedunia mungkin tidak sepopuler Hari Bumi atau Hari 
Kependudukan Dunia, namun punya tujuan yang tidak kalah penting yaitu 
meningkatkan kepedulian global terhadap urbanisasi sebagai isu sentral dalam 
pembangunan.

Menurut PBB, lebih dari separuh populasi dunia tinggal di kota dan angka ini 
diperkirakan akan meningkat tiga miliar pada tahun 2050. Peringatan Hari Kota 
Sedunia dilakukan setiap tahun sebagai upaya mempromosikan keberhasilan 
urbanisasi maupun untuk menjawab tantangan khusus akibat dari urbanisasi, 
seperti yang diinformasikan di website resmi UN-Habitat.

Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan urbanisasi tercepat di 
dunia. Data proyeksi penduduk BPS menunjukkan pada tahun 2020 sebanyak 56,7% 
penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan dan diprediksi jumlahnya akan 
semakin meningkat menjadi 66,6% di tahun 2035. Bank Dunia juga memperkirakan di 
tahun 2045 sebanyak 220 juta orang atau 70% dari penduduk Indonesia akan 
tinggal di perkotaan.

DKI Jakarta adalah kota yang paling banyak didatangi oleh penduduk dari 
daerah-daerah lain di Indonesia. Jakarta bukan hanya kedatangan mereka yang 
mencari kerja dan berdomisili tetap, tapi juga para komuter. Data BPS tahun 
2019 menunjukkan terdapat 1.255.771 komuter dari wilayah Bodetabek yang 
berkegiatan utama di DKI Jakarta. 83% dari komuter tersebut merupakan pekerja, 
sisanya sebanyak 17% adalah pelajar dan peserta kursus.
Baca juga:
Pentingnya Edukasi Kehidupan Keluarga dan Kesiapan Sebelum Menikah


Fakta lain yang perlu menjadi perhatian adalah masih rendahnya pengetahuan 
masyarakat tentang isu kependudukan. Tahun 2019 BKKBN melakukan Survey Kinerja 
dan Akuntabilitas Publik program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga 
(SKAP) di 34 provinsi dengan jumlah responden sebanyak 69.662 keluarga.

Survei tersebut menunjukkan keluarga yang pernah melihat/mendengar/membaca 
tentang istilah urbanisasi hanya 55.1% dan indeks pengetahuan dan pengalaman 
keluarga tentang isu kependudukan hanya 55,8 (skala 0-100).

Hasil survei tersebut mencerminkan masyarakat yang kurang teredukasi mengenai 
masalah kependudukan khususnya urbanisasi. Masyarakat yang melakukan urbanisasi 
harus sadar dan siap dengan resiko dan tantangan yang akan dihadapi. Tentunya 
hal ini harus menjadi perhatian banyak pihak karena urbanisasi bisa menjadi 
beban apabila tidak dikelola dengan baik.

Walaupun kota besar seperti Jakarta yang menjadi tujuan urbanisasi penduduk 
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Namun disisi lain juga 
mendapatkan efek buruk seperti semakin tingginya kepadatan penduduk, kemacetan, 
polusi, wilayah kumuh, banyak gelandangan, dan meningkatnya kriminal. Miris 
memang tapi sulit untuk dihindari.

Urbanisasi tidak hanya berdampak bagi kota-kota besar yang menjadi tujuan, tapi 
juga daerah yang ditinggalkan penduduknya bermigrasi ke kota. Daerah tersebut 
akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat, karena penduduk usia 
produktifnya bekerja dan tinggal di kota sehingga yang banyak tinggal di desa 
adalah penduduk usia non produktif (lansia dan anak-anak) serta wanita yang 
tidak berpenghasilan.
Baca juga:
Pemerintah Terbitkan Protokol Kesehatan Keluarga Cegah Corona

Tapi sejak ada pandemi, banyak pendatang di Jabodetabek memilih untuk pulang ke 
kampung halaman, karena mereka kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan. 
Bukan pekerja saja, banyak mahasiswa dan pelajar juga memilih pulang ke kotanya 
karena pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (online).

Fenomena ini merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah pusat dan daerah 
untuk dapat menahan laju urbanisasi dan meminimalisir dampak negatifnya. 
Pemerintah daerah harus menyikapi fenomena ini dengan serius karena ini adalah 
kesempatan untuk berinvestasi dalam menyiapkan SDM unggul dan memetik bonus 
demografi.

SDM yang berkualitas merupakan modal utama pembangunan. Sebagai contoh 
Singapura, sebuah negara kecil di Asia dengan sumber daya alam yang sedikit 
namun kualitas SDM-nya sangat unggul. Terbukti pada tahun 2019 Indeks 
Pembangunan Manusia (IPM) Singapura menduduki peringkat nomer 9 di dunia dari 
189 negara. Bandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara seperti Indonesia 
dan Vietnam yang berada di peringkat 111 dan 118.

Pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun strategi bagaimana menyiapkan dan 
mengelola SDM agar bisa berkontribusi terhadap pembangunan di daerah. Salah 
satu upaya strategis yang dapat dilakukan pemerintah daerah adalah dengan 
menyusun Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) yang dapat digunakan 
sebagai pedoman dalam perencanaan kebijakan pembangunan, baik tingkat provinsi 
maupun kabupaten/kota.

Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dwi Listyawardani mengatakan GDPK 
berisikan tentang analisis situasi dan isu penting kependudukan saat ini, 
kondisi kependudukan yang diinginkan, program pembangunan kependudukan, dan 
road map pembangunan kependudukan. Road map tersebut meliputi pengendalian 
kuantitas penduduk, pembangunan kualitas penduduk, pembangunan keluarga, 
penataan persebaran mobilitas, serta penataan administrasi penduduk. Namun 
sangat disayangkan belum semua pemerintah daerah menyusun dan menerapkan GDPK.

Lebih lanjut beliau juga menyatakan pentingnya pendidikan kependudukan agar 
masyarakat semakin paham tentang isu-isu kependudukan dan ikut berperan aktif 
dalam pembangunan. Langkah konkrit lainnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah 
daerah di antaranya memberikan lebih banyak beasiswa bagi para pelajar dan 
mahasiswa, memperluas kesempatan wirausaha, memberikan bantuan modal, 
memberikan pelatihan soft skill dan hard skill secara gratis.
Baca juga:
BKKBN Gelar Sosialisasi Advokasi dan KIE Emak-emak di Banyuwangi

Selain itu, pemerintah daerah juga perlu membuat gerakan "anak muda kembali ke 
desa". Anak-anak muda yang sudah lulus sekolah atau kuliah di kota dipanggil 
kembali ke kampung halamannya dan anak-anak muda yang tinggal di perkotaan 
'diundang' secara khusus untuk membangun desa. Suasana pedesaan yang masih 
alami, tentram, damai, dan jauh dari hiruk pikuk bisa menjadi magnet bagi 
generasi muda yang sudah jenuh dengan kehidupan di kota besar.

Generasi milenial dan generasi Z mempunyai potensi yang luar biasa. Libatkan 
mereka secara aktif dalam membangun dan mengembangkan industri kreatif, 
pariwisata, pertanian, pendidikan dan di sektor lainnya. Berikan mereka 
kesempatan, kepercayaan dan dukungan sebesar-besarnya untuk berkontribusi nyata 
bagi pembangunan di daerah.

Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat juga harus direspon dengan 
tanggap oleh pemerintah daerah. Pembangunan infrastruktur yang memadai 
khususnya jaringan telekomunikasi dan internet di kota-kota kecil dan pedesaan 
harus diprioritaskan. Ketersediaan jaringan internet yang bagus bisa menjadi 
daya ungkit pertumbuhan ekonomi khususnya bagi pelaku UMKM. Penduduk usia 
produktif akan merasa betah dan nyaman tinggal di kota kecil dan pedesaan jika 
mereka bisa mendapatkan akses ke 'dunia luar' untuk menjalin networking dan 
menjalankan bisnis online dengan lancar.

Last but not least, keterlibatan, kerja sama dan koordinasi yang baik dari 
semua pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat 
sangat diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah kependudukan dan mewujudkan 
pembangunan yang berkelanjutan.

Ade Isyanah Direktorat Kerjasama Pendidikan Kependudukan BKKBN
(mul/ega)
bkkbn
urbanisasi







Kirim email ke