Wanokaza,sebuah desa dipegunungan terpencil NTT.Di sana bapa Mano Pote tinggal dengan keluarganya.Sebuah rumah sederhana beralas kayu,berdinding kayu,beratapkan seng.Panas memang,tapi itulah tempat istirahat terbaik yang bisa dia usahakan.Rumah yang dibawahnya sekaligus kandang ayam,itik,juga babi.Bapa Mano Pote adalah Pastur sekaligus guru SD dan petani.Setiap minggu dia berjalan kaki selama 2 jam lamanya naik turun bukit memimpin ibadah digereja.Untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga,dia menanam jagung,talas,serta singkong dilahan seadanya yang terbatas.Lantas pekerjaanya sebagai guru SD,dia hanya mendapat Rp.1jt setengah.Dan itupun akan diberikan negara setiap 6bulan sekali.Sebuah cerita kelam nasib pengajar dinegri ini yang terus dipertahankan negara.Tak peduli siapapun presidennya.Yang berbadan tegap,atau bertubuh kurus,semua sama kejamnya.Tak mau peduli nasib mereka yang tulus mencerdaskan anak bangsa.Dengan kondisi hidup seperti itu,bagi Bapak Mano Pote sebagai Pastur dan guru.hidupnya,semuanya berarti melayani ummat. Selama seminggu kami tinggal di Wanokaza.Meski baru mengenal sekali.Baginya kami bukanlah orang asing,kami adalah keluarga.
Sebelum pulang keJawa dia menjamu kami dengan santapan itik yang istimewa.Di Sumba makanan jamuan biasanya terbuat dari babi.Karna kami muslim dan babi adalah haram,dia menggantinya dengan itik.Malam itu kami habiskan dengan bercanda seperti layaknya keluarga,tidak ada sekat apapun diantara kami.Sebelum pulang kami berfoto bersama,dia bilang "Tolong nanti dicetak fotonya dan kirimkan untuk kami disini,akan kami pajang dirumah sebagai kenang kenangan" "Kalau sudah di Jawa,jangan pernah lupakan kami disini".Di dunia ini ada orang-orang yang nalar pikirnya sempit,menganggap bahwa surga bisa didapatkan dengan membunuh dan menyakiti orang lain yang berbeda keyakinan dengannya. Sedang diluar sana,ada orang-orang yang menganggap bahwa berbeda adalah berkah.Sebuah sikap mulia yang lahir dari orang-orang bijak.
