Nimbrung :  Tulisan Pak Prof. Jasman J. Ma’ruf  saya tanggapai sebagai penomena 
Komoditi Domestik Vs Komoditi Asing, atau dapat juga dikatakan Pangan Domestik 
Vs Pangan asing, jika yang dimaksud komoditi adalah Pangan; Kiranya akan lebih 
elok lagi jika dikatakan Muatan Domestik Vs Muatan Asing. Yang termasuk muatan 
domestik, adalah bahan makanan pokok yang  dapat kita hasilkan sendiri antara 
laian : Beras, Kedelai, Kacang ,Jagung, Singkong, Ubi jalar, Cabe, Bawang 
merah, Bawang putih, Gula pasir, Gula tebu, Garam, Daging ayam. Daging sapi 
dll. Sedangkan muatan asing adalah bahan makanan pokok yang di impport.

Ini hanya mungkin berjalan dengan baik jika penguasa negara secara iklas dan 
jujur mau menjalankan demokrasi ekonomi, yang mengacu pada Pasal 33 UUD 45, 
atau secara singkat kita harus konsisten (konsekuen) menjalankan Trisakti Bung 
Karno.

Tapi apa yang kita saksikan, dewasa ini rezim Jokowi tidak menaruh interes pada 
demokrasi ekonomi yang mengacu oada Pasal 33 UUD 45. Menurut pengamatan saya 
selama ini kebijakan yang dijalankan oleh rezim Jokowi adalah kebijakan yang 
bersandar pada sistem ekonomi neolibral, yang difokuskan pada masalah strategi 
industrialisasi, Makro ekonomi, yang seharusnya tunduk pada GBHN, tapi yang 
kita saksikan adalah strategi industrialisasi Macro ekonomi yang tunduk pada 
utang luar negeri dan modal asing, yang tercermin dalam proyek ambesius 
Mega-infrastruktur seperti; Kereta cepat. babrik-pabrik, pelabuan-pelabuan yang 
semua itu hanya mengadi pada kepentingan para investor asing. 

Pembangunan Makro ekonomi seharusnya sekaligigus merupakan pembangunan sistem 
ekonomi, jadi artinya titik berat pembangunan terletak pada pembangunan usaha 
kecil dan menengah, yang dalam konteks ini harus menghidupkan industri agraria, 
yang menghasilkan beras, kedelai, Jagung dll, seperti yang sudah disebutkan 
diatas; ini semua berarati sekaligus menggeraknan ekonomi dalam negeri lebih 
cepat, dan lebih menambahkan daya beli masyarakat. Hal ini perlu dihayati 
karena apa arti Gross Domestic Product  (GDP) tumbuh, ekonomi berkembang, 
konggomerat makin cermerlang, atau bursa efek maju melompat, jika daya beli 
rakyat semakin lemah. 

Jika keputusan ekonomi politik rezim Jokowi memilih membangun glamor-glamor 
teknologi terus berlajut, dan mengesampingkan industri agraria, merampas 
tanah-tanah pertanian para petani, untuk dijadikan ladang klapa Sawitm 
Karet,Teh dll tanaman yang monokultur, dan terus bersandar pada muatan asing 
dalam konteks bahan makanan pokok, maka arti pembangunan menjadi kurang 
strategis bagi kepentingan rakyat banyak, dan dapat pula kurang parsitipatif. 
Dengan baham makanan kopok yang bersandar pada muatan asing, maka petani luar 
negeri akan ikut memikmati hasil pembangunan kita. Sedangkan rakyat Indonesia 
khususnya Petani kita akan nyaris  gigit jari!

Karena Indonesia adalah negeri Agraria, maka Bela negara  harus bersandar pada 
TRISAKTI BUNG KARNO!!! 

Roeslan.

 

 

Von: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Gesendet: Samstag, 8. April 2017 10:42
An: GELORA45@yahoogroups.com; 'Sunny ambon'; Karma, I Nengah [PT. Altus 
Logistic Service Indonesia]
Betreff: Re: [GELORA45] Ayo bela negara

 

  

Pak Prof. ini tidak membedakan arti dan pengertian NEGARA  dengan NEGERI atau 
TANAH AIR. Apakah Negara menunjukkan kebijakan yang melindungi pengusaha 
nasional kecil dan menengah dan produksi dalam negeri dalam persaingannya 
dengan produk luar negeri?? Apakah dengan memasukkan Indonesia ke berbagai 
perjanjian perdagangan bebas dengan Tkk, Australia, dan negara-negara lain, 
bukan berarti NEgara/pemeriontah tidak melindungi produksi nasionalnya sendiri? 
Titel tulisan ini "ayo bela negara" sama sekali tidak cocok. Wong Negara yang 
merugikan kepentingan bangsa dan rakyat, ngapain dibela? Kaum tani REmbang 
sedang konflik dengan NEgara/pemerintah yang sampai sekrang masih belum 
mengumumkan sikapnya. apa kita mau bela negara/pemeirntah? dan membelakangi 
kaum tani Rembang??

 

On Friday, April 7, 2017 2:41 AM, "'Karma, I Nengah [PT. Altus Logistic Service 
Indonesia]' ineng...@chevron.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote:

 

  

Tahun 2016 dan 2017 indonesia tidak impor beras lagi kecuali beras untuk 
kebutuhan hotel dan industri. Karena stok di bulog cukup, dengan teknologi 
management yang  semakin bagus, sehingga beras cukup untuk kebutuhan 1 tahun.

Info dari medsos dalam waktu dekat Pontianak akan mengekspor beras ke malyasia 
kurang lebih sebesar 50 ton

 

From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Thursday, April 06, 2017 5:32 PM
To: Gelora45@yahoogroups.com
Subject: [**EXTERNAL**] [GELORA45] Ayo bela negara

 

  

http://aceh.tribunnews.com/2017/03/23/ayo-bela-negara





Ayo Bela Negara


Kamis, 23 Maret 2017 08:10

Das Bild wurde vom Absender entfernt. Ayo Bela Negara

Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI L Rudy Polandi membuka pembekalan wawasan 
kebangsaan dan latihan keterampilan kepada para generasi muda 



Oleh Jasman J. Ma’ruf

KEDAULATAN pangan kita nyaris tak berdaya. Ketahanan pangan kita semakin goyah. 
Sungguh ekonomi pangan kita telah dirampas secara semena-mena oleh asing. 
Serangan demi serangan terus terjadi. Ada serangan dari luar (impor), dan tak 
kurang berbahayanya serangan dari dalam (asing menguasai sentra produksi pangan 
dalam negeri untuk dipasarkan juga di dalam negeri).

Data impor pangan Indonesia sungguh mencengangkan. Betapa tidak, pada 2014, 
lebih dari 13,09 miliar dolar AS atau sekitar Rp 170,18 triliun. Indonesia 
harus menyiapkan devisa yang sedemikian besar untuk mengimpor komoditi pangan, 
hortikultura dan peternakan untuk kebutuhan bangsa kita setiap tahunnya. Adapun 
pangan yang dimaksudkan di sini adalah sesuatu komoditi yang sebagian besarnya 
dapat kita hasilkan sendiri, yaitu antara lain, kedelai, singkong, cabe, beras, 
bawang, jagung dan komoditi pangan lainnya.

Besaran inpor subsektor komoditi tanaman pangan mencapai 7,66 miliar dolar AS 
atau setara Rp 99,45 triliun rupiah. Adapun komoditi yang paling besar impornya 
berturut-turut adalah kedelai, gandum, jagung, beras, kacang tanah, ubi kayu 
dan ubi jalar. Selanjutnya total impor subsektor komoditi hortikultura mencapai 
1,6 miliar dolar AS atau setara Rp 2,12 triliun. Adapun komoditi yang diimpor 
di subsektor komoditi hortikultura ini adalah bawang putih, jeruk, anggur, 
apel, kentang, bawang bombai, cabe dan bawang merah.

Sangat fantastis
Dalam hal subsektor komoditi peternakan, besaran impor Indonesia mencapai 3,8 
miliar dolar AS atau setara Rp 4,94 triliun. Sajian data seperti ini sungguh 
membuat kita terkesima. Selain besaran devisa yang mesti dikorbankan sangat 
fantastis, tetapi juga sebagian besar dari komoditi yang diimpor tersebut 
merupakan komoditi yang dapat kita hasilkan sendiri. Mengapa kita harus 
memperkaya petani di luar negeri, sementara petani kita masih miskin papa?

Jika kita mengimpor, berarti kita memperkaya petani, pengusaha transportasi, 
agen pengumpul atau bahkan negara sumber komoditi yang diimpor tersebut. Ambil 
satu contoh. Kalaulah negeri ini tidak mengimpor jagung dari Thailand, tetapi 
kebutuhan jagung dalam negeri dapat disuplai sepenuhnya dari hasil produksi 
petani kita, tentulah kita membeli jagung produksi petani kita.

Dengan demikian, kita telah mengambil peran yang signifikan dalam membantu 
meningkatkan kesejahteraan petani jagung kita. Dan, di samping petani jagung 
kita tersebut dapat membelanjakan pendapatannya di dalam negeri misalnya untuk 
konsumsinya, zakat, sedekah dan infak yang berarti juga ikut berperan dalam 
pertumbuhan ekonomi bangsa.

Selain itu juga berpengaruh terhadap tambahan pendapatan entitas lainnya yang 
berkaitan dengan produksi jagung tesebut, yang antara lain, adalah buruh tani, 
pihak jasa transportasi, dan agen pengumpul. Dan, negara pun kecipratan dari 
petani jagung sebagai penerimaan pajak pendapatan. Inilah efek multiplier 
(multiplier effects) yang amat kita harapkan sebagai satu syarat pertumbuhan 
ekonomi suatu negara.

Selain mendapat serangan dari luar (impor), ekonomi bangsa kita juga mendapat 
serangan dari dalam, di mana Perusahaan Milik Asing (PMA) yang bertindak 
sebagai produsen dari produk-produk yang menjadi kebutuhan sehari-hari 
masyarakat kita, yang antara lain produk Nestle, Kraft, Coca Cola, Pepsi, 
Kellogg’s, Johnson-Johnson, MARS, Danone, dan Unilever.

Adapun sebagian dari jenis produk yang ditawarkan oleh produsen asing tersebut 
dapat kita hasilkan sendiri. Misalnya, untuk produk air minum dalam kemasan 
(AMDK) yang juga dihasilkan dan sekaligus menguasai pasar terbesar, juga 
dihasilkan oleh PMA yang beroperasi di Indonesia. Sekadar menyebut contoh, Aqua 
(menguasai hampir 50% pangsa pasar AMDK Nasional) dihasilkan oleh PMA Grup 
Danone yang berasal dari Perancis. Selanjutnya, AMDK merek Mineral Nestle Pure 
Life yang dihasilkan oleh perusahaan PMA Nestle yang notabanenya berasal dari 
negara Swiss. Padahal, air adalah bahan baku utama untuk memproduksi air dalam 
kemasan ini.

Sementara air yang melimpah ruah yang Allah berikan kepada bangsa kita, kenapa 
pihak asing yang mengambil keutungan? Tentu saja keuntungannya begitu besar, 
karena air begitu mudah didapat dan murah harganya, dan sebagian besar 
keuntungan yang diperolehnya akan kembali ke negera yang menginvestasikan 
dananya dalam industri air mineral ini. Karena investor AMDK merek Aqua ini 
merupakan perusahaan milik Prancis dan AMDK Nestle Pure Life yang berasal dari 
Swiss, tentu sebagian besar keuntungan usaha ini ditransfer kepada investor 
yang berasal dari kedua negara tersebut.

Sungguh ironis. Belum lagi kita membahas fenomena investasi sektor unggas, 
perkebunan, dan pertambangan di Indonesia yang sebagian besar adalah milik 
asing. Di sektor jasa, antara lain perbankan dan telekomunikasi juga tidak 
luput dari penguasaan perusahaan asing. Kita mencatat, bahwa 80% pasar unggas 
nasional di kuasai PMA. Bangsa Asing juga menguasai 50% aset perbankan. Asing 
juga menguasai perkebunan dan pertanian yang melebihi 40%. Begitu pula sektor 
migas dan batu bara yang dikuasai asing antara 70-75%, dan lebih parah lagi 
adalah pertambangan hasil emas dan tembaga yang dikuasai asing mencapai 80-85%.

Selain serangan dari luar (impor), dari dalam (investasi PMA di dalam negeri 
untuk menguasai pasar dalam negeri Indonesia), juga ada serangan dari atas, 
yaitu telekomunikasi yang dikuasai asing mencapai 70%. Sungguh kedaulatan 
ekonomi bangsa kita, hampir sepenuhnya dikuasai oleh asing. Kita sungguh telah 
terjajah. Mereka telah menghisap kekayaan bangsa Indonesia.

Kehilangan panggung
Dari cerita yang telah disampaikan di atas, mari kita bangun dari mimpi buruk 
yang berkepanjangan ini. Penjajahan ekonomi sekarang ini sudah menyentuh sampai 
pada sendi-sendi kehidupan ekonomi bangsa kita. Celakanya lagi, Usaha Mikro 
Kecil dan Menengah (UMKM) semakin kehilangan panggung. Asing sudah semakin 
leluasa berbisnis di sektor yang sebenarnya dapat dijalani oleh UMKM tersebut.

Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk memproteksi 
UMKM dari serangan mematikan dari pihak PMA dengan mengevaluasi izin-izin usaha 
yang pro UMKM. Jangan percaya pasar besar akan menguntungkan bangsa kita. Itu 
ajaran sesat untuk menguntungkan pihak PMA. Hanya pemerintahlah harapan 
terakhir UMKM untuk memproteksi mereka.

Ayo bela Negara. Bela komoditi hasil usaha anak bangsa dari serangan penjajahan 
asing. Lakukanlah yang bisa dilakukan, dari paling sederhana sekalipun mulai 
hari ini. Cintailah komoditi hasil dalam negeri. Konsumsilah produk dalam 
negeri, dan abaikan produk-produk impor, munculkanlah tekad bulat yang kuat 
dalam diri untuk mengutamakan konsumsi komoditi-komoditi hasil dalam negeri. 
Mari kita makan mangga, semangka, kuini, salak, langsat, nenas, rambutan, 
janeng, dan lain sebagainya yang merupakan komoditi asli kita. Geser ke pinggir 
apel, pil, dan anggur. Makanlah jeruk hasil petani dalam negeri.

Ayo bela negara, Anda akan jadi pahlawan hanya dengan menanam sebatang jagung, 
satu steak ubi kayu, sebutir kacang tanah, ubi jalar, cabe, dan bawang merah. 
Karena dengan cara itulah kita akan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan 
kita ikut berkontribusi dalam membatasi impor komoditi tersebut, yang sekaligus 
menghemat devisa negara yang sangat diperlukan untuk membayar cicilan utang 
yang sangat menggunung, dan dapat digunakan untuk membeli barang modal. Ayo 
bela Negara. Bersama kita bisa!

* Prof. Jasman J. Ma’ruf, Ph.D., Guru Besar Manajemen Pemasaran Fakultas 
Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, kini mendapat 
tugas tambahan sebagai Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh. Email: 
rek...@utu.ac.id

 



  • ... Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
    • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
    • ... 'Karma, I Nengah [PT. Altus Logistic Service Indonesia]' ineng...@chevron.com [GELORA45]
      • ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
        • ... roeslan roesla...@googlemail.com [GELORA45]

Kirim email ke