Refleksi : Tentu saya rezim Jokowi-JK sulit Tekan Angka Kemiskinan; hal ini disebabkan oleh kareana pola pikir rezim Jokowi-JK terkesan kuat hanya bervokus pada memikirkan tentang ekonomi makro, yaitu tentang lajunya investasi diatas segala-galanya, misalnya pemeritah selalu sibuk memikirkan modernisasi, kereta cepat, glamour-glamour teknologi canggih, mendirikan pabrik-pabrik, mengbral kekayaan alam demi kepentingan investasi, pembangunan pelabuan (laut dan darat),perluasan lahan tanah untuk kepentingan perusahaan-perusahaan asing dan swasta dalam negeri,yang berhaluan Kapitalis neoliberal; misalnya PT. Agri Andalas dalam usahanya untuk memperluas perkebunan klapa sawit, dan tanaman-tanaman monokultur, yang lainnya, untuk memenuhi kebutuhan industri di negara-negara maju, untuk maksud tersebut maka tanah penani harus di rampas, tanpa ganti rugi, tapi justru si petani di penjara. Dalam konteks ini tercermin adanya ketidak berpihakan rezim pengaasa kepada para petani kecil di pedesaan-pedesaan. Jadi sungguh relevan jika kita meneriakkan bahwa rezim Jokowi-JK lengah misi. Rezim Jokowi-JK terkesan hanya melindungi perusahaan-perusahaan besar, dalam usahanya untuk mendapatkan lahan tanah demi memajukan perusahaan-perusahaannya, dampaknya adalah usaha-usa kecil (pertanian rakyat), atau sektor ekonomi rakyat semakin melenyap dilalap oleh para pemodal besar, begitulah salah satu sebab munculnya proses kemiskinan dan pemiskinan di desa-desa di NKRI ini.
Jadi jika berbicara mengenai masalah kemiskinan tidak dapat dipandang secara terpisah dari pemikiran terhadap perkembangan sektor ekonomi rakyat (ekonomi mikro), karena kemiskinan itu terkait dan berada di sekitarnya. Seharusnya jika memang rezim Jokowi-JK benar-benar jujur dan iklas hendak memberantas kemiskinan, maka rezim Jokowi-JK harus memvokuskan pikirannya pada usaha untuk membangun dan menumbuhkan keterkaitan antara usaha menengah dan kecil, yang lebih produktif dan berkelanjutan. Bukan hanya memvokuskan pada pemikiran pembangunan ekonomi makro, yang pembangunannya dibiyayai dengan utang luarnegeri. Dalam konteks ekonomi makro, kiranya perlu diajukan suatu gagasan bahwa ekonomi makro haruslah bersifat restrukturisasi dan redistribusi, ini berarti bahwa pemilikan dan penguasaan aset ekonomi. Dalam konteks ini yaitu pemilikan saham oleh kaum buruh yang terkait, dan kelompok pelaku ekonomi (misalnya keterkaitan kerja, produksi, konsumsi dll), sebagai salah satu bentuk untuk membagi secara lebih berkeadilan nilai tambah ekonomi. Yang perlu ditekannya disini adalah: Model pemilikan saham peresahaan oleh kelompok pelaku ekonomi terkait, perlu ditrapkan jaga pada penggusuran tanah rakyat demi pembangunan. Dalam model restrukturisasi dan demokrasi pemilikan tanah, rakyat tidak sekedar memperoleh ganti rugi tapi juga ikut memiliki saham atas invaestasi apapun yang dibangun diatas tanah rakyat, sehingga tidak terjadi proses pemiskinan. Secara singkat dapat dikatakan model Gotongroyaong, artinya mengikutsertakan rakyat, bekerja dengan mendapatkan upah. Ini berarti memupuk kepribadian kita (gotong royong), terutama di desa-desa dengan pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan Rakyat, dan yang dalam jangka pendek kelihatan hasilnya. Misalnya pembanguan waduk,saluran air, jalan-jalan dan sebagainya. Semua apa yang telah diuraikan diatas adalah bertujuan membentuk suasana masyarakat Indonesia baru, yang memjamin terlaksanakannya masyarakat yang adil dan makmur bedasarkan Pancasila; yang oleh Bung Karno disebaut masyarakat sosialis Indonesia. Dalam masyarakat yang demikian, negara memegang peranan yang penting dalam pembangunan dan kemajuan masyarakat, Dalam hal itu UUD 45, khususnya pasaal 33 harus dilaksanakan dalam rancangan pembangunan semesta. Tapi ironinya Rezim Jokowi-JK menolak UUD 45 khususnya Pasal 33, mereka lebih senang memilih jalan kapitalis Neoliberal, dan mengatungkan kehidupan NKRI pada utang luar negeri. Jadi tidak heran jika rezim Jokowi-Jk sulit untuk menekan Angka Kemiskinan, artinya sulit untuk menekan terjadinya proses kemiskinan dan pemiskinan, apalagi jika nanti akan menggabung diri masuk dalam TPP, maka prekonomian Indonesia akan kehilangan hak demokrasinya dan hak kedaolatannya dibidang perekonomian, karena semuanya akan ditentukan oleh si pendiri Trans-Pasifik (TPP) itu. Jika ini yang terjadi bisa dipercaya bahwa proses kemiskinan dan pemiskinan akan terus berkelanjutan. Roeslan. 1. Harus memilih Urgensi bukan gengsi (pencitraan a´SBY), artinya bukan memilih High-technologi, yaitu glamor-glamor teknologi; tapi memilih Urgensi yaitu membangun Kecerdasan kehidupan bangsa , yang berarti menaikkan derajat kehidupannya sebagai bagian dari SDM, meningkatkan kemampuan pikiran dan kemampuan budaya, menghapus sikap-sikap inlander, yang penuh dengan minderwaardigheidscomplex. Jadi bukan tehnologinnya yang kita bangun terlebih dahulu, tapi Rakyat-lah yang harus kita bangun, terlebih dahulu, berarti mental manusianya-lah yang harus kita bangun terlebih dahulu. 2. Harus memilih Program penghematan bukan program utang luarnegeri, karena utang luarnegeri ternyata telah menjadikan NKRI sebagai Negara jajahan model baru dari kaum kapitalis neoliberal yang sudah menggelobal (IMF, Bank Dunia dll), dan akan membebani kehiduapan generasi bangsa kita dinasa depan. 3. Harus memilih program Kekenesan ekonomi (ekonomi kerakyatan, dan ramah lingkungan), bukan memilih ekonomi yang munafik (ekonomi neoliberal), yang merefleksikan dirinya dalam dialektika ekonomi yang eksploitatif, yang menyebabkan terjadinya kesejangan social, dan kemiskinan diseluruh nusantara. 4. Harus memilih program kedaulatan rakyat, bukan memilih program kedaulatan pasar (Globalisasi Pasar bebas), karena kedaulatan pasar telah menyebabkan malapetaka besar bagi kesejahteraan hidup rakyat terutama wong ciliknya (cermati program kenaikan harga BBM). Harus siap, back to the basics >>Pasal 33 UUD 45>> 5. Harus memilih program menjunjung tinggi pri-kemanusiaan atau HAM, seperti yang tercantum dalam sila ke dua dari Pancasila 1 Juni 1945 versi BK, bukan memilih pelanggaran HAM, seperti yang dilakukan oleh rezim orde baru, dan antek-anteknya dalam bentuk penghilangan (penculikan) aktivis sampai pembunuhan aktivis dll. Von: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Gesendet: Dienstag, 25. Oktober 2016 19:38 An: Yahoogroups Betreff: [GELORA45] Pemerintah Akui Sulit Tekan Angka Kemiskinan Beberapa tahun yang lalu saya baca sebuah opini yang menyindir bagaimana Indonesia menekan angka kemiskinan. Dengan mengganti standar atau kriteria garis kemiskinan dari standar Bank Dunia USD 2 perhari ke standar BPS yang sekitar Rp 200 ribuan per bulan dus mendadak sontak angka kemiskinan berkurang banyak, puluhan juta orang tidak lagi dikategorikan miskin. Sebuah "sukses" yang luar biasa yang dicapai hanya dalam waktu singkat. --- Saat ini angka kemiskinan di Indonesia masih berada di kisaran angka 10 persen. Meski masih ada kalangan masyarakat di bawah garis kemiskinan, namun jika dibandingkan negara lain, Indonesia termasuk yang paling sukses dalam menurunkan angka kemiskinan tersebut. ... Pemerintah Akui Sulit Tekan Angka Kemiskinan <http://www.liputan6.com/me/ilyas.istianur> Das Bild wurde vom Absender entfernt. Ilyas Istianur Praditya <http://www.liputan6.com/me/ilyas.istianur> Ilyas Istianur Praditya 25 Okt 2016, 15:32 WIB Das Bild wurde vom Absender entfernt. Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berupaya untuk menurunkan angka <http://bisnis.liputan6.com/read/2629920/pemerintah-harus-mampu-pangkas-kemiskinan-lewat-dana-desa?source=search> kemiskinan RI. Namun diakui pemerintah hal itu tidaklah mudah. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, butuh ekstra effort dari pemerintah dan mental masyarakat untuk bisa mewujudkan penurunan angka kemiskinan tersebut. "Menurunkan kemiskinan itu memang susah, dari 15 ke 10 persen itu lebih mudah, karena semakin kecil angkanya itu semakin susah. Kemiskinan itu tidak bisa diambil rata semua orang," papar Bambang di Gedung DPR RI, Selasa (25/10/2016). Bambang mengungkapkan, ada beberapa kategori yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) pemerintah yaitu kelompok orang di bawah garis kemiskinan dan yang mendekati garis kemiskinan. Saat ini angka kemiskinan di Indonesia masih berada di kisaran angka 10 persen. Meski masih ada kalangan masyarakat di bawah garis kemiskinan, namun jika dibandingkan negara lain, Indonesia termasuk yang paling sukses dalam menurunkan angka kemiskinan tersebut. "Jadi kalau angka kemiskinan itu sudah di bawah 10 persen itu membutuhkan extra effort," tegas Bambang. Untuk terus menurunkan angka <http://bisnis.liputan6.com/read/2629920/pemerintah-harus-mampu-pangkas-kemiskinan-lewat-dana-desa?source=search> kemiskinan itu, meski tidak bisa langsung drastis, Bambang mengaku ada satu program yang harus terus dijalankan oleh pemerintah, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH). Selama ini, PKH dinilai Bambang cukup signifikan dalam mengurangi angka kemiskinan, terutama di daerah. "Seperti PKH harus diperkuat karena itu fokus penyediaan akses kesehatan, pendidikan, sanitasi dan air bersih, itu syaratnya. Jadi infrastruktur sanitasi air bersih harus merata ke seluruh rumah tangga Indonesia," tutup Bambang. Seperti diketahui, hasil panja yang dibentuk Badan Anggaran DPR RI menargetkan angka <http://bisnis.liputan6.com/read/2629920/pemerintah-harus-mampu-pangkas-kemiskinan-lewat-dana-desa?source=search> kemiskinan pada 2017 ada di angka 10,5 persen. (Yas/Gdn)