Qouvadis Hukum Indonesia? Ini jawaban saya : Menurut pengamatan saya, penomena hilangnya dokumen Super Semar Asli , dan Laporan Akir TPF Munir, tidak dapat dipisahkan dari ideologi fasisme yang dianut oleh para penegak hukum, petinggi Polisi dan militer Indonesia yang masih mendominasi kekuasaan politik di NKRI. Ideologi Fasisme sudah ditanamkan secara mendasar sejak zamannya kekuasaan diktator militer fasis pimpinan jendral militer fasis (TNI.AD) Soeharto selama 32 tahun lamanya. Jadi meskipun sudah 18 tahun berada diera ``reformasi``, tapi selama eks jendral-jendral militer fasis dan jendral-jendral yang aktif pendukung setia rezim diktator militer fasis Sorharto masih nongkrong dijabatan-jabatan strategis pemerintahan ``reformasi`` sekarang ini, maka disana semua kasus pelanggaran HAM berat tak akan mungkin dapat dituntaskan. Jadi dalam konteks pelanggaran HAM berat sungguh relevan jika dikatakan bahwa hukum di Indonesia mengarah pada hukum rimba (hukum yang masih primitif), suatu hukum yang kebal terhadap para pelaku kejahatan HAM berat, yang dilakukan oleh para pejabat tinggi negara, baik sifil maupun militer dan Polisi; tapi sangat tajamdan keras dalam menghadapi rakyatnya.
Roeslan Von: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Gesendet: Samstag, 15. Oktober 2016 10:40 An: GELORA45@yahoogroups.com; kh djie; Chan CT Betreff: Re: [GELORA45] Setneg Tegaskan, Tak Miliki dan Mengetahui Laporan Akhir TPF Munir Qouvadis Hukum Indonesia. Nasib Laporan Akhir TPF Munir tak jelas ada dimana dan pada siapa. Sebagian besar para pejabat lempar tangan, membersihkan dirinya maupun instansinya. Hal yang tidak jauh bedanya dengan SUPER SEMAR ASELI yang juga sampai saat ini tidak jelas keberadaannya. Satu hal yang tidak bisa ditutup-tutupi ialah ada pihak-pelaku sengaja melenyapkannya atapun menyembunyikannya demi untuk menghindari maupun menutupi kejahatan dan perbuatan melanggar hukum yang dia/mereka telah lakukan. Ada kata orang bijak: "serapat rapatnya menutupi bahu busuk, akhirnya kecium juga". AA On 15-10-16 10:06, kh djie dji...@gmail.com [GELORA45] wrote: Lha, kok SBY diam seribu bahasa.............. Sudah tidak jadi presiden, kok dokumen2 tidak diserahkan....... Niru Suharto, mana itu SP 11 maret ? Di perusahaan, orang berhenti kerja harus mengembalikan Lap Top yang biasa dibawa kerumah, kunci pintu gerbang dari beberapa orang yang bisa masuk perusahaan sewaktu-waktu, kunci kamar. 2016-10-15 9:57 GMT+02:00 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>: Setneg Tegaskan, Tak Miliki dan Mengetahui Laporan Akhir TPF Munir Rabu, 12 Oktober 2016 | 9:55 http://sp.beritasatu.com/politikdanhukum/setneg-tegaskan-tak-miliki-dan-mengetahui-laporan-akhir-tpf-munir/117151 clip_image001Munir. [Google] Berita Terkait § <http://sp.beritasatu.com/home/kasus-munir-bukan-kasus-biasa-yang-hanya-menyangkut-individu/95780> Kasus Munir Bukan Kasus Biasa Yang Hanya Menyangkut Individu § <http://sp.beritasatu.com/home/nama-munir-dijadikan-nama-jalan-di-belanda/83921> Nama Munir Dijadikan Nama Jalan di Belanda § <http://sp.beritasatu.com/home/jokowi-jk-didesak-buka-kasus-munir/71344> Jokowi-JK Didesak Buka Kasus Munir § <http://sp.beritasatu.com/home/pertanggungjawaban-kasus-munir-ada-di-megawati-bukan-jokowi/70301> Pertanggungjawaban Kasus Munir Ada di Megawati, Bukan Jokowi [JAKARTA] Menyikapi putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) yang dibacakan dalam sidang sengketa antara Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemsetneg) perihal gugatan membuka laporan akhir Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya aktivis Munir, Kemsetneg menegaskan bahwa tidak memiliki, menguasai dan mengetahui keberadaan dokumen laporan yang dimaksud. Hal itu ditegaskan oleh Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kemsetneg, Masrokhan dalam siaran pers yang diterima oleh media, pada Selasa (11/10). “Perlu kami sampaikan, bahwa Kemensetneg tidak memiliki, menguasai, dan mengetahui keberadaan dokumen Laporan Akhir Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir (Laporan TPF),” jelas Masrokan dalam siaran pers. Bahkan, Masrokan menegaskan bahwa dalam amar putusannya Majelis Komisioner KIP juga telah menguatkan fakta persidangan, yaitu Kemsetneg tidak memiliki, menguasai, dan mengetahui keberadaan dokumen dimaksud. Hanya saja, untuk langkah lebih lanjut, dia masih menunggu salinan putusan majelis KIP. “Hal ini sesuai dengan bukti dan fakta persidangan yang disebutkan dalam pertimbangan Majelis Komisioner KIP bahwa Kemsetneg tidak menguasai dokumen tersebut. Jadi Kemsetneg tidak mungkin mengumumkan Laporan TPF yang tidak dikuasainya,” tambahnya. Sebagaimana diberitakan, dalam amar putusannya Majelis Komisioner KIP yang diketuai oleh Evi Trisulo dengan anggota Dyah Aryani dan Yhannu Setiawan menyatakan pemerintah Republik Indonesia harus segera mengumumkan secara resmi informasi hasil penyelidikan TPF kasus meninggalnya Munir kepada masyarakat. "Memerintahkan kepada termohon untuk mengumumkan informasi berupa pernyataan sebagaimana yang tertuang dalam tanggapan atas keberatan informasi publik melalui media elektronik dan non elektronik yg dikelola termohon. Memerintahkan kepada termohon untuk menjalankan sesuai UU KIP berkekuatan hukum tetap," kata Evi saat membacakan putusan dalam sidang, Senin (10/10). Sebagaimana diketahui, dalam Keppres No 111 tahun 2004, tentang pembentukan Tim Pencari Fakta kasus meninggalnya Munir, disebutkan bahwa pemerintah harus mengumumkan hasil penyelidikan kepada masyarakat. Namun, dalam keterangan tertulis mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi yang dibacakan dalam persidangan, memang menyebutkan tidak mendapatkan salinan dokumen hasil kerja atau laporan TPF Munir. Seperti diketahui, Munir meninggal pada 7 September 2004 dalam penerbangan dengan pesawat Garuda Indonesia dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda. Hasil autopsi menemukan pegiat HAM itu meninggal akibat racun arsenik. Kemudian, guna menungkap kasus kematian tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk TPF. Tetapi hasil laporan TPF itu tak pernah diumumkan. Walaupun akhirnya sejumlah pihak dibawa ke meja hijau karena diduga bertanggung jawab, antara lain pilot garuda Polycarpus Budihari Prijanto, mantan Direktur Garuda Indra Setiawan, Direktur V Badan Intelejen Negara BIN Muchdi Purwoprandjono. Tetapi, yang berhasil dihukum adalah Pollycarpus dengan vonis penjara selama 14 tahun di pengadilan negeri, kemudian ditingkat banding hukumannya ditambah menjadi 20 tahun. Di tingkat kasasi hukumannya kembali dikurangi menjadi 14 tahun dan mendapatkan pembebasan bersyarat pada November 2014 lalu. Sedangkan, Muchdi PR bebas dari jerat hukuman karena sejumlah saksi mencabut kesaksian yang telah mereka sampaikan dalam penyidikan. Hanya saja, hingga 12 tahun berlalu, belum ditemukan siapa dalang ataupun motif dari pembunuhan aktivis HAM tersebut. [N-8]