REFLEKSI : Tuduhan Makar mengarah ke jalan masuk menuju ke Negara Polisi.
(sebuah analisa) Tuduhan Makar itu mengarah ke jalan masuk ke Negara Polisi; Negara Polisi adalah Negara yang bertujuan memelihara kekuasaan dengan jalan mengawasi, menjaga dan mencampuri kehidupan masyarakat dengan menggunakan alat kekuasaan, yang dalam konteks ini adalah Polisi. Ini tercermin dalam sikap POLRI yang menggunakan kebijaksanaan tak terbatas dalam menahan 10 orang aktivis yang diduga melakukan makar. Jika ini yang terjadi, meskipun ada hukum administrasi tapi mungkin masih terlalu sempit, jadi sangat relevan untuk dikatakann Negara Polisi dapat disamakan dengan negara monarki absolut, dimana Negara hanyalah terbatas pada mempertahankan kekuasaan, peraturan-peraturan serta keputusan-keputusan yang dibuat sesuai dengan keinginannya. Sebuah negara polisi biasanya mengarah pada totaliterisme, seperti dizamannya orde baru yang melakuan sistem totaliterisme militer yang sangat represif terhadap gerakan sosial yang menuntut keadilan, demokrasi Pancasila 1Juni 1945, UUD 45 naskah asli, dan kemerdekaan berpendapat, baik yang berupupa gambar-gambar atau tulisan-tulisan. Penomena totaliterisme militer di era ``reformasi`` yang sudah berjalan selama 17 tahun ini, nampaknya telah hidup kembali (reinkarnasi) dalam bentuk baru yaitu totaliterisme Polisi. Penggunaan istilah ini termotivasi sebagai respon terhadap, kebijakan POLRI, yang secara semena-mena menagkap para ativis yang melontarkan tuntutan-tuntutan kembali ke UUD 45 naskah asli, Khususnya Pasal 33 UUD 45 dan Pancasila 1Juni 1945, dengan alasan makar, yang tidak disertai oleh bukti-bukti empiris yang dapat dipercaya secara hukum progresif. Polisi dan Persepsi Selektifnya: Setiap orang memiliki perbedaan dalam melihat sesuatu yang ada dalam sebuah pesan, misalnya pesan Kembali pada UUD 45 naskah asli, diseluruh wilayah NKRI, tegakkan kembali Pancasila 1 Juni 1945, jalankan Demokrasi Ekonomi, yaitu Pasal 33 UUD 45, yang semuanya telah di dihancurkan oleh Amandemen UUD 45 produk rezim ``reformasi``, yang dampaknya telah mengantar NKRI mejadi negara Jajahan model baru dari Nekolim,yang sekarang lazim disebut kaum kapitalis neoliberal yang sudah menggelobal (imperialisme -neoliberal). Apabila kita menerima pesan seperti tersebut diatas, kita mungkin bisa salah dalam mengartikan pesan itu- karena dalam menilai pesan tersebut kita telah menggunakan pesepsi selektif. Persepsi selektif merupakan istilah yang diaplikasikan pada kecenderungan persepsi manusia yang dipengaruhi oleh keingian-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, sikap-sikap, dan faktor-faktor psikpologi lainnya. Dalam konteks ini persepsi selekitif misalnya ``seseorang melihat sesuatu seperti yang diinginkannya``(melihat sesuatu secara subjektif). Demikianlah apa yang telah terjadi di negeri ini, dimana Kapolri dalam menanggapi suatu pesan seperti yang tersebut diatas, disesuaikan dengan keinginannya, yaitu untuk menyenangkan rezim neoliberal Jokowi-JK, agar supaya Kapolri diakui kredibilitasnya sehingga dapat anugrah kenaikan pangkat, gajinya, atau keinginnan balas budi dan faktor-faktor psikologis lainnya.. Ini tercermi dalan sikap KAPOLRI yang secara gegabah tanpa pendalam yang matang, telah melakukan tuduhan MAKAR kepada Rahmamati dan menahannya. Ditinjau dengan menggunakan kacamata UUD 45 naskah asli, maka pesan kembali pada Undang-undang Dasar 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, jelas bukan pesan untuk makar, justru pesan yang patriotis membela UUD 45, khususnya past 33 UUD 45, Pancasila 1 Juni 1945, Bineka Tunggal Ika, dan pertahankan NKRI. Proklamasi kemerdekaan kita mengabsahkan dan memberi dimensi bagi misis-misi kultural, seperti yang tercermin dalam pesan yang disampaikan oleh Rahmawati Soekarnoputri. Kalau pesan ini di kategorikan sebagai Makar, maka sungguh relewan jika kita lontarkan ucapan : Tuduhan Makar mengarah ke jalan masuk menuju ke Negara Polisi. Roeslan Von: nasional-l...@yahoogroups.com [mailto:nasional-l...@yahoogroups.com] Gesendet: Donnerstag, 8. Dezember 2016 07:15 An: Yahoo! Inc.; Jaringan Kerja Indonesia; Sastra Pembebasan; Yahoo! Inc.; Yahoo! Inc.; DISKUSI FORUM HLD Betreff: [nasional-list] Trs: [GELORA45] Rachmawati Soekarnoputri Bantah Rencanakan Makar Pada Kamis, 8 Desember 2016 6:58, "jonathango...@yahoo.com <mailto:jonathango...@yahoo.com%20[GELORA45]> [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> menulis: Rachmawati <http://www.voaindonesia.com/a/rachmawati-bantah-rencanakan-makar-/3626823.html> Soekarnoputri Bantah Rencanakan Makar 07.12.2016 * Fathiyah Wardah Das Bild wurde vom Absender entfernt. Rachmawati Soekarnoputri (kanan) - putri mendiang Presiden Soekarno - didampingi pengacaranya Yusril Ihza Mahendra, memberikan jumpa pers di kediamannya di kawasan Jatipadang, Jakarta Selatan, Rabu (7/12). (Fathiyah Wardah/VOA) Rachmawati Soekarnoputri (kanan) - putri mendiang Presiden Soekarno - didampingi pengacaranya Yusril Ihza Mahendra, memberikan jumpa pers di kediamannya di kawasan Jatipadang, Jakarta Selatan, Rabu (7/12). (Fathiyah Wardah/VOA) Rachmawati Soekarnoputri – putri mendiang Presiden Soekarno yang bersama tujuh orang lainnya ditetapkan polisi sebagai tersangka kasus dugaan makar – membantah berencana menggulingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo. JAKARTA — Selama dini hari hingga subuh pada 2 Desember lalu, polisi membekuk sebelas orang, termasuk Rachmawati, 66 tahun. Namun, hanya delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan tiga di antaranya hingga laporan ini disampaikan masih mendekam di tahanan. Rachmawati dibebaskan dengan alasan kesehatan. Dalam jumpa pers di kediamannya di kawasan Jatipadang, Jakarta Selatan, Rabu (7/12), anak kedua dari pernikahan Presiden Soekarno dan Fatmawati itu menegaskan sehari sebelum ditangkap, ia bersama sejumlah tokoh nasionalis menggelar jumpa pers terkait dua hal, yakni mendukung Aksi Bela Islam III dan bela negara, yaitu menyerukan kembali ke UUD 1945. Rachmawati membantah pihaknya mempunyai niat untuk menduduki gedung DPR/MPR pada 2 Desember lalu. Ditambahkannya, pihaknya berencana ke DPR/MPR untuk menyampaikan petisi buat kembali ke Undang-undang Dasar 1945 sekaligus sebagai solidaritas terhadap Aksi Bela Islam III, kegiatannya dipusatkan di Lapangan Monumen Nasional. "Jadi tidak ada upaya makar seperti dituduhkan oleh pihak kepolisian, sebagaimana saya mendapatkan surat penangkapan. Jauh daripada sangkaan itu. Justru saya bersyukur karena saya bisa bicara dengan Imam Besar FPI Habib Rizieq untuk mengajak mereka kembali pada Undang-undang Dasar 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, dan mereka menerima," ungkap Rachmawati. Rachmawati menjelaskan keinginannya untuk meminta agar Undang-undang Dasar 1945 dikembalikan ke awal sudah dilakukan sejak tahun lalu, ketika bertemu Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan. Menurut Rachmawati, dia sudah membuat surat pemberitahuan ke polisi untuk ke gedung DPR/MPR pada 2 Desember 2016. Dalam surat itu ia menjelaskan niatnya ke DPR/MPR bersama 10 ribu hingga 20 ribu orang, dan massa itu bukan berasal dari peserta Aksi Bela Islam III. Rachmawati membantah pihaknya ingin membajak peserta Aksi Bela Islam untuk ke DPR/MPR meminta sidang istimewa. "Kami tidak masuk ke gedung DPR/MPR. Kami tetap berada di luar, dalam rangka memberi petisi ke DPR/MPR dan meminta pimpinan DPR/MPR itu menemui di luar gedung. Jadi tidak ada upaya untuk kami menduduki gedung DPR/MPR. Itu instruksi saya berikan berkali-kali, walaupun ada celotehan gini-gini, tidak. Ini kami aksi damai," tambahnya. Rachmawati menjelaskan dirinya mengkritik kebijakan pemerintahan Joko Widodo yang dianggap menyeleweng dan hal itu dibenarkan oleh konstitusi, yakni soal kebebasan berpendapat. Dia beralasan petisi untuk kembali ke UUD 1945 diperlukan karena konstitusi saat ini telah diubah menjadi konstitusi yang liberal dan kapitalis. Pengacara senior Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum Rachmawati menekankan bahwa kliennya tidak bermaksud untuk makar. Dia menjelaskan sesuai KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), makar adalah upaya untuk menggulingkan pemerintah yang sah Yusril memastikan serangkaian kegiatan yang dilakukan Rachmawati merupakan kegiatan yang bersifat demokratis dan dijamin oleh hukum dan konstitusi Indonesia. Das Bild wurde vom Absender entfernt. Rachmawati Soekarnoputri Bantah Rencanakan Makar <http://www.voaindonesia.com/a/rachmawati-bantah-rencanakan-makar-/3626815.html> Rachmawati Soekarnoputri Bantah Rencanakan Makar by <http://www.voaindonesia.com/> VOA Indonesia 0:03:22 0:00:00/0:03:22 Unduh Pop-out player Dalam rapat kerja dengan Komisi III Bidang Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Senin pekan ini, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian menjelaskan penangkapan atas sebelas orang itu merupakan salah satu faktor yang membuat Aksi Bela Islam III bisa berlangsung aman dan damai hingga selesai, meski dihadiri jutaan orang. Tito kembali menegaskan bahwa orang-orang ditangkap itu berencana memanfaatkan tumpahan peserta Aksi Bela Islam III untuk digiring ke gedung DPR/MPR buat menuntut dilaksanakannya sidang istimewa meminta Presiden Joko Widodo lengser. "Untuk mencegah mereka membajak ini, karena rawan, sudah disiapkan juga mobil komando oleh mereka, maka paginya kita melakukan penangkapan. Kenapa tidak kami lakukan sehari sebelumnya, dua hari sebelumnya, tiga hari sebelumnya? Karena kalau sehari, dua hari, tiga hari sebelumnya, itu akan dipelintir. Kalau kita melakukan penangkapan sehari, dua hari sebelumnya, maka yang terjadi nanti akan dibalik seolah-olah penangkapan ini dilakukan dalam rangka penggembosan masyarakat akan melakukan Aksi Bela Islam, wah itu berbahaya sekali," papar Tito. Aksi Bela Islam III pada 2 Desember lalu merupakan kelanjutan dari dua demonstrasi sebelumnya, yakni pada 14 Oktober dan 4 November. Umat Islam yang berunjuk rasa itu menuntut supaya gubernur non aktif Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok – yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penodaan agama Islam – segera ditahan. Alasan yang dikemukakan adalah polisi juga menangkap mereka yang melakukan penodaan agama dalam kasus-kasus sebelumnya. [fw/em]