https://www.antaranews.com/berita/725989/akademisi-negara-berpenduduk-
islam-reformasi-hukum-keluarga
Akademisi: Negara berpenduduk
Islam reformasi hukum keluarga
Rabu, 11 Juli 2018 23:23 WIB
ilustrasi: LIPI (id.wikipedia.org)
Jakarta (ANTARA News) - Akademisi Ziba Mir Hosseini mengatakan
negara-negara berpenduduk Islam berkepentingan melakukan reformasi hukum
keluarga yang menjadi titik tolak keadilan bagi perempuan.
Ziba yang merupakan penyunting buku "Reformasi Hukum Keluarga Islam" di
acara peluncuran buku tersebut di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu, mengatakan
kepentingan perempuan sudah seharusnya menjadi perhatian dalam ranah
keluarga.
"Dalam hukum keluarga, hak-hak perempuan di ruang domestik ditentukan
dan berpengaruh kepada peran-peran sosial dan politiknya di ruang publik
mereka," kata dia.
Senada, Direktur Rumah Kita Bersama Lies Marcoes mendorong agar isu-isu
kesetaraan gender bagi perempuan selalu diperhatikan seiring dengan
tumbuhnya demokrasi di suatu negara.
Menurut Marcoes, semakin demokratis sebuah negara seharusnya semakin
adil relasi antara lelaki dan perempuan di dalam keluarga. Tapi untuk
mewujudkannya tidak mudah karena kerap posisi perempuan yang tidak
setara di ranah keluarga kerap terganjal norma-norma agama.
"Perempuan di keluarga kerap ada di rumpun ibadah sehingga hukum yang
mengaturnya sulit berubah. Maka, reformasi hukum keluarga merupakan
keniscayaan untuk mewujudkan keadilan itu sendiri," katanya.
Lena Larsen yang juga penyunting buku "Reformasi Hukum Keluarga Islam"
mengatakan Indonesia merupakan contoh bagaimana reformasi hukum keluarga
bisa terwujud. Di Indonesia, hukum Islam mampu bersanding dengan selaras
bersama hukum Barat dan hukum adat sehingga membentuk hukum nasional.
Dia mengatakan Indonesia mampu menelurkan Peraturan Mahkamah Agung No 3
Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan
Hukum. Perma itu menjadi bukti Indonesia menjadi negara berpenduduk
Islam yang terdepan dalam mengembangkan analisis gender.
Perma 3/ 2017, kata dia, mendorong perlunya sensitivitas gender dalam
mengadili perkara yang melibatkan perempuan sebagai pencari keadilan.
Larsen juga mengapresiasi Indonesia dengan Kongres Ulama Perempuan
Indonesia (KUPI) yang berhasil melahirkan fatwa kewajiban negara
melakukan pencegahan perkawinan anak, pencegahan kekerasan terhadap
perempuan dan pencegahan kerusakan lingkungan karena berdampak langsung
pada anak dan perempuan.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2018