Desakan Untuk Menghentikan Kriminalisasi Terhadap Ayub dan Kaum Tani Meningkat
1 Maret, 2018Penangkapan paksa terhadap Ayub - ketua AGRA Ranting desa Olak 
olak Kecamatan Kubu, Kubu Raya - terjadi pada tanggal 22 Februari 2018 oleh 
sekelompok orang yang mengaku sebagai aparat kepolisian dari Kepolisian Resort 
(Polres) Mempawah. [foto:istimewa]Kecaman atas tindakan sewenang-wenang aparat 
kepolisian yang menangkap dan menahan Ayub, petani yang memperjuangkan hak atas 
tanahnya yang dirampas perkebunan besar kelapa sawit terus berdatangan. 
Berbagai organisasi masyarakat sipil menyatakan penahanan terhadap Ayub adalah 
pelanggaran hukum yang disertai pelanggaran HAM berat terhadap rakyat kecil. 
Bahkan hingga 7 hari setelah penangkapan paksa, Ayub tidak diberikan haknya 
untuk ditemui keluarga dan pengacara.Salah satu rilis yang diterima redaksi 
adalah kecaman terhadap pihak Kepolisian yang di keluarkan oleh Lembaga Bantuan 
Hukum (LBH) – Yogyakarta. Dalam pernyataan sikapnya LBH Yogyakarta mendesak 
agar Ayub dibebaskan tanpa syarat. Selain itu LBH Yogyakarta menuntut agar 
tindak kepolisian melakukan penangkapan dan penahanan yang melanggar prosedur 
serta tidak menghormati Hak Asasi Manusia diusut tuntas, mengingat kejadian ini 
sudah terjadi berulangkali.Penangkapan paksa terhadap Ayub terjadi pada tanggal 
22 Februari 2018 oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai aparat kepolisian 
dari Kepolisian Resort (Polres) Mempawah, Kalimantan Barat. Berdasarkan 
informasi yang diterima redaksi MRB, Ayub dibawa pada sekitar pukul 24.00 wib 
dari kantor AGRA wilayah Kalimantan Barat, Di Jl. Ambawang, Jl.  Ampera Raya 
komplek villa mega mas no 12 B. Keganjilan terjadi ketika penangkapan dilakukan 
tanpa adanya surat perintah penangkapan, selain itu keesokan harinya (23/2) 
diterbitkan surat penangkapan yang dibubuhkan tanda tangan Ayub yang berbeda 
dengan tandatangan aslinya. Anehnya lagi, sampai hari ke-7 penahanan, tidak 
seorangpun diperbolehkan menemui Ayub termasuk pihak keluarga dan pengacara 
dari PBHK.Perhatian terhadap kasus Ayub, pimpinan organisasi tani yang saat 
tidak di ketahui nasib dan keadaannya di tangan pihak kepolisian juga 
ditunjukkan oleh berbagai lembaga. KOMNAS HAM menyampaikan bahwa kasus ini 
sudah masuk ke bagian pengawasan dan akan di tindaklanjuti secara serius karena 
menyangkut pelanggaran HAM termasuk hak Ekosob bagi masyarakat.Di berbagai 
tempat yaitu di Jawa Barat, Kalimantan Barat serta di Sulawesi dilakukan aksi 
protes yang dimotori oleh Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) serta didukung 
berbagai organisasi lainnya. Aksi protes di lakukan serentak mulai tanggal 1 
Maret untuk mendesak pembebasan Ayub dan untuk menghentikan segala bentuk 
kriminalisasi terhadap kaum tani yang memperjuangkan haknya dirampas. “Tindakan 
ini jelas menunjukkan bahwa aparat kepolisian berlaku sewenang-wenang dengan 
mengkriminalkan kaum tani yang menentang klaim penguasaan tanah rakyat oleh 
perkebunan besar kelapa sawit yaitu PT. Cipta Tumbuh Berkembang (CTB) dan PT. 
Sintang Raya” ujar salah seorang pimpinan AGRA Jawa Barat.
Di tempat terpisah, di Jakarta, Pimpinan Pusat AGRA menyampaikan akan melakukan 
advokasi dan menggalang pernyataan sikap bersama dengan berbagai organisasi 
termasuk Lembaga Bantuan Hukum, Komnas HAM, serta koalisi masyarakat sipil 
untuk melawan kriminalisasi terhadap Ayub dan kaum tani yang memperjuangkan hak 
atas tanah.“Kami tidak akan membiarkan Ayub dan kaum tani sendirian menghadapi 
kesewenang-wenangan aparat kepolisian dan aparat Negara lainnya. Kami akan 
terus melancarkan aksi protes berskala nasional untuk melawan kriminalisasi, 
kekerasan dan pelanggaran HAM yang semakin meningkat selama Presiden Joko 
Widodo memerintah di Indonesia” tegas Rahmat, ketua umum AGRA. Disamping itu 
AGRA menyatakan akan mengkoordinasikan seluruh upaya untuk menentang perkebunan 
besar kelapa sawit yang saat ini banyak mendapat dukungan aparat Negara serta 
mengakibatkan banyaknya terjadi tindak kekerasan dan pelanggaran HAM.

Kirim email ke