Fakta di Balik Kritikan Fadli Zon ke Sri MulyaniReporter:  Fajar 
PebriantoEditor:  Dewi Rina CahyaniSelasa, 13 Februari 2018 06:20 WIB 
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon (kanan) menjawab pertanyaan awak media setibanya di 
Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 28 Juni 2016. 
TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Fadli Zon kembali 
melancarkan kritik terhadap terhadap menteri-menteri Presiden Joko Widodo, atau 
Jokowi. Setelah Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kini kritik 
dilancarkan kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Melalui akun twitternya, politisi Partai Gerindra tersebut menyampaikan kritik 
atas gelar menteri terbaik di dunia yang diraih Sri Mulyani dalam World 
Government Summit, yang diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab. Ia mengaku 
heran sebab banyak target pada indikator perekonomian Indonesia yang belum 
berhasil dicapai.

"Kok bisa jadi menteri keuangan terbaik ketika target tak ada yang tercapai 
(pertumbuhan dan pajak), subsidi dicabuti, impor naik, utang melonjak," kata 
Fadli, yang di-tweet sekitar pukul 08.42 WIB, Senin, 12 Februari 2018.

Meski demikian, seberapa besar kebenaran fakta dari tweet yang disampaikan 
ditulis oleh Fadli? Terdapat setidaknya lima indikator yaitu pertumbuhan 
ekonomi, pajak, subsidi, impor, dan utang.

Pertama soal target pertumbuhan ekonomi. Sebelum pemilihan presiden, Jokowi 
mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Angka tersebut bisa 
dicapai, jika iklim investasi benar-ebnar kondusif dan waktu perizinan bisa 
dipangka. "Jadi target 7 persen tidak sulit," kata Jokowi dalam debat capres di 
Hotel Grand Melia, Ahad, 15 Juni 2014.

Namun setelah menjabat, Pemerintahan Jokowi kesulitan untuk merealisasikan 
janjinya ini. Kementerian Keuangan, yang dipimpin Sri Mulyani, pun telah 
melakukan berbagai inovasi kebijakan untuk menggenjot angka pertumbuhan. Namun, 
angka pertumbuhan masih berkutat di bawah 5,1 persen. Tapi Sri Mulyani tetap 
optimistis, "untuk 2018, asumsi pertumbuhan ekonomi 5,4 hingga 6,1 persen."

Kedua soal pajak, Fadli benar bahwa Kementerian Keuangan tidak berhasil 
mencapai target penerimaan pajak. Sepanjang 2017, penerimaan pajak hanya 
mencapai Rp 1.339,8 triliun atau hanya 91 persen dari target Anggaran 
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. "Tapi ini menunjukkan 
peningkatan yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya (83,5 persen di APBN-P 
2016)," kata Sri Mulyani mengomentari pencapaian tersebut.

Ketiga soal pencabutan subsidi. Fadli tidak merinci subsidi di sektor apa yang 
dicabut oleh Kementerian Keuangan. Namun salah satu pencabutan dilakukan pada 
subsidi tarif listrik golongan 900 volt ampere (VA), per 1 Mei 2017. Pencabutan 
subsidi diklaim untuk menciptakan keadilan. Sebab subsidi listrik selama ini 
justru dinikmati masyarakat mampu.

Keempat soal impor yang terus naik. Fadli mengatakan bahwa impor Indonesia 
terus naik. Sepanjang 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor tumbuh 
15,66 persen. Namun, BPS mencatat nilai ekspor justru tumbuh lebih tinggi yaitu 
16,22 persen. "Sehingga neraca perdagangan Indonesia masih surplus US$ 11,84 
miliar," kata Kepala BPS, Suhariyanto, awal Januari 2018 lalu.

Kedua soal utang. 16 Januari 2018 lalu, Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar 
negeri Indonesia pada akhir November 2017 mencapai US$ 347,3 miliar. Jumlah 
utang terhitung naik sebesar 9,1 persen secara tahunan (year on year).. Sri 
Mulyani sempat mengakui rasio utang Indonesia saat ini terhitung tinggi. "Tapi 
tidak tinggi-tinggi amat dibandingkan dengan negara lain," katanya.
  • [GELORA45] Fakta di Balik Kriti... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]

Kirim email ke