-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2049-menumpas-kebobrokan-imigrasi



Rabu 01 Juli 2020, 05:00 WIB 

Menumpas Kebobrokan Imigrasi 

Administrator | Editorial 

  PINTU yang berulang kali jebol pantas membawa kita pada satu pemikiran 
bahwa pintu itu sesungguhnya memang tidak terkunci. Bahkan bisa pula kunci itu 
mudah berpindah tangan kepada siapa yang membutuhkan. Pemikiran sederhana 
inilah yang sulit ditepis dari bobroknya keimigrasian kita. Berulang kali kasus 
perlintasan orang terjadi bahkan ketika pejabat telah diganti dan dilakukan 
perbaikan terhadap Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (Simkim). Bobroknya 
keimigrasian kembali mengemuka dengan melenggang masuknya buron kasus korupsi 
cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Tjandra. Djoko yang sudah 11 tahun buron 
dan menjadi warga negara Papua Nugini sejak 2009 dikabarkan telah tiga bulan 
berada di Tanah Air. Lebih mengejutkannya lagi, pada 8 Juni lalu Djoko men 
datangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk men daftarkan peninjauan 
kembali (PK) atas kasus yang mem belitnya. Kasus yang dimaksud ialah putusan 
atas kasus skandal transaksi pengalihan tagihan piutang kepada pihak ketiga 
yang menderanya sejak 1999. Skandal ini terjadi antara PT Bank Bali Tbk dan PT 
Era Giat Prima. Direktur Utama PT EGP ketika itu ialah Setya Novanto. Adapun 
Djoko sebagai di rektur. Djoko bisa melenggang ke PN Jakarta Selatan dengan me 
manfaatkan kelemahan sistem pelayanan terpadu sa tu pintu (PTSP) sehingga 
identitas pendaftar tidak dike tahui. Sebelum melenggang masuknya pria yang 
divonis tahanan 2 tahun oleh sidang PK MA pada Juni 2009 itu, ke - imigrasian 
telah kecolongan melintasnya Harun Masiku dan 120.661 data perlintasan orang 
lainnya selama 23 Desember 2019 hingga 10 Januari 2020. Atas kasus itu, Menteri 
Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan terjadi penundaan pengiriman data 
keimigrasian dari Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta. Yasonna kemudian 
memberhentikan Dirjen Imigrasi dan Direktur Simkim saat itu. Kini, dengan 
adanya kasus Djoko, maka kelemahan teknis semata tidak dapat diterima. Alasan 
imigrasi akan ketiadaan surat pencegahan atau penangkalan sulit dibenarkan 
sebab Kejaksaan Agung telah memasukkan nama Djoko ke daftar red notice. Kasus 
demi kasus ini menunjukkan bukan saja ada kebobrokan kronis di Ditjen 
Keimigrasian, melainkan juga lemahnya pengawasan dari Kemenkum dan HAM. Sebab 
itu, pembenahan tidak cukup lagi hanya dengan penggantian pejabat imigrasi, 
tapi juga harus dengan ketegasan dari Presiden Joko Widodo. Presiden mesti 
menyadari besarnya ancaman jika permasalahan keimigrasian tidak dituntaskan 
sepenuhnya. Bukan saja para koruptor yang bebas melenggang, melainkan juga para 
kriminal lainnya. Di sisi lain, upaya penangkapan dan eksekusi Djoko Tjandra 
tetap harus dilakukan. Terlebih, walau menyertakan surat sakit dari fasilitas 
kesehatan di Kuala Lumpur, Djoko yang tidak hadir di sidang PK pada Senin 
(29/6) dikabarkan masih berada di Jakarta. Tak hanya menjadi tugas jajaran 
intelijen kejaksaan, jajaran kepolisian juga harus dapat menangkap buron 
tersebut di Tanah Air. Kembali lolosnya Djoko akan menjadi tamparan besar 
terkait lemahnya kinerja aparat kita. Kita mengapresiasi pengakuan Jaksa Agung 
Sanitiar Burhanuddin bahwa jajaran intelijennya lemah sehingga belum berhasil 
menangkap Djoko. Pengakuan saja tidak cukup, harus ada upaya pertanggungjawaban 
nyata. Bila perlu, rombak jajaran intelijen.

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2049-menumpas-kebobrokan-imigrasi






Kirim email ke