Soal Dokter Terawan, Guru Besar Unhas: Metodenya Tak Masalah dari Sisi Akademik
Prayudha, Jurnalis · Jum'at 06 April 2018 20:46 WIBDokter Terawan (Foto: Ist)
MAKASSAR - Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Profesor 
Irawan Yusuf angkat bicara seputar polemik dokter Terawan Agus Putranto.. 
Belakangan dokter Terawan marak dibicarakan karena temuannya soal metode ‘cuci 
otak’ atau Digital Subtraction Angiography (DSA).

Irawan, promotor dokter Terawan saat promosi disertasi program S3 di Unhas pada 
Oktober tahun 2016 mengatakan, DSA sudah melalui metode penelitian sesuai 
standar ilmiah. Karena itu, meski dianggap telah melanggar kode etik Ikatan 
Dokter Indonesia (IDI), temuan Derawan itu disebut tidak bermasalah pada sisi 
akademik.


"Dalam dunia kedokteran, hampir semua teknologi yang dibuat dengan inovasi, 
dimulai dengan kontroversi. Ini memang harus diselesaikan dengan riset dengan 
waktu yang panjang," kata Prof Irawan Yusuf pada konferensi pers di Unhas, 
Jalan Perintis Kemerdekaan Makassar, Jumat (6/4/2018).

(Baca Juga: JK Pernah Diterapi 'Cuci Otak' Dokter Terawan, Minta IDI Kaji 
Kembali Pemecatan)

Irawan menilai, selama ini yang menjadi kontroversi dokter Terawan adalah 
promosi dan praktik pemanfaatan temuan DSA. Meski telah teruji secara akademis, 
temuan tersebut hendaknya lebih dulu melalui uji klinik dengan mengajak pasien 
jika ingin diperkenalkan kepada masyarakat luas.



Menurut Irawan, perguruan tinggi yang bertanggung jawab soal akademis, tak 
berwenang soal pelaksanaan praktik hasil inovasi di bidang kedokteran. Hal itu 
jadi urusan organisasi profesi seperti IDI. Namun, dia berharap dokter Terawan 
diberi kesempatan untuk membela diri.

"Jika memungkinkan, dia harus memberi penjelasan. Seandainya dokter Terawan dan 
IDI bisa bangun komunikasi dengan baik, polemik ini tidak perlu terjadi," 
ujarnya.

Inovasi DSA atau metode ‘cuci otak’ dokter Terawan, kata Irawan, berperan 
meningkatkan aliran darah otak pada pasien stroke kronis. Dengan ini, suplai 
darah ke jaringan otak lebih baik sehingga obat dan nutrisi bisa menjangkau 
lebih dalam.

Dengan DSA, window periode atau jendela di jaringan otak bisa terbuka lebih 
lama. Sehingga membantu terapi pengobatan konvensional bisa efektif. Bukan 
berarti inovasi ini bisa digunakan sebagai pengganti terapi pengobatan stroke 
konvensional.

"Saya menegaskan temuan dokter Terawan belum dapat digunakan sebagai terapi 
alternatif menggantikan terapi konvensional. Tapi hanya meningkatkan aliran 
darah otak sehingga terapi konvensional bisa dilakukan secara terencana," kata 
Irawan.






Kirim email ke