-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://www.antaranews.com/berita/1251987/pengamat-cegah-radikalisme-dan-intoleransi-di-lembaga-pendidikan


Pengamat: Cegah radikalisme dan intoleransi di lembaga pendidikan

Rabu, 15 Januari 2020 22:53 WIB

Stanislaus Riyanta, pengamat terorisme. ANTARA/dokumentasi pribadi

Jakarta (ANTARA) - Pengamat terorisme Stanislaus Riyanta mengingatkan penanaman 
sikap radikalisme dan intoleransi di lembaga pendidikan harus dicegah karena 
anak-anak dan remaja yang masih rentan menjadi target dari propaganda narasi 
radikal.

"Aktivitas dalam lembaga pendidikan yang mengandung narasi-narasi radikal untuk 
mendorong perilaku intoleran dengan cepat diterima oleh anak-anak," katanya 
melalui pernyataan tertulis kepada ANTARA, Rabu.

Selanjutnya, kata dia, anak-anak tersebut akan menganggap intoleran dan 
radikalisme sebagai kebenaran dan wajar jika dilakukan sehingga tidak perlu 
kaget apabila saat ini sudah terjadi aksi terorisme dengan pelaku berusia 
remaja.

Stanislaus mengingatkan kasus yang baru saja terjadi di Yogyakarta ketika 
seorang pembina Pramuka dari Gunung Kidul yang menjadi peserta Kursus Mahir 
Lanjut (KML) Pramuka mengajarkan kepada anak-anak yel-yel dan tepukan rasis 
yang menyebut kata kafir.

Baca juga: Pengamat Intelijen: Terorisme salah satu potensi konflik Pilkada 2020

Baca juga: Pemerintah fokus berantas terorisme dengan keberadaan Koopssus TNI

Beberapa kasus lain juga hampir serupa, kata dia, misalnya intimidasi dari 
oknum pengurus Rohis di SMA Negeri 1 di Gemolong, Sragen, kepada seorang siswi 
karena tidak berhijab.

Pernah juga, kata dia, bendera mirip dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) 
dikibarkan oleh pengurus Rohis SMK Negeri 2 Sragen di halaman sekolah tersebut.

Ia miris menilai kasus-kasus itu sebab paham radikal dan intoleran diajarkan 
kepada anak-anak di lembaga pendidikan dan menunjukkan bahwa radikalisasi sudah 
terjadi secara sistematis.

"Pelaku-pelakunya memanfaatkan lembaga pendidikan karena bisa dilakukan dengan 
intens dengan relasi kuasa dan memanfaatkan kebutuhan figur bagi anak-anak," 
katanya menjelaskan.

Menurut dia, pemerintah, terutama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri 
Agama, harus tegas menyikapi hal tersebut sebab propaganda narasi radikal 
sering kali dikemas sebagai ajaran agama.

"Materi-materi pendidikan termasuk ajaran agama harus dipastikan tidak 
menimbulkan perpecahan atau bertentangan dengan ideologi Pancasila dan prinsip 
kebinekaan," katanya.

Baca juga: Pengamat : Terorisme diperkirakan dibahas kembali dalam debat keempat

Dalam dunia pendidikan, termasuk kegiatan ekstrakurikuler, lanjut dia, harus 
ditegaskan substansi dan materi yang ditransfer kepada anak didiknya bebas dari 
doktrinasi radikal dan intoleran.

Sikap Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, kata Stanislaus, patut menjadi rujukan, 
yakni memberikan peringatan bagi siapa pun yang mencoba memasukkan paham 
radikal di lembaga pendidikan di Jateng maka sanksi pemecatan siap menanti..

Tanpa sikap tegas untuk mencegah maka ruang untuk doktrinasi paham radikal dan 
sikap intoleran menjadi makin luas.

"Jika dalam beberapa tahun ke depan muncul aksi teror oleh remaja, salah satu 
penyebabnya adalah pemimpin saat ini yang melakukan pembiaran bibit radikalisme 
tersebut menjadi subur," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2020




Kirim email ke