From: Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45] 
Sent: Thursday, December 1, 2016 5:36 PM

  



Fidel Castro Ruz: Pemimpin Pembebasan Kuba
1 Desember 2016




Tatiana Lukman [paling kiri] ketika berada di rumah saudara angkatnya Tania di 
Kuba [Foto: dokumentasi pribadi]
Koran Sulindo – Sabtu pagi, 26 November 2016, seperti hari-hari lainnya, begitu 
bangun tidur langsung kupasang televisi, dan ambil kanal teleSUR dari 
Venezuela. Betapa terkejut, kata-kata pertama yang kudengar adalah: “Fidel 
Castro Ruz telah wafat kemarin, Jumat malam, jam setengah 11…” Beberapa menit 
kemudian, muncul di layar televisi Raul Castro Ruz mengumumkan kepergian El 
Comandante en Jefe untuk selamanya. Aku duduk termenung di tempat tidur.
Kira-kira jam 6 sore, anakku menelepon. Seharian dia menelepon, tapi aku sedang 
menghadiri acara di Diemen, salah satu kota di Belanda. Anakku bertanya.
“Apa sudah dengar tentang Fidel?”
“Sudah sejak pagi tadi,” jawabku.
Akhirnya Fidel pergi. Hukum alam tak terelakkan. Sejak Fidel menyerahkan 
jabatan dalam partai dan negara, kami sudah siap-siap menerima berita yang tak 
menyenangkan itu. Kendati kita sudah bersiap-siap untuk ditinggalkan seseorang 
yang begitu kita sayangi dan hormati, tak terhindarkan pertanyaan: mengapa 
begitu cepat?
Bersama anakku, kami mengenang betapa kami beruntung dan merasa istimewa diberi 
kesempatan oleh Fidel untuk hidup, belajar dan bekerja membangun sebuah 
masyarakat baru dimana kesejahteraan bersama, kesamaan dan kehidupan kolektif 
menjadi prioritas. Berkat kemenangan “Gerakan 26 Juli” pada Januari  1959, yang 
dipimpin Fidel, Camilo dan  El Che serta  sistem  ekonomi, politik  dan sosial 
yang dibangun kemudian, kami mendapat pendidikan, layanan kesehatan dan 
perumahan tanpa mengeluarkan uang sepeserpun.
Buat anakku, Kuba adalah tanah airnya. Dia tak kenal tanah air lain kecuali 
Kuba. Bagiku Kuba adalah tanah airku kedua. Satu-satunya negeri asing dimana 
aku tidak merasa seperti orang asing dan punya hak dan kewajiban sepenuhnya 
sama seperti orang Kuba. Kami menerima ransum sama seperti semua penduduk Kuba. 
Untuk sandang, kami juga dapat kupon sama banyaknya seperti orang Kuba.
Kami terkenang hari anak-anak di Kuba. Hari bahagia bagi semua anak-anak di 
seluruh pulau Kuba. Setiap anak mendapat tiga macam kupon. Semua barang mainan 
dibagi dalam tiga kategori. Kupon pertama untuk  mainan yang ada dalam kategori 
pertama. Kupon kedua untuk mainan dalam kategori kedua. Dan kupon ketiga untuk 
mainan dalam kategori ketiga.
Aku  belajar banyak dari pengalaman hidup di Kuba. Integrasi penuh dalam 
kehidupan politik dan sosial di Kuba telah membuat aku sadar akan sulitnya 
membangun sebuah masyarakat yang bertujuan mengakhiri penghisapan manusia oleh 
manusia. Sulit, bukan berarti tidak mungkin.
Aku percaya dan menyaksikan sendiri sepak terjang, sikap hidup dan nilai-nilai 
etik dan moral yang dijunjung Fidel dan El Che, pendiri “Wilayah Bebas Pertama 
di Amerika Latin” (El Primer Territorio  Libre de America Latina).
Propaganda AS
Aku kerap kali berdebat keras dengan orang-orang yang tidak tahu tentang 
kehidupan di Kuba ketika sudah menetap di Belanda. Otaknya hanya dipenuhi 
propaganda media komunikasi borjuis reaksioner, alat kaum imperialis Amerika 
Serikat (AS) yang kerjanya memutar balik atau memalsukan fakta dan menyebar 
kebohongan. Fitnah dan tuduhan yang umum mereka lontarkan adalah antara lain, 
Fidel seorang diktator, di Kuba tidak ada demokrasi (karena hanya ada satu 
Partai), warga tidak bisa pergi ke luar negeri, rakyat kelaparan dan lain 
sebagainya.
Ada orang berpendapat negatif tentang Fidel dan Kuba disebabkan karena tidak 
punya akses pada sumber informasi alternatif, artinya informasi yang obyektif 
dan lebih mencerminkan keadaan yang benar dan menyimpang dari media arus 
utama.Tapi, ada juga yang berpandangan negatif karena ideologi dan pendirian 
kelas yang menempatkannya di pihak yang bertentangan dengan kepentingan rakyat 
yang terhina dan tertindas.
Banyak orang tidak mengerti dan tidak mengakui bahwa Kuba adalah sebuah 
Republik berdaulat dengan undang-undang, hukum, peraturan dan lembaganya 
sendiri dan tentu saja berbeda dengan negeri lain. Apakah sistem multipartai 
seperti di Indonesia atau sistem dua partai seperti di AS, menjamin ada dan 
jalannya demokrasi untuk seluruh rakyat? Tidak diperlukan teori yang 
muluk-muluk untuk  membuktikan bahwa hak demokratis rakyat jelata yang 
dipinggirkan di kedua negeri itu selalu dilanggar oleh kaum  penguasa yang 
menggunakan aparat militer untuk menindasnya.
Tengok misalnya, bagaimana para penguasa memperlakukan kaum tani dalam 
kasus-kasus konflik tanah di tanah air. Sama dengan perlakuan aparat kekuasaan 
Amerika dalam memperlakukan  warga berkulit hitam dan latinos serta perlawanan 
rakyat Indian yang mempertahankan tanah, sungai, sumber kehidupan dan 
kelangsungan hidupnya melawan pembangunan pipa minyak. Apakah didengar dan 
dipedulikan jeritan dan perlawanan kaum tani dan rakyat Indian oleh para 
pejabat negara dan presidennya?
Sebaliknya, di Kuba, pada zaman Fidel, rakyat tidak perlu berdemo agar Fidel 
mendengar dan memperhatikan masalah-masalah besar yang dihadapi warganya. Fidel 
dikenal sebagai orator yang sering bicara panjang dan berjam-jam. Itulah juga 
cara Fidel berdialog dan berkomunikasi dengan rakyat, serta sekaligus 
mendidiknya.
Tapi aku menyaksikan banyak sekali orientasi, arahan dan kritik-kritik Fidel  
yang dengan jelas dan gamblang diajukan dalam pidatonya, tidak dijalankan dalam 
praktik. Sering sekali aku memikirkannya, tapi tidak tahu di mana masalahnya 
dan bagaimana mengatasinya.
Seandainya Fidel seorang diktator, seharusnya dia dilengkapi dengan alat dan 
lembaga kekuasaan yang dia kontrol langsung dan dapat dia gerakkan kapan saja 
untuk  memaksakan kehendak pribadinya. Tapi bukan ini yang terjadi!
Aku pun mengalaminya. Fidel sering bicara tentang kualitas pendidikan. Fidel 
menjelaskan bahwa Kuba tidak lagi membutuhkan kuantitas seperti pada awal 
kemenangan revolusi, tapi kualitas. Fidel juga bicara tentang guru yang “murah 
hati”, yang “menghadiahkan” angka supaya muridnya lulus sehingga sang guru 
dipandang sebagai guru yang “baik” karena semua muridnya lulus atau naik kelas. 
Padahal, menurut Fidel, itu adalah menipu masyarakat, karena memberi masyarakat 
lulusan yang tidak berkualitas dan tidak mampu kemudian bekerja dengan baik.
Dengan rajin kukumpulkan semua pidato Fidel yang menyangkut pendidikan, karena 
aku bekerja sebagai guru bahasa Perancis. Aku terapkan semua peraturan 
pendidikan di Institut dimana aku mengajar. Aku  bukan guru yang “murah hati”, 
bukan guru yang suka “menghadiahkan” angka. Hal ini bukan semata-mata karena 
aku ingin menerapkan arahan yang diberikan Fidel, tapi karena aku setuju 
pendapat Fidel dan memang begitulah prinsip dan keyakinanku. Aku memberi kelas 
ekstra untuk murid-murid yang punya kesulitan. Tapi murid-murid malah “ngumpet” 
dan menghindari bantuan itu. Karena sering  bolos tanpa alasan, tidak bikin 
pekerjaan rumah, menolak hadir dalam kelas ekstra, akhirnya hasilnya tidak naik 
kelas! Jadi aku adalah satu-satunya guru yang muridnya banyak tidak naik kelas! 
Aku punya catatan untuk setiap murid, berapa kali bolos, berapa kali tidak 
bikin pekerjaan rumah, berapa kali menghindari kelas ekstra.
Tiba-tiba dalam sebuah rapat serikat buruh, direktur sekolah mengkritik aku 
karena banyak murid yang tidak lulus. Dia mengancam kalau keadaan ini tidak 
berubah, maka aku akan dipecat! Surat 10 halaman yang mengungkap keburukan dan 
pelanggaran yang terjadi di Institut kukirim ke Fidel. Hasilnya, aku tidak 
dipecat, tapi tidak ada perubahan apa-apa yang berkaitan dengan apa yang  
kuungkapkan dalam surat. Oleh para kolega, aku dinasihati supaya tidak melawan 
arus.
Bertemu Fidel
Contoh lain lagi. Satu kali aku ditugaskan serikat buruh untuk membantu sebuah 
delegasi buruh Kanada yang datang untuk menghadiri perayaan Satu Mei di Havana. 
Tiba-tiba kami terima berita delegasi akan bertemu Fidel. Semua anggota 
delegasi berjingkrak gembira dan sibuk menyiapkan dirinya. Sampai ada yang 
menyayangkan tidak pakai perhiasan yang layak!
Pada pertemuan itu aku sempat ditanya Fidel. Aku jelaskan bahwa aku dari 
Indonesia dan kuucapkan terima kasih atas undangan yang diberikan kepada 
keluargaku untuk tinggal di Kuba. Fidel teringat kasus itu. Kemudian Fidel 
tanya tentang  anakku dan menyatakan ingin bertemu dengan dia. Fidel menunjuk 
pada pejabat di sampingnya, Pedro Ross, Ketua CTC (Central De Trabajadores de 
Cuba)  ketika itu, supaya mengurus pertemuan itu.
Waktu  berlalu tanpa berita dari Pedro Ross. Kemudian aku meneleponnya. Pedro 
Ross mengundang kami berdua ke kantornya. Kami pikir akan diberi pengaturan 
untuk pertemuan dengan Fidel. Ternyata hanya ngobrol-ngobrol dengan dia. Aku 
ajukan masalah ini kepada pejabat Partai, jawabannya sama: Fidel sangat sibuk, 
tidak mungkin punya waktu untuk bertemu dengan anakku. Siapa yang tidak tahu 
Fidel sibuk! Fidel sendirilah yang paling tahu apakah dia punya waktu atau 
tidak untuk hal-hal yang oleh pejabat lain dianggap remeh temeh! Aku sendiri 
tidak tahu alasan Fidel ingin bertemu anakku. Tapi itulah yang dia kemukakan 
langsung kepadaku. Apakah Fidel asal omong? Yang jelas Fidel adalah pemimpin 
yang sederhana dan rendah hati. Banyak orang yang pernah ketemu Fidel berkata 
merasa bebas dan berani mengutarakan apa yang ingin diutarakan. Sering aku 
dengar orang Kuba menarik nafas sambil berkata: Ay, si supiera Fidel (Ay, 
seandainya Fidel tahu!).
Melihat perkembangan Kuba sekarang, sering terngiang kembali pidato Fidel. Aku 
ingat kata-kata Fidel yang mengkritik keras “pasar bebas tani” dimana harga 
melambung tinggi, tak terjangkau oleh mereka yang berpendapatan sebagai guru 
atau pelayan. Fidel menekankan peran perusahaan negara, koperasi dan peran 
kolektif.
Aku ingat pidato Fidel ketika menjelaskan internasionalisme proletar. Fidel 
membedakan dan memisahkan hubungan antar-negara  dan hubungan Partai Komunis 
Kuba dengan organisasi politik yang sedang berjuang di berbagai negeri. 
Hubungan kenegaraan tidak menghalangi Partai Komunis Kuba untuk berhubungan, 
bersolidaritas  dan mendukung perjuangan rakyat yang dipimpin  partai progresif 
dan revolusioner atau partai komunis di negeri itu. Dalam kunjungan ke Kuba 
tahun 2010, aku tidak percaya ketika seorang pejabat Partai berkata bahwa 
kepentingan nasional Kuba adalah prioritas. Lho, kok begitu jadinya?
El Che
Che Guevara adalah anggota pimpinan Revolusi Kuba yang paling serius 
mempelajari ekonomi politik bersamaan dengan tugas-tugas lain yang diterima 
dari Partai dan negara. Setelah nasionalisasi bank dan perusahaan-perusahaan 
besar imperialis, Che bertugas membangun ekonomi dan industri nasional. Ide 
yang Che perjuangkan dan ingin terapkan ketika menjabat sebagai Menteri 
Industri Kuba mendapat perlawanan dari para pejabat dan anggota pimpinan Partai 
 yang menganut garis ekonomi revisionis modern Soviet (financial 
self-management). Perdebatan besar dalam bidang ekonomi mencapai puncaknya 
tahun 1963 hingga 1964. Perdebatan berakhir dengan kepergian Che ke Afrika dan 
kemudian ke Bolivia.
Tahun 1987, dalam salah satu pidatonya, di tengah-tengah apa yang dinamakan 
ketika itu proses pembetulan, Fidel mengungkap sejumlah penyelewengan besar 
dalam kehidupan ekonomi Kuba. Fidel mengakui dampak negatif dari 
ditinggalkannya pikiran dan ide Che Guevara dalam bidang ekonomi. Fidel berkata 
bahwa Che secara radikal menentang digunakannya kategori dan mekanisme serta  
hukum ekonomi kapitalis (misalnya, hukum nilai) dalam membangun sosialisme. 
Dengan kata lain Che menentang kebijakan ekonomi yang dijalankan kaum 
revisionis di Uni Soviet ketika itu. Di samping itu Fidel sependapat dengan Che 
bahwa membangun sosialisme  bukanlah hanya soal produksi dan distribusi 
kekayaan tapi juga masalah pendidikan dan kesadaran.
El Che dan Fidel, dua tokoh pemimpin terpenting dari Revolusi Kuba sudah 
meninggalkan kita semua. Namun keteguhan dan pengalaman dalam perjuangan gigih 
pantang menyerah melawan imperialisme AS hanya 90 mil dari pantainya akan terus 
memberi inspirasi kepada rakyat berbagai negeri yang sampai hari ini masih 
harus menghadapi perang agresi dan perampokan kaum imperialis yang semakin 
merajalela dan kejam. Begitu juga pengalaman positif maupun negatifnya dalam 
usaha membangun sebuah masyarakat yang bertujuan melenyapkan penghisapan 
manusia atas manusia.
Hasta la Victoria Siempre, Querido Comandante, Soldado de Justicia! (Tatiana 
Lukman, mantan guru di Kuba)
  • [GELORA45] Fidel Castro ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
    • Fw: [GELORA45] Fide... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]

Kirim email ke