From: 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] 
Sent: Saturday, February 24, 2018 2:56 AM
  



https://tekno.tempo.co/read/1063613/guru-besar-itb-ke-menteri-riset-jangan-cuma-untuk-naik-jabatan?

TeknoUtama&campaign=TeknoUtama_Click_7


Guru Besar ITB ke Menteri: Riset Jangan Cuma 

untuk Naik Jabatan 
Reporter: 
Anwar Siswadi (Kontributor)
Editor: 
Amri Mahbub
Jumat, 23 Februari 2018 10:38 WIB 
 
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir. TEMPO/Aditia 
Noviansyah

TEMPO.CO, Bandung - Guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB), I Gede Wenten, 
mengkritik langsung kebijakan riset di hadapan Menteri Riset, Teknologi, dan 
Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir. Forum Guru Besar ITB mengundang Nasir pada 
kegiatan bulanan rapat pleno, Kamis, 22 Februari 2018, di Balai Pertemuan 
Ilmiah ITB, Bandung.

Menurut Wenten, Indonesia telah lama mengalami krisis ilmu pengetahuan dan 
teknologi. Sumber daya manusianya besar tapi hasilnya berkualitas jelek. "Hal 
itu diperparah oleh pencitraan dalam komunitas intelektual," kata pengajar dan 
peneliti di Fakultas Teknologi Industri ITB itu.

Wenten juga menilai riset berjalan tanpa arah dan kualitasnya rendah. "Kita 
sering mengulang-ulang penelitian. Ini pengalaman kami sebagai peneliti. Selain 
itu, terjadi tumpang-tindih antarlembaga, bahkan laboratorium, sehingga tidak 
ada kemajuan berarti," ucapnya. Agar sukses dalam pertempuran ke depan, ujar 
Wenten, harus berfokus pada kualitas dengan kekuatan di budaya intelektual.

Dia pun menyinggung soal paten karya riset. Menurut dia, paten selama ini 
sering hanya digunakan untuk kenaikan pangkat atau jabatan. "Hampir tidak ada 
paten yang kompetitif secara komersial dan bukan sebuah terobosan inovasi.."

Sebagai akademikus dengan sedikit pengalaman industri dan pengelolaan paten, 
Wenten menilai kebijakan riset perlu punya gambaran yang jelas dan tajam. 
"Kebijakannya terkesan berulang-ulang dari periode ke periode. Terkadang tidak 
nyambung dan membuat bingung," tuturnya.

Baca: ITB Kalah dari UGM, Ini Kata Rektor

Di hadapan para guru besar ITB, Nasir menyampaikan tentang kebijakan dan 
masalah riset nasional. Menurut dia, Indonesia dengan jumlah penduduk 262 juta 
memiliki 4.579 perguruan tinggi. Angkanya lebih banyak daripada Cina yang 
berpenduduk 1,4 miliar orang lebih dengan 2.824 universitas. "Jumlah perguruan 
tinggi ternyata tidak berkorelasi positif dengan kemajuan teknologi yang 
dibangun," katanya.

Fakta lain, kampus di Cina lebih banyak yang masuk 100 besar dalam daftar 500 
universitas teratas di dunia. "Indonesia yang masuk daftar ada tiga, yaitu 
Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah 
Mada (UGM). Itu pun tidak termasuk 100 besar," ucap Nasir. Dia merinci, UI 
menempati peringkat ke-277, ITB ke-331, dan UGM ke-401.

Sedangkan berdasarkan penelisikan Nasir, kurangnya pendidikan tinggi dan 
pelatihan tenaga kerja Indonesia membuat daya saing rendah. Pun hasil riset. 
"Semua riset di Indonesia masih lemah," ujarnya.

Dari kalangan industri, ada keluhan lain. Banyak inovasi yang dilakukan 
perguruan tinggi bobot nilainya jadi berkurang hingga separuh setelah masuk 
industri. Perbedaan itu akibat pengukuran yang tidak selaras dengan di 
laboratorium. "Revitalisasi laboratorium perlu untuk lebih dekat dengan ukuran 
industri. Jangan sampai laboratorium 10, 15, 20 tahun yang lalu ini, saya mohon 
maaf, harus laboratoriumnya kekinian," tutur Nasir.

Baca: Diprotes Alumni ITB Soal Reklamasi Jakarta, Ini Jawaban Luhut

Simak kabar terbaru dari ITB hanya di kanal Tekno Tempo.co.


--------------------------------------------------------------------------------

a.. ITB 








Kirim email ke