Apa yang disampaikan langsung di DPP PDIP ini sebetulnya 
masukan yang bagus buat PDIP sendiri. Persoalannya, maukahPDIP beranjak dewasa 
mengingat kiprahnya di mediasosial 
terkesan lepas tangan dengan mempercayakan begitu saja kepada 
"ahlinya" yaitu, anak-anak muda (generasi milenial, kata Jokowi) 
yang secara usia memang suka kewalahan mengontrol semangatnya. 
Walhasil, ceplas-ceplos yang tidak perlu pun harus dipikul sebagai 
sikap resmi partai. 

Jadi, sekalipun meraih dukungan luarbiasa dari pemilih pemula 
di pilgub DKI 2012 & pilpres 2014 (buka puasa kekuasaan, 
kata Mega), kedua titik ini bukan saja kontraproduktif bagi PDIP 
maupun angkatan muda tapi juga buruk bagi perkembangan 
Indonesia ke depan. Oleh karena itu, pilgub DKI 2017 harus 
dijadikan pelajaran berharga bagi semua. Terutama seluruh faksi 
dalam PDIP.
--- j.gedearka@... wrote:
https://news.detik.com/berita/d-3859625/pengamat-sebut-pdip-dapat-penilaian-negatif-di-jabar-ini-penyebabnya?_ga=2.17730873.1418109247.1518198878-1895700211.1518198878
 

    Jumat 09 Februari 2018, 20:41 WIB 
Pengamat Sebut PDIP Dapat Penilaian 
 
 
Negatif di Jabar, Ini Penyebabnya
 Haris Fadhil - detikNews    Share 0   Tweet    Share 0   0 Komentar     
Diskusi soal hoax di DPP PDIP, Jumat (9/2/2018) Foto: Haris Fadil/detikcom      
        Jakarta - Pendiri Politicawave Yose Rizal menyebut, berdasarkan 
penilaiannya dari aktivitas di media sosial, PDIP mendapat penilaian negatif di 
Jawa Barat. Hal itu, disebutnya, karena PDIP masih dikaitkan dengan dukungannya 
terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon gubernur saat Pilkada DKI 
Jakarta 2017. "Politik-politik primordial ini kan masih cukup tinggi ya. Jadi 
kemarin seperti di Jakarta, PDIP juga masih banyak dianggap kayak partai 
dianggap pendukung calon yang kemarin itu disampaikan bukan calon yang islami. 
Karena kemarin kasus Ahok dan lain-lain. PDIP di Jawa Barat masih banyak 
ditempelkan dengan atribut seperti itu. Apalagi kalau ketika calon yang 
ditampilkan secara popularitas belum terlalu dikenal kan. Jadi lebih banyak 
disorot dari partainya dan keterkaitan pilkada sebelumnya," kata Yose seusai 
diskusi publik 'Melawan Hoax' di DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, 
Jumat (9/2/2018). Pendapat ini disampaikan berdasarkan pantauan dari 
pembicaraan di media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Dia mengatakan 
gambaran itu bisa berubah seiring proses pilkada yang terus berjalan. 
"Gambarannya sampai saat ini begitu ya. Ini kan proses awal tergantung mesin 
partainya, relawan bergerak. Dalam banyak kasus bisa berubah. Kalau social 
media Facebook sama Twitter ya kalau politik ya. Tapi juga pemberitaan di media 
digital ada juga dari YouTube dari Instagram," paparnya. Sementara itu, masih 
berdasarkan penilaian dari aktivitas di media sosial, Yose menyebut Ganjar 
Pranowo lebih mendapat respons positif daripada lawannya di Jawa Tengah. Hal 
itu disebutnya karena Ganjar cukup aktif di media sosial, seperti Twitter. 
"Ganjar ini banyak diakui prestasinya juga ya. Kemudian di Twitter juga cukup 
aktif ya sebagai gubernur yang dia menerima masukan-masukan dari Twitter dan 
dia cukup cepat responsnya. Ini sedikit-banyak membantu posisi dia. Kalau 
Sudirman Said mungkin selama ini dia di kancah nasional juga tidak terlalu lama 
jadi menteri. Sebelumnya juga belum terlalu dikenal. Jadi ya secara popularitas 
masih di bawah Ganjar, terutama di Jawa Tengah," kata Yose. Untuk Jawa Timur 
sendiri, Yose menilai respons terhadap para bakal calon gubernur, Saifullah 
Yusuf (Gus Ipul) dan Khofifah Indar Parawansa, masih seimbang di media sosial. 
Hal ini disebutnya disebabkan Khofifah dan Gus Ipul telah 3 kali mengikuti 
pilgub Jatim. "Gus Ipul sama Khofifah ini kan sudah 3 kali ikut proses pilkada 
di Jatim dengan hasil yang tidak jauh berbeda. Jadi posisinya menggambarkan 
dari pilkada-pilkada sebelumnya. Kira-kira begitu. Jadi cukup ketatlah. 
Sebenarnya ini sudah pertarungan mereka yang ketiga kan," kata Yose. Yose 
menyebut media sosial semakin penting dalam keperluan kampanye. Dia menyarankan 
para calon dan tim suksesnya tidak menggunakan kampanye hitam untuk mendongkrak 
suara. "Jelas social media makin penting ya. Sudah dibuktikan dari berbagai 
pilkada, berbagai pilpres, socmed ini bisa mengubah persepsi masyarakat. Jumlah 
masyarakat milenial kita ini semakin tinggi seiring bonus demografi di 
Indonesia. Jadi sekarang itu pemilih muda itu jumlahnya besar sekali. Pemilih 
muda ini kan bagaimana cara mereka berinteraksi benar-benar dari layar HP 
mereka, which is social media," ujarnya. "Masyarakat sudah mulai pintar jangan 
para calon gubernur atau calon wali kota hanya berjargon bahwa kita tidak akan 
melakukan black campaign tapi akun pendukungnya melakukan black campaign itu 
sesuatu yang direspons negatif juga oleh netizen," jelas Yose. (haf/fdn)
 


   

Kirim email ke