Pada Rabu, 9 Agustus 2017 4:00, "'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
Judul tulisan dibawah, “Ternyata Sosok Mengerikan Panglima Guan Yu” perlu diluruskan! Yang PASTI, Bukan sosok mengerikan, ...! Pertama, tidak salah bahwa patung raksasa yang baru saja selesai dibangun di Tuban dan menjadi kontroversi ini, adalah patung Panglima Guan Yu, yang di Indonesia lebih dikenal dengan nama Kwan Kong, setidaknya nama Kwan Kong inilah yang saya kenal selama ini. Sedang oleh klenteng Kwan Sing Bio, Tuban diberi nama Dewa Perang Kongco Kwan Sing Tee Koen. Kedua, juga tidak salah, Kwan Yu atau Kwan Kong ini adalah Panglima Perang ternama dalam sejarah “Tiga Negara” di Tiongkok, di Indonesia dikenal juga dengan sebutan “Sam Kok”, sekitar tahun 216 – 265. Sejarah yang sudah lewat lebih 2 ribu tahunan yl! Dan, ... kenyataan yang terjadi, kisah keperkasaan dan kebijakan Panglima Kwan Yu atau Kwan Kong ini telah menjadi legendaris bahkan dipuja, diDEWAkan banyak rakyat Tiongkok, termasuk Tionghoa di Indonesia! Ketiga, apakah Kwan Yu atau Kwan Kong itu sosok yang mengerikan? Tentu saja TIDAK! Sebaliknya dalam sejarah Sam Kok, Panglima Kwan Yu atau Kwan Kong itulah yang mengakhiri perang dan mencapai kedamaian, ... yang terangkat adalah jiwa PATRIOTIK, kesetiaan membela NEGARA dan sangat bijaksana, KEADILAN. Jadi, TIDAK SALAH saat peresmian Patung Dewa Perang Kongco Kwan Sing Tee Koen oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan pada 17 Juli yl. yang diangkat adalah legendaris DEWA kesetiaan pada NEGARA dan sebagai simbul KEADILAN! Bukan kekejaman perang yang mengerikan itu, ... sekalipun kalau kita objektif dan berani melihat kenyataan ketika itu dijaman PERANG, bahkan juga bisa dikatakan berlaku sampai sekarang ini dalam menghadapi ancaman agresif negara-asing, bukankah untuk menghindari perang dan mempertahankan PERDAMAIAN, ... setiap NEGARA membutuhkan PANGLIMA PERANG yang tangguh dengan kekuatan bersenjata yang kuat! Kecuali memang hendak terus diperbudak dan dijajah negara asing! Keempat, dari sudut pandang Tionghoa Indonesia yang menurut saya, patut harus menjadi PERHATIAN lebih baik, ... Dari serentetan peristiwa-peristiwa anti-Tionghoa yang pernah terjadi diberbagai daerah di Nusantara ini, sangat JELAS dan NYATA kita masih menghadapi sekelompok orang yang SIRIK, IRI-HATI bahkan menjadi DENGKI dengan keberhasilan Tionghoa, baik dibidang ekonomi apalagi politik! Kejadian yang cukup besar dan serius sudah dialami, setelah kenyataan diantara 200 konglomerat lebih 80% adalah Tionghoa, lalu diprovokasi dengan menyatakan Tionghoa yang tidak lebih dari 3% tapi menguasai lebih 80% ekonomi Indonesia, ... akhirnya dijadikan peletup atau penyulut “kemarahan” massa menimbulkan kerusuhan Mei ‘98. Lalu setelah kita semua memasuki jaman reformasi, dimana ada Tionghoa dalam PILKADA berhasil merebut kiemenangan, mereka berteriak keras-keras, Tionghoa yang sudah menguasai ekonomi negeri ini sekarang mau menguasai politik! Lebih lanjut setelah Ahok berhasil jadi Gubernur DKI-Jakarta dan menunjukkan prestasi yang mengagumkan warga DKI, mereka berteriak lebih keras, negeri ini segera akan dikuasai 9 Naga! Dan akhirnya kerusuhan yang tiada akhirnya, Ahok sendiri harus mengorbankan diri, menerima keputusan pengadilan meringkuk dalam penjara, ... Nampaknya, rentetan peristiwa ini TIDAK atau kurang diperhatikan betul oleh sekelompok Tionghoa! Kenyataan OBJEKTIF dalam masyarakat masih cukup banyak warga yang BELUM bisa menerima Tionghoa sebagai warga Indonesia ASLI! Sekalipun secara UU dan HUKUM sudah! Mereka masih saja berpersepsi, yang NON-Tionghoa itulah warga PRIBUMI, sedang warga Tionghoa TETAP adalah pendatang yang sangat dikuatirkan mengangkangi Indonesia! Menjadi lebih celaka, keberhasilan Tionghoa di Indonesia diberbagai bidang, bukan dijadikan CAMBUK agar mereka yang NON-Tionghoa itu berusaha dan bekerja lebih keras maju, atau mengajak yang Tionghoa untuk maju bersama dan menang bersama! Tapi justru dikuasai perasaan DENGKI dan lebih suka MERUSAK, menarik, melorot dan dengan berbagai upaya mencegah yang Tionghoa maju lebih cepat! Itulah KENYATAAN OBJEKTIF kesadaran masyarakat di Nusantara dimana kita hidup bersama ini, masih begini, ... Lalu? Doronglah, kembangkanlah semangat KEBERSAMAAN, untuk lebih lanjut mengembangkan kehidupan bersama, bekerja bersama, berjuang bersama-sama dalam usaha mewujudkan masyarakat ADIL dan MAKMUR di Indonesia. Sekalipun setiap suku yang ada dan hidup di Nusantara ini, termasuk TIonghoa, boleh-boleh saja, bahkan saya berpendapat, sudah seharusnya TETAP mempertahankan dan memelihara budaya, adat-istiadat mereka masing-masing, ... tapi, selalu ingat yang harus didahulukan dan diutamakan adalah keINDONESIAAN nya. Bukan lebih mendahulukan dan mengutamakan keTionghoaan sendiri saja. Nampaknya, diantara komunitas Tionghoa sampai sekarang juga belum muncul TOKOH politik yang DEWASA dan bijaksana, yang mengerti BETUL keadaan masyarakat yang dihadapi! Masih seenak-udelnya sendiri saja. Seperti tempo hari, beberapa tahun yl di Singkawang, wali-kota yang kebetulan Tionghoa membangun tugu dialun-alun kota dengan patung NAGA! Tidak salah mayoritas kota Singkawang adalah warga Tionghoa, tapi dia lupa masih ada suku Dayak dan suku Melayu yang kenyataan belum bisa terima, ... tidak seharusnya dipaksakan. Artinya, perasaan warga disekitar dimana kita hidup juga harus diperhatikan dan pekerjaan adanya kebersamaan diantara warga yang berbeda itu harus dilakukan dengan SABAR dalam jangka panjang, dan BUKAN sebaliknya disodok atau diprovokasi, ...! Yaaah, mudah2an saja peristiwa patung Kwan Kong di Tuban ini bisa menyadarkan komunitas Tionghoa, ... dan bisa menemukan jalan pemecahan terbaik dengan damai! Pemerintah daerah Tuban juga menemukan kebijakan untuk mengeluarkan IJIN resmi pembangunan patung Dewa Kwan Kong itu dan dengan demikian tidak usah membongkar patung segede itu yang sudah diresmikan, ...! Salam-damai,ChanCT From: Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45] Sent: Tuesday, August 8, 2017 11:33 PM Patung Tuban, Jadi Kontroversi dan Diminta Dirobohkan Ternyata Ini Sosok Mengerikan Panglima Guan Yu | | | | | | | | | | | Patung Tuban, Jadi Kontroversi dan Diminta Dirobohkan Ternyata Ini Sosok Me... 'Patung tersebut tidak ada kaitan sejarah dengan bangsa Indonesia. Masih banyak pahlawan Indonesia atau toko... | | | | Senin, 7 Agustus 2017 21:25 Guan Yu atau Kwan Kong patung yang dibanung di Tuban Jawa Timur SRIPOKU.COM - Dibangunnya patung megah di Tuban menjadi kontroversi dan berbuntut demo oleh masyarakat. Patung Kongco Kwan Sing Tee Koen yang berdiri setinggi 30 meter ini sebetulnya sudah diresmikan awal Juli lalu dan diklaim sebagai patung panglima perang paling tinggi di Asia Tenggara.Idenya dicetuskan oleh pengurus klenteng dengan pendanaan dari seorang donatur asal Surabaya sebesar Rp2,5 miliar. Namun patung itu sendiri ternyata berbuah polemik dan dianggap tidak mengangkat budaya lokal karena Panglima Guan Yu tak berjasa bagi Indonesia. Massa sendiri melakukan unjuk rasa agar patung itu dirobohkan. Aksi protes patung panglima perang Tiongkok di Tuban oleh massa LSM Surabaya(KOMPAS.com/Achmad Faizal) () Seperti dikutip dari Kompas.com, Massa dari gabungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Surabaya menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Timur Surabaya, Senin (7/8/2017).Mereka meminta patung dewa Kongco Kwan Sing Tee Koen di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, Jawa Timur, segera dirobohkan.Didik Muadi, korlap aksi, menilai, patung setinggi lebih dari 30 meter yang berdiri megah menghadap ke laut tersebut tidak pantas berada di negara Indonesia."Patung tersebut tidak ada kaitan sejarah dengan bangsa Indonesia. Masih banyak pahlawan Indonesia atau tokoh pejuang daerah yang lebih pantas dijadikan patung di Tuban," tandasnya.Dia juga menyebut, berdirinya patung tersebut tidak memiliki izin bangunan. Karena itu, dia mendesak pemerintah daerah setempat segera mengambil tindakan tegas kepada patung tersebut.Namun tahukah jika Kongco Kwan Sing Tee Koen atau dikenal Guan Yu merupakan jenderal perang.Kongco Kwan Sing Tee Koen bernama asli Guan Yunchang atau Kwan Yintiang.Dia juga dikenal sebagai Guan Yu, Kwan Kong, Guan Gong atau Kwan Ie. Istimewa / Patung Yang Mulia Kwan Sing Tee Koen setinggi tiga puluh meter akan menjadi yang tertinggi se-Asia Tenggara berasa di Tuban () Dilansir dari Wikipedia, Guan Yu merupakan jenderal utama Negara Shu Han, ia bersumpah setia mengangkat saudara dengan Liu Bei (kakak tertua) dan Zhang Fei (adik terkecil).Ia lahir di Kabupaten Jie, wilayah Hedong yang sekarang bernama Kota Yuncheng, Provinsi Shanxi). Namanya mulai harum di seluruh dataran Tiongkok setelah berhasil mengalahkan pasukan Kekaisaran Wei di bawah pimpinan Raja Cao Cao.Ketua Umum Klenteng Kwan Sing Bio, Gunawan Putra Wirawan mengatakan Guan Yu merupakan simbol Dewa Keadilan, bukan panglima perang.Ada dua makna yang melekat dalam Guan Yu; kesetiaan dan bijaksana. Begini kisahnya Pada masa Pemberontakan Sorban Kuning, tepatnya tahun 188, tiga orang rakyat jelata bertemu di kabupaten Zhuo.Mereka adalah Liu Bei, Guan Yu dan Zhang Fei, yang memiliki hasrat yang sama untuk berjuang membela negara dan mengembalikan ketentraman bangsa Tiongkok yang sedang bergejolak.Tak lama, mereka bertiga bersumpah sehidup semati untuk menjadi saudara di kebun persik yang terletak di halaman belakang rumah milik Zhang Fei.Liu Bei sebagai kakak tertua, diikuti dengan Guan Yu dan Zhang Fei.Guan Yu bertempur bersama Liu Bei dan Zhang Fei dalam menumpas Pemberontakan Sorban Kuning. Tak lama, semenjak negeri Tiongkok dikuasai oleh Dong Zhuo, Liu Bei dan kedua saudaranya bergabung dalam angkatan perang Gongsun Zan. Gongsun sendiri saat itu ikut dalam suatu koalisi penguasa daerah yang menentang Dong Zhuo.Dong menempatkan Hua Xiong untuk menjaga celah Sishui. Hua Xiong seakan tidak terkalahkan setelah membunuh 4 perwira pasukan koalisi, yaitu Bao Zhong, Zu Mao, Yu Shen dan Pan Feng. Guan Yu yang hanya seorang pemanah berkuda menawarkan diri untuk mengalahkan Hua Xiong.Saat tak ada pemimpin koalisi yang percaya, Guan Yu berjanji untuk memberikan kepalanya apabila gagal. Guan Yu kembali dengan kepala Hua Xiong saat anggur merah–yang dituang Cao Caosebelum Guan Yu pergi–masih hangat.Dikenal sebagai seorang jendral yang tangguh, Guan Yu dibujuk Cao Cao untuk menjadi pengikutnya saat ketiga bersaudara tercerai berai karena kejatuhan Xuzhou dan Xiapi. Zhang Liao, seorang jendral Cao Cao dan kawan lama Guan Yu mencoba membujuk sang jendral untuk menyerah. Guan Yu bersedia atas dasar 3 kondisi :Guan Yu takluk kepada kekaisaran Han, bukan kepada Cao Cao. IST/ Guan Yu () Cao Cao dengan gembira menyanggupinya. Bahkan Guan Yu diberi banyak hadiah, yang hampir semuanya ia kembalikan ke Cao Cao kecuali kuda merah, kuda andalan yang sebelumnya dimiliki oleh Lu Bu.Saat bertempur melawan Yuan Shao di Pertempuran Baimajin, Cao Cao menugaskan Guan Yu untuk melawan 2 jendral besar Yuan, yaitu Yan Liang dan Wen Chou.Guan berhasil membinasakan keduanya dan mengakibatkan hubungan Yuan Shao dan Liu Bei–yang saat itu berlindung pada Yuan Shao–memburuk.Liu Bei akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Yuan Shao. Pada saat yang bersamaan, Guan Yu yang mengetahui di mana Liu Bei memutuskan meninggalkan Cao Cao dan melakukan perjalanan untuk bertemu saudaranya.Cao Cao tak dapat menahannya dan akhirnya membiarkan Guan Yu pergi.Dalam perjalanan tersebut, Guan Yu semakin terkenal karena ia berhasil melewati 5 kota Cao Cao dan membunuh 6 perwira yang menghalanginya.Diawali dengan mengawal kereta yang membawa kedua isteri Liu Bei melewati celah Dongling (sekarang: FengFeng, provinsi Henan)Guan dihentikan oleh Kong Xiu yang menolak memberi izin tanpa surat resmi dari Cao Cao. Guan Yu tak memiliki pilihan lain selain membunuhnya.Selama perjalanan tersebut, Guan Yu juga berhadapan dengan Xiahou Dun yang tetap tidak ingin memberi jalan pada Guan Yu sampai Zhang Liao menyampaikan padanya pesan Cao Cao untuk mengizinkan Guan Yu pergi. Saat itu Liu Bei sudah pindah ke Runan.Di akhir perjalanan, Guan Yu bertemu Zhang Fei yang murka pada Guan Yu karena menduga ia telah berkhianat.Guan akhirnya bisa membuktikan dengan mengalahkan Cai Yang yang mengejarnya demi membalaskan dendam atas terbunuhnya Qin Qi, keponakannya. (**) #yiv7133737242 #yiv7133737242 -- #yiv7133737242ygrp-mkp {border:1px solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mkp #yiv7133737242hd {color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 0;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mkp #yiv7133737242ads {margin-bottom:10px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mkp .yiv7133737242ad {padding:0 0;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mkp .yiv7133737242ad p {margin:0;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mkp .yiv7133737242ad a {color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-sponsor #yiv7133737242ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-sponsor #yiv7133737242ygrp-lc #yiv7133737242hd {margin:10px 0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-sponsor #yiv7133737242ygrp-lc .yiv7133737242ad {margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv7133737242 #yiv7133737242actions {font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv7133737242 #yiv7133737242activity {background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242activity span {font-weight:700;}#yiv7133737242 #yiv7133737242activity span:first-child {text-transform:uppercase;}#yiv7133737242 #yiv7133737242activity span a {color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv7133737242 #yiv7133737242activity span span {color:#ff7900;}#yiv7133737242 #yiv7133737242activity span .yiv7133737242underline {text-decoration:underline;}#yiv7133737242 .yiv7133737242attach {clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 0;width:400px;}#yiv7133737242 .yiv7133737242attach div a {text-decoration:none;}#yiv7133737242 .yiv7133737242attach img {border:none;padding-right:5px;}#yiv7133737242 .yiv7133737242attach label {display:block;margin-bottom:5px;}#yiv7133737242 .yiv7133737242attach label a {text-decoration:none;}#yiv7133737242 blockquote {margin:0 0 0 4px;}#yiv7133737242 .yiv7133737242bold {font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv7133737242 .yiv7133737242bold a {text-decoration:none;}#yiv7133737242 dd.yiv7133737242last p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv7133737242 dd.yiv7133737242last p span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv7133737242 dd.yiv7133737242last p span.yiv7133737242yshortcuts {margin-right:0;}#yiv7133737242 div.yiv7133737242attach-table div div a {text-decoration:none;}#yiv7133737242 div.yiv7133737242attach-table {width:400px;}#yiv7133737242 div.yiv7133737242file-title a, #yiv7133737242 div.yiv7133737242file-title a:active, #yiv7133737242 div.yiv7133737242file-title a:hover, #yiv7133737242 div.yiv7133737242file-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv7133737242 div.yiv7133737242photo-title a, #yiv7133737242 div.yiv7133737242photo-title a:active, #yiv7133737242 div.yiv7133737242photo-title a:hover, #yiv7133737242 div.yiv7133737242photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv7133737242 div#yiv7133737242ygrp-mlmsg #yiv7133737242ygrp-msg p a span.yiv7133737242yshortcuts {font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv7133737242 .yiv7133737242green {color:#628c2a;}#yiv7133737242 .yiv7133737242MsoNormal {margin:0 0 0 0;}#yiv7133737242 o {font-size:0;}#yiv7133737242 #yiv7133737242photos div {float:left;width:72px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242photos div div {border:1px solid #666666;min-height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242photos div label {color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242reco-category {font-size:77%;}#yiv7133737242 #yiv7133737242reco-desc {font-size:77%;}#yiv7133737242 .yiv7133737242replbq {margin:4px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-actbar div a:first-child {margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mlmsg {font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mlmsg select, #yiv7133737242 input, #yiv7133737242 textarea {font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mlmsg pre, #yiv7133737242 code {font:115% monospace;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mlmsg * {line-height:1.22em;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-mlmsg #yiv7133737242logo {padding-bottom:10px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-msg p a {font-family:Verdana;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-msg p#yiv7133737242attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-reco #yiv7133737242reco-head {color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-reco {margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-sponsor #yiv7133737242ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-sponsor #yiv7133737242ov li {font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-sponsor #yiv7133737242ov ul {margin:0;padding:0 0 0 8px;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-text {font-family:Georgia;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-text p {margin:0 0 1em 0;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv7133737242 #yiv7133737242ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none !important;}#yiv7133737242