[e-Konsel] Paskah -- Edisi 406/Maret 2018

2018-03-13 Terurut Topik e-Konsel
Title: 
   e-Konsel -- Paskah -- Edisi 406/Maret 2018
  











  

  
e-Konsel -- Paskah -- Edisi 406/Maret 2018
  

  

 


  

  

  

  



  

  
Publikasi Elektronik Konseling Kristen

  

  
Paskah
  


  
  
Edisi 406/Maret 2018
  
  

  

  

  

 


  

  

Salam konseling,
Saat ini, kita memasuki masa-masa persiapan untuk merayakan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Apa saja yang dapat kita lakukan sebagai persiapan hati untuk memaknai dengan benar dua peristiwa agung tersebut? Salah satunya dengan menyediakan waktu untuk membaca firman Tuhan seputar kematian dan kebangkitan Kristus. Kita juga dapat membaca renungan-renungan Alkitab, seperti yang kami sajikan dalam edisi ini.
Paskah memang identik dengan pengampunan, suatu hal yang juga menjadi ciri khas orang percaya. Dalam edisi e-Konsel Maret ini, kita akan merenungkan bersama mengenai belas kasih Yesus terhadap manusia yang berdosa melalui teladan-Nya dalam hal mengampuni. Apakah pada masa Paskah ini, kita sedang bergumul dengan masalah pengampunan? Apakah kita sedang menunggu kesiapan kita untuk mengampuni seseorang? Apakah kita baru dapat mengampuni ketika masa-masa konflik dengan sesama sudah berlalu? Hal-hal ini yang akan kita akan renungkan dalam renungan e-Konsel edisi ini. Kiranya refleksi mengenai pengampunan ini tidak hanya kita lakukan ketika Paskah.
Redaksi e-Konsel mengucapkan, "Selamat Paskah 2018! Kita mengampuni karena kita sudah terlebih dahulu diampuni-Nya." Amin.

  

  

  
  
Redaksi e-Konsel,Markus Seno
  

  


  

  




  

  


  RENUNGAN PASKAH
  Bapa, Ampunilah Mereka

Dialog pada Jumat pagi itu terasa pahit.
Dari orang-orang yang melihat, "Jika Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!"
Dari para pemimpin Yahudi, "Ia menyelamatkan orang lain, tetapi Ia tidak dapat menyelamatkan diri-Nya sendiri."
Dari para prajurit, "Jika Engkau adalah Raja orang Yahudi, selamatkan diri-Mu."
Dari semua kejadian di sekitar salib, ini yang paling membuat saya marah. Saya bertanya kepada diri sendiri, orang-orang macam apa yang mengolok-olok orang yang sedang sekarat? Siapa yang begitu rendah untuk menuangkan garam cemoohan pada luka terbuka? Betapa rendah dan jahatnya mencemooh orang yang sedang dipenuhi rasa sakit.
Kata-kata yang dilemparkan hari itu dimaksudkan untuk melukai. Ditambah lagi, tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kata-kata yang disengaja untuk menyakiti.



  

  



Jika Anda telah menderita atau sedang menderita karena kata-kata orang lain, Anda akan senang mengetahui bahwa ada pengobatan untuk luka ini. Renungkan kata-kata dari 1 Petrus 2:23 ini: "Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil."
Apakah Anda melihat apa yang tidak dilakukan Yesus? Ia tidak membalas. Ia tidak menggigit balik. Ia tidak berkata, "Awas kamu!" "Kemarilah dan katakan itu di hadapan-Ku!" "Tunggu saja sampai hari kebangkitan, Bung!" Tidak, pernyataan-pernyataan tersebut tidak keluar dari mulut Kristus.
Apakah Anda melihat apa yang Yesus lakukan? Ia menyerahkannya kepada Dia yang menghakimi dengan adil. Lebih sederhananya, Ia menyerahkan penghakiman kepada Allah. Ia tidak mengambil alih tugas untuk membalas dendam. Ia tidak menuntut permintaan maaf. Ia tidak menyewa pemburu bayaran dan tidak mengirim pengawal. Sebaliknya, secara mencengangkan, Ia justru berbicara untuk membela mereka, "Bapa, ampuni mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34)
"Mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Ketika Anda memikirkannya, mereka memang tidak tahu. Mereka sama sekali tidak tahu apa yang mereka lakukan. Mereka adalah massa yang berpikiran kacau, marah pada sesuatu yang tidak bisa mereka lihat sehingga mereka semua melampiaskannya pada Tuhan. Akan tetapi, mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.



  

  



Ya, dialog pada Jumat pagi itu terasa pahit. Kata-kata yang keras itu dimaksudkan untuk menyengat. Bagaimana Yesus, dalam kondisi tubuh yang didera rasa sakit, mata yang tidak bisa melihat karena tertutup darah-Nya sendiri, dan paru-paru yang membutuhkan udara, dapat b

[e-Konsel] Paskah -- Edisi 406/Maret 2018

2018-03-13 Terurut Topik e-Konsel
Title: 
   e-Konsel -- Paskah -- Edisi 406/Maret 2018
  











  

  
e-Konsel -- Paskah -- Edisi 406/Maret 2018
  

  

 


  

  

  

  



  

  
Publikasi Elektronik Konseling Kristen

  

  
Paskah
  


  
  
Edisi 406/Maret 2018
  
  

  

  

  

 


  

  

Salam konseling,
Saat ini, kita memasuki masa-masa persiapan untuk merayakan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Apa saja yang dapat kita lakukan sebagai persiapan hati untuk memaknai dengan benar dua peristiwa agung tersebut? Salah satunya dengan menyediakan waktu untuk membaca firman Tuhan seputar kematian dan kebangkitan Kristus. Kita juga dapat membaca renungan-renungan Alkitab, seperti yang kami sajikan dalam edisi ini.
Paskah memang identik dengan pengampunan, suatu hal yang juga menjadi ciri khas orang percaya. Dalam edisi e-Konsel Maret ini, kita akan merenungkan bersama mengenai belas kasih Yesus terhadap manusia yang berdosa melalui teladan-Nya dalam hal mengampuni. Apakah pada masa Paskah ini, kita sedang bergumul dengan masalah pengampunan? Apakah kita sedang menunggu kesiapan kita untuk mengampuni seseorang? Apakah kita baru dapat mengampuni ketika masa-masa konflik dengan sesama sudah berlalu? Hal-hal ini yang akan kita akan renungkan dalam renungan e-Konsel edisi ini. Kiranya refleksi mengenai pengampunan ini tidak hanya kita lakukan ketika Paskah.
Redaksi e-Konsel mengucapkan, "Selamat Paskah 2018! Kita mengampuni karena kita sudah terlebih dahulu diampuni-Nya." Amin.

  

  

  
  
Redaksi e-Konsel,Markus Seno
  

  


  

  




  

  


  RENUNGAN PASKAH
  Bapa, Ampunilah Mereka

Dialog pada Jumat pagi itu terasa pahit.
Dari orang-orang yang melihat, "Jika Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!"
Dari para pemimpin Yahudi, "Ia menyelamatkan orang lain, tetapi Ia tidak dapat menyelamatkan diri-Nya sendiri."
Dari para prajurit, "Jika Engkau adalah Raja orang Yahudi, selamatkan diri-Mu."
Dari semua kejadian di sekitar salib, ini yang paling membuat saya marah. Saya bertanya kepada diri sendiri, orang-orang macam apa yang mengolok-olok orang yang sedang sekarat? Siapa yang begitu rendah untuk menuangkan garam cemoohan pada luka terbuka? Betapa rendah dan jahatnya mencemooh orang yang sedang dipenuhi rasa sakit.
Kata-kata yang dilemparkan hari itu dimaksudkan untuk melukai. Ditambah lagi, tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kata-kata yang disengaja untuk menyakiti.



  

  



Jika Anda telah menderita atau sedang menderita karena kata-kata orang lain, Anda akan senang mengetahui bahwa ada pengobatan untuk luka ini. Renungkan kata-kata dari 1 Petrus 2:23 ini: "Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil."
Apakah Anda melihat apa yang tidak dilakukan Yesus? Ia tidak membalas. Ia tidak menggigit balik. Ia tidak berkata, "Awas kamu!" "Kemarilah dan katakan itu di hadapan-Ku!" "Tunggu saja sampai hari kebangkitan, Bung!" Tidak, pernyataan-pernyataan tersebut tidak keluar dari mulut Kristus.
Apakah Anda melihat apa yang Yesus lakukan? Ia menyerahkannya kepada Dia yang menghakimi dengan adil. Lebih sederhananya, Ia menyerahkan penghakiman kepada Allah. Ia tidak mengambil alih tugas untuk membalas dendam. Ia tidak menuntut permintaan maaf. Ia tidak menyewa pemburu bayaran dan tidak mengirim pengawal. Sebaliknya, secara mencengangkan, Ia justru berbicara untuk membela mereka, "Bapa, ampuni mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34)
"Mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Ketika Anda memikirkannya, mereka memang tidak tahu. Mereka sama sekali tidak tahu apa yang mereka lakukan. Mereka adalah massa yang berpikiran kacau, marah pada sesuatu yang tidak bisa mereka lihat sehingga mereka semua melampiaskannya pada Tuhan. Akan tetapi, mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.



  

  



Ya, dialog pada Jumat pagi itu terasa pahit. Kata-kata yang keras itu dimaksudkan untuk menyengat. Bagaimana Yesus, dalam kondisi tubuh yang didera rasa sakit, mata yang tidak bisa melihat karena tertutup darah-Nya sendiri, dan paru-paru yang membutuhkan udara, dapat b