Pak Rovicky,
 
Pembuat kontrak memang Migas, tetapi saat penyusunannya sudah melibatkan
banyak pihak termasuk BPMIGAS. BPMIGAS pun sudah terlibat dari awal,
termasuk pada saat blok akan ditenderkan (regular tender) atau blok
diminta calon investor (direct offer). 
 
Semacam yang dipakai Malaysia sekarang itu pernah dipakai sistem PSC
Indonesia pada periode sejak ada PSC sampai 31 Desember 1975. Sampai 31
Desember 1973, sistem cost recovery (pengembalian biaya) ditetapkan
maksimum setiap tahunnya adalah sebesar 40 % setara dengan pengambilan
(lifting) dan penjualan nilai produksi, serta rental moveable assets.
 
Lalu, dua tahun berikutnya (1 Januari 1974-31 Desember 1975) dasar cost
recovery ditetapkan maksimum setiap tahunnya adalah 40 % setara dengan
lifting dan penjualan nilai produksi, tetapi dibebaskan dari pembayaran
rental moveable assets.
 
1 Januari 1976 sampai sekarang, persentase cost recovery per tahun
adalah maksimal 100 % terhadap nilai produksi tahunan, namun kapital
asset didasarkan atas penyusutan.
 
Mengapa berubah2 begitu, ini berhubungan dengan fluktuasi harga minyak
dunia dan efeknya terhadap pendapatan Negara. Saya pikir kita pun masih
sangat terbuka untuk mengubah sistem cost recovery sekarang sebab harga
minyak dunia sekarang tak lagi dalam trend tahun 1976, tentu saja.
 
Tahun lalu, kami membandingkan sistem kontrak di 21 negara anggota OPEC
dan negara2 Asia non-OPEC. Untuk soal cost recovery, perbandingan "apple
to apple" bisa dilakukan atas 13 negara.  Cost Recovery adlah untuk
operating expenditure (OPEX) and/or capital expenditure (CAPEX),
hasilnya :  no limit/100% (dianut 4 negara, termasuk Indonesia), sliding
scale 30-40% (2 negara), maximum five years (1 negara), up to 50-62% (2
negara), negotiable (1 negara), 35-50% (2 negara) and  maximum 70% (1
negara). Terbukti bahwa umumnya negara2 menganut sistem cost recovery
yang limited.
 
Salam,
awang
 
-----Original Message-----
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, March 27, 2007 9:51 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] BPMIGAS: 2.444 Lowong untuk GGE
 
Pak Awang sangat menarik kalimat terakhirnya dengan rumus jempol -->
"Rule of thumb-nya : G & A tak boleh melebihi 10 % dari total budget."
Tapi masih ada kemungkinan jempolnya ditekuk, bugdetnya yang dinaikin
... upst sorry :)
Nah untuk mengantisipasi hal ini, "sistem kontrol" apa lagi yang masih
dilakukan untuk menekan budget yg masuk kategori (cost) ? 
Setahu saya (correct me if ia am wrong) ... Cost ini toh akhirnya akan
masuk CR (Cost recovery) ...Apakah ada pembatasan dalam angka cost ini
dalam memproduksi migas. Apakah ada ANGKA dalam kontrak PSC. Kalau ngga
salah di Malaysia angka CR ini dikontrol sehingga maksimum sekian persen
dari revenue. Adakah hal semacam ini di PSC Indonesia ? CR akan
bergantung dari angka yg sudah ditentukan ini. Sehingga tercipta
"otomatisasi efisiensi". Pak Awang dkk ndak perlu repot. 
Mungkin isi kontrak ini bukan wewenang BPMIGAS karena pembuat draft
kontrak PSCnya MIGAS, kan ? 
thx

RDP
On 3/27/07, Awang Harun Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Pak Yanto,
 
Dalam prinsip accounting blok produksi, gaji tenaga GGE termasuk dalam
G&A, sedangkan yang belum berproduksi masuk ke Exploration
Administration. G&A bisa tinggi karena merupakan komponen cost personel
dan semua fasilitasnya, sewa gedung dan semua fasilitas kantor, dan
semua pengeluaran "lain-lain" (termasuk public relation) yang tidak bisa
dimasukkan ke pos lain. Perlambatan perizinan bisa dimasukkan ke dua pos
: G & A atau proyek berhubungan. Izin lokasi pemboran atau seismik yang
terlambat sehingga menimbulkan biaya, misalnya,  bisa dimasukkan ke
dalam cost proyek bor atau seismik (di luar G & A). Pada saat budget
meeting, G & A yang tinggi akan selalu mengundang pertanyaan, dan kami
selalu meminta klarifikasi serta perinciannya. 
Salam,
awang
 
-----Original Message-----
From: Yanto Salim [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, March 27, 2007 7:08 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] BPMIGAS: 2.444 Lowong untuk GGE
 
Pak Awang,
 
Menarik sekali melihat distribusi expenditure tahun 2005, apakah gaji G
& G dan engineering termasuk dalam G & A?
G&A disini digambarkan sebesar 224% dari biaya explorasi. Faktor apa
saja yang membuat G&A sangat tinggi , mungkinkah adanya kegiatan Public
Relation, yang saat ini makin keren dan berkembang dilingkungan Migas?. 
 
Apakah ada studi khusus yang menyelidiki biaya tidak langsung yang
membuat expenditure naik, seperti misalnya berapa biaya yang harus
dikeluarkan karena delaynya perijinan atau approval baik didaerah maupun
tingkat pusat?.
 
Salam 
 
Yanto Salim.  
 
  _____  

From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, March 26, 2007 11:44 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] BPMIGAS: 2.444 Lowong untuk GGE
 
Ini catatan saya untuk realisasi expenditure tahun 2005 (yang 2006 belum
semuanya terekapitulasi): 
 
eksplorasi : 204 juta USD
development : 1413 juta USD
produksi : 3172 juta USD
general administration : 457 juta USD
 
Gaji karyawan nasional dan asing termasuk di dalam komponen general
admin. tersebut. Total expenditure : 5246 juta USD. Sangat menyedihkan
bahwa expenditure eksplorasi tak sampai 4 %. Bagaimana mau menemukan
ladang migas baru kalau pelit begitu mengeluarkan dana untuk eksplorasi
?  Makin menyedihkan lagi bahwa dana untuk kegiatan produksi yang
menyita 60 % expenditure, ternyata tak mampu menambah produksi minyak,
bahkan produksi 2006 hanya 95 % dari produksi 2005.
 
Ayo galakkan eksplorasi !
 
awang
 

 
 

Kirim email ke