Ada beberapa hal lain yang menarik untuk dibicarakan:

(1) Karena peta, tabel atau bentuk lainnya diterbitkan oleh IAGI, maka secara legal 
menjadi tanggung jawab IAGI dalam hal keseluruhan informasi itu termasuk segi 
ke-ilmiah-annya. Saya kira akan aneh sekali kalau ada keberatan atau pertanyaan dari 
pembaca, maka IAGI harus memanggil sumber data/informasi itu untuk menjawabnya. Atau 
barangkali IAGI akan menempuh cara bahwa semua informasi dan data yang disajikan bukan 
sepenuhnya tanggung jawab IAGI. IAGI hanya mengumpulkan dan menerbitkan saja. Kalau 
ini yang akan ditempuh, maka kelihatannya 'kurang etis' kalau dilihat dari sisi 
perlindungan konsumen. Tanggung jawab profesi sebaiknya diperlihatkan.

(2) Soal ke-ilmiah-an ini bisa menjadi relatif. Kalau dipresentasikan dalam forum 
ilmiah, barangkali sudah cukup, tapi ini pun harus sudah mendapatkan 
tanggapan/pengujian yang signifikan. Kalau forum ilmiah itu hanya berjalan 'satu 
arah', maka koreksinya bisa tidak berjalan, karena tanggapan dari forum cenderung 
tidak tercatat atau diperhatikan.

(3) Sekalipun data/informasi diambil dari laporan perusahaan, bisa saja data yang 
digunakan atau analisa yang dikerjakan oleh perusahaan tersebut tidak memenuhi 
metodologi yang 'benar', misal dalam hal kasus Busang. Bagaimana kalau kasus Busang 
tidak terungkap, maka informasi yang dirilis oleh perusahaan itu 'dianggap benar' ??? 
Oleh karena itu pengujian atau second or third opinion menjadi penting.

Kesimpulannya, pengujian ilmiah tetap diperlukan terutama untuk menjaga dan 
meningkatkan kredibilitas IAGI itu sendiri. Diskusi bisa dikembangkan untuk melihat 
sampai seberapa jauh pengujian itu perlu dilakukan untuk data-data tertentu. Bentuk 
pengujian bisa dalam bentuk forum diskusi, analisa batuan, verifikasi ke lapangan, 
dsb. Oleh karena itu pekerjaan ini sebaiknya dimasukkan ke dalam proyek pemerintah 
atau cari sponsor sendiri sehingga tersedia anggaran yang cukup. Kenapa ?? Karena 
Pemda-pemda ikut menikmati hasil karya IAGI ini dan konsumen lain akan merasa 
dilindungi oleh IAGI dengan mendapatkan data/informasi yang 'benar'. 
Keputusan-keputusan penting yang akan diambil oleh Pemda dan masyarakat luas (termasul 
LSM) bisa mengacu pada hasil karya ini. Kita tidak bisa membayangkan kalau keputusan 
penting Pemda dan perdebatan sengit antara Pemda dan LSM mengacu pada informasi yang 
'salah' pada peta IAGI ??? Lebih dari itu, kita tidak dapat membayangkan kalau 
informasi yang 'salah' itu baru ditemukan dalam forum pembuktian di pengadilan, 
misalnya dalam suatu kasus tertentu ?? Semoga tidak tejadi. Cuma menakut-nakuti 
................ ????

Just a thought dan semoga ada manfaatnya.

Ada komentar dari yang lain ????

Thanks. Iman

 -----Original Message-----
From:   Sukmandaru Prihatmoko [mailto:[EMAIL PROTECTED]] 
Sent:   Wednesday, July 24, 2002 8:45 AM
To:     [EMAIL PROTECTED]
Subject:        [iagi-net-l] Re: [iagi-net] Diskusi Pertambangan 3 - Ilmiah

Pak Iman,

Terima kasih atas komentarnya yang "sedikit" tapi mendalam terutama ttg
pokok pikiran 1.

Dalam rangkuman diskusi kita sebut bahwa IAGI "perlu menampilkan informasi
baik dalam bentuk peta, tabel, ataupun bentuk lain yang bisa
dipertanggung-jawabkan nilai ke-ilmiahannya". Maksudnya dalam berbicara
kekayaan mineral Indonesia, IAGI akan selalu mengacu pada data-data "ilmiah"
yang bisa diperoleh dari hasil penelitian perusahaan, ataupun instansi
lainnya, dan bukanlah IAGI yang harus melakukan verifikasi atau bahkan
mengumpulkan datanya di lapangan.

Mengenai "ilmiah" sendiri menurut saya kalau "suatu data atau pernyataan
dikeluarkan/dipublikasikan berdasarkan hasil penelitian yang telah mengikuti
kaidah-kaidah sesuai disiplin ilmunya" itu boleh dianggap bernilai ilmiah.
Ukurannya kalau kita tidak bisa memverifikasinya ke sumber data adalah bahwa
data/pernyataan tersebut dikeluarkan melalui publikasi ilmiah (jurnal,
majalah dsb). Adakah komentar tentang ini, untuk pencerahan?
...........bagaimana kalau data tsb dikeluarkan di press rilis lewat
website, koran dsb.

Informasi mengenai sumberdaya mineral yang komprehensif memang ada tapi
setahu saya tidak di update (Komisi Database IAGI (Pak Aria) mungkin bisa
kasih komentar). Jadi idenya kalau kita punya ini, kalau IAGI berbicara ttg
sumberdaya mineral akan ada pijakannya.

Komentar ttg 2a, 2b, dan 2c cukup jelas, jadi saya tidak perlu  balik
komentar lagi.

Salam - Daru

----- Original Message -----
From: "Argakoesoemah, Iman" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, July 23, 2002 7:55 AM
Subject: [iagi-net] RE: [iagi-net-l] Diskusi Pertambangan 3


Ada sedikit komentar :

Untuk pokok pikiran nomor 1:

(1) kemungkinan ada perulangan pekerjaan apabila ini dilakukan oleh IAGI;
Departemen Pertambangan dan Direktorat Geologi Bandung mungkin sudah punya
banyak informasi dan data.
(2) perlu waktu yang lama apabila nilai ke-ilmiah-an-nya di bahas satu per
satu, karena informasinya mungkin tidak lengkap dan perlu penelitian ke
lapangan untuk mem-verifikasi data yang ada.
(3) pertanggung-jawaban ilmiah tidak bia sepenuhnya diserahkan kepada IAGI,
karena IAGI bukan lembaga untuk 'mem-validasi' data ilmiah.
(4) data atau informasi yang dipakai oleh IAGI harus valid, kalau tidak,
maka kredibilitas IAGI bisa 'tumbang' di mata masyarakat luas.
(5) dan seterusnya, bisa ditambahkan di sini.

Barangkali ada baiknya dan perlu ada standarisasi ke-ilmiah-an data atau
informasi untuk dijadikan titik pijak mengingat begitu banyaknya variasi
data yang bisa terkumpul. Sumber data itu-pun sangat luas variasinya, bisa
mulai dari tesis mahasiswa, bulletin/majalah, riset dosen, hasil penelitian
lembaga di luar negeri, dst. Kalau IAGI bisa melakukan klasifikasi
ke-ilmiah-an, maka kita bisa melihat data-data dari aspek ke-akuratannya,
paling tidak kita punya kerangka P90, P50, dan P10-nya.

Untuk nomor 2a : Kalau tidak salah, lembaga yang bisa melakukan 'judicial
review', yaitu Mahkamah Agung. Di sini barangkali IAGI bisa mempelopori
untuk mengajukan proposal 'judicial review' kepada MA, tapi apakah IAGI
punya 'lawyer' yang bisa dan berpengalaman melakukan ini ? Kalau kita
mengambil akhli hukum dari luar, siapa yang menanggung biayanya. Lagi pula
MA belum tentu 'bersedia' melakukan pekerjaan itu mengingat kesibukan dan
unsur politis yang melekat.

Untuk nomor 2b : Hanya bisa diselesaikan antar departemen di pemerintah
termasuk DPR yang melegalisirnya. Di sini unsur politis dan 'finansial' bisa
sangat berperan, tapi barangkali IAGI bisa menjembatani diskusi antar dua
kubu politik tersebut (baca : pemerintah dan DPR).

Untuk nomor 2c : Itu salah satu pekerjaan IAGI sebagai salah satu tanggung
jawab lembaga profesi

Dari semuanya itu, nomor 2a dan 2b yang paling menentukan, karena punya
dampak langsung dan cepat. Hasil yang terlihat dari pekejaan nomor 2c bisa
'tidak terhingga', artinya tidak bisa diukur secara cepat tapi punya efek
'multiplier' yang sangat luas.

Just a thought.

Thanks. Iman




---------------------------------------------------------------------

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

=====================================================================

Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention

September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA





---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
=====================================================================
Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention
September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA

Kirim email ke