Pak Liamsi,

Terima kasih atas tanggapannya. Dengan diskusi, kita bisa membuka mata untuk 
memajukan industri oil and gas yang sekarang makin lama makin terpuruk karena 
kelakuan dan perbuatan kita sendiri, nothing else.

Mengutib email Anda: "PLN seperti Pertamina hanyalah sbg. operator dalam hal 
listrik dan BBM (BBM bersubsidi), bukan sbg, pembuat kebijakan kenapa PLN 
maunya harga belinya murah, karena PLN harus menjual produknya (listrik) dgn, 
harga yang ditentukan oleh Pemerintah (karena UUnya bilang begitu) shg. PLN 
tidak bisa menjual listriknya sesuai keekonomiannya PLN (ada mekanisme subsidi 
listrik dan besarnya subsidi dintentukan Pemerintah dgn DPR) akibatnya PLN 
tidak bisa membeli energi primer (gas,uap geothermal) dgn harga nantinya dapat 
berakibat menaikkan subsidi yang telah dipatok oleh Pemerintah dan DPR tsb."   

Disini Anda katakan bahwa PLN mau harga belinya murah untuk energi primer 
(gas,uap geothermal). Kenyataan tidak demikian. PLN ternyata beli dan impor 
diesel dengan harga tinggi untuk pembangkit listriknya, namun  tidak rela bayar 
harga yang sama/wajar berdasarkan caloric value kepada K3S untuk gas atau uap 
geothermal produksi dalam negeri. Seandainya energi primer (gas,uap geothermal) 
diberikan harga sama seperti kalau import minyak diesel, K3S otomatis akan giat 
melakukan eksplorasi.   

Demikian juga dengan pembelian LNG. PLN rela membeli LNG Badak dengan harga 
mahal yang tadinya akan dijual ke Taiwan dengan harga $17/mmbtu. LNG adalah 
energi mahal sekali karena harus di compress dari 600 m3 menjadi 1m3 dengan 
mendinginkan minus 161 degree celcius, diangkut ke Jakarta dengan kapal khusus 
dan diregass oleh perusahaan swasta sebelum dipakai di PLN Muara Karang. LNG 
Badak dan PLN adalah milik Pemerintah, mengapa regassing dilewatkan swasta? 
Termasuk transpor, biaya regassing, dan keuntungan swasta, PLN diperkirakan 
membayar diatas $21/mmbtu. 

Sedangkan marginal gas field di South Sumatra (termasuk CBM) dan di Jawa Barat, 
masih cukup banyak, tapi karena hanya dihargai PLN $3-5/mmbtu, K3S tidak 
bergairah untuk melakukan eksplorasi. Seandainya K3S ditawari PLN dengan harga 
$21/mmbtu untuk gasnya, sama dengan harga beli LNG, pasti eksplorasi akan 
berkembang dan infrastruktur gas akan dibangun untuk delivery Muara Karang 


Salam,

HL Ong

-----Original Message-----
From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of 
lia...@indo.net.id
Sent: Tuesday, January 3, 2017 11:39 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Pentingny IAGI membantu Pemerintah


Trima kasih Pak Pak Ong atas pencerahannya , millist nya IAGI menjadi
bangun lagi dari tidurnya ... ramai lagi....

Kalau diperhatikan sepanjang waktu akhir akhir ini sdh banyak sekali
masukan untuk sektor energy baik dari sisi hulu maupun hilirnya dari
berbagai organisasi profesi maupun asosiasi yg kalau di ambil garis
besarnya menyangkut persoalan persoalan terkait dg investasi di sektor
energi spt  masalah Perijinan , Tumpang tindih lahan ,
Keuangan/Perpajakan/incentif , soal Tarif / harga , soal Lingkungan , soal
otonomi daerah ( kewenangan daerah), sampai soal Kepastian Hukum.

Pertanyaanya Kenapa persoalannya tdk selesai selesai selalu berkutat di
hal hal tsb diatas ?
pemerintah kayaknya terkesan sulit untuk bertindak dg Cepat dan tepat
untuk menyelesaiakan persoalan tsb.

Kalau diperhatikan ada dua hal yg membuatnya "lambat" atau
"ragu-ragu"untuk membuat kebijakan terobosan dlm menyelelesaikan persoalan
diatas :
Pertama : Pemerintah itu sebagai Pelaksana UU oleh karena itu tidak
dibolehkan membuat kebijakan yg melanggar UU , masalahnya sekarang ini
banyak sekali UU yg mengatur sektoral sektoral yang kadang tidak sinkron
dg arah kebijakan yg seharusnya  dibuat untuk mengurai persoalaan
persoalan diatas shg penyediaan energi lbh cepat, disisi lain sektor
energi itu menyangkut berbagai aspek dr hulu ke hilir shg tentunya jg
terkait dg berbagai UU sektoral.

Kedua : bagaimanapun dg banyaknya  berbagai kasus yg kena jerat 
KPK/Kejaksaan itu akan berpengaruh dan membuat para Pengambil Kebijakan
menjadi lbh berhati hati tidak mau ambil resiko dikemudian hari.( jangan
samapi terkriminilisasikan)

saya ambil ilustrasi Dari Kesimpulan yg di sampaikan Pak Ong :

{ Kesimpulan. Untuk gas baru yang akan dibeli PLN untuk Jawa sebaiknya
> disesuaikan dengan harga commercial.  Demikian juga dengan harga
> Geothermal yang diberikan kepada pengembang. }

Kalau diperhatikan , PLN itu seperti hanya Peertamina "hanyalah"sbg
operator dlm hal listrik dan BBM ( BBM bersubsisi ), bukan sbg pembuat
kebijakan
Kenapa PLN maunya harga belinya murah , karena PLN Harus menjual produknya
( listrik) dg harga yg ditentukan oleh Pemerintah ( krn UU nya bilang
begitu) shg si PLN tidak bisa menjual listrik sesuai dg Keekonominaya PLN
( ada mekanisme Subsidi Listrik dan besarnya Subsidi ini ditentukan oleh
Pemerintah dg DPR) akibatnya PLN tidak bisa membeli energi primer ( gas ,
uap Geothermal ) dg harga yg nantinya dapat berakibat menaikan Subsidi yg
telah dipatok oleh pemerintah dg DPR tsb , Kecualai kalau PLN diberi
kebebasan untuk menjual produk listriknya , karena komponen harga listrik
terbesar itu di energy primernya. oleh karena itu ya terpaksa mau beli
energi primernya dg harga yang " murah" shg BPP nya ( Biaya Pokok
Penyediaan ) listriknya tidak melebihi dari tarif listrik ( TDL ) yg
dijual ke konsumen. yg akan menambah subsidi

Bulan  lalu bahkan ada Keputusan MK mngenai UU Listrik yg antara lain
membatalkan Pasal 11 , diamna pasal tsb bisa batal  apabila fungsi
Pemerintah hilang ,
Pasan 11 tsb isinya yang membolehkan Swasta ( IPP) ikut berbisnis listrik
, kalau ini sampai batal artinya sdh tdk ada lagi IPP ( peran swasta),
oleh karena itu penjabaran dari "Peran pemerintah" dlm bisnis listrik
swasta ( IPP ) yg perlu lagi di buat aturan baru agar IPP masih
diperbolehkan , salah satunya dg mengatur masalah harga / tarif , artinya
Pemerintah masih mengontrol harga tidak semata mata harga itu sesuai dg
pasar ( harga komersiel ), jadi harga energi PLN tdk bisa menentukan
sendiri sesuai dg keekonomianya ( harga komersielnya)

Nah , kalau mau mereformasi semua permasalahan investasi di sektor energi
spt diatas , tiada jalan lain kecuali dg merombak semua aturan per undang
undangan shg satu sama lain sinkron tidak ego sektoral  dan pro terhadap
kemajuan energi kususnya dlm mempercepat investasi sektor energi , kecuali
kalau semua sektor energi ini dari hulu sampai hilir akan ditangani semua
oleh negara dg uang negara.

salam

ISM










> Teman-teman IAGI,
>
>
>
> Pertama-tama, bagi mereka yang merayakan, saya ucapkan Selamat Tahun Baru
> 2017.
>
>
>
> Membaca laporan "Catatan Akir Tahun 2016", kami ikut bangga dan ingin
> mengucapkan selamat kepada seluruh team IAGI tahun 2016 dibawah pimpinan
> Bpk Daru Prihatmoko.
>
>
>
> Namun menurut saya, ada satu yang missing. Banyak dari anggota IAGI kerja
> di perusahaan Asing hingga mereka tau betul dunia Internasional. Tidak
> demikian dengan ESDM yang kebanyakan pegawainya sejak awal adalah pegawai
> negeri. Maka itu input anggota IAGI untuk Pemerintah dalam pengambilan
> kebijakan adalah sangat penting. Kelangsungan hidup anggota IAGI
> tergantung dari policy dan keibijakan-kebijakan yang dikeluarkan
> Pemerintah.
>
>
>
> Dalam bukunya Soetayo Sigit yang diluncurkan pada PIT IAGI, bulan Oktober
> 2016, tercatat tulisannya Almarhum pada penganugerahan gelar Doctor HC di
> ITB.  Nasehat yang diberikan sangat berbobot karena keluar dari seorang
> tokoh yang bisa dikatakan adalah Bapak Pertambangan Indonesia. Beliau
> seakan-akan ingin memberi pesan terakhirnya kepada bangsa ini:
>
> "Tingkat perkembangan dan kemajuan pertambangan di suatu negara, bukannya
> terutama ditentukan oleh potensi sumberdaya mineralnya betapapun juga
> kayanya, tetapi lebih banyak bergantung pada kebijaksanaan pemerintah yang
> berkuasa dalam menciptakan iklim yang diperlukan".
>
>
>
> Banyak orang berpendapat termasuk penjabat tinggi dan bahkan Presiden,
> sering mengemukakan bahwa Indonesia kaya dan mineral resources Indonesia
> luar biasa besarnya. Umpama, bahwa lebih dari 50% Geothermal dunia berada
> di Indonesia. Gas Indonesia baru 6% terpakai. Minyak Indonesia masih
> banyak kalau di explore dengan benar. Gas Natuna cadangannya terbesar
> didunia. Indonesia kaya energi baru dan terbarukan. Dsb. Selain itu,
> beberapa tulisan anggota IAGI menunjukan betapa kayanya dan besarnya
> potensi bumi Indonesia ini. Prinsip explorer yang selalu didengungkan
> adalah bahwa kalau diberi dana, pasti akan ditemukan cadangan baru.
>
>
>
> Namun semua kekayaan SDM tidak ada artinya kalau kebijakan Pemerintah
> keliru seperti yang dikemukan oleh Pak Sigit. Kalau kebijakan tidak
> mendukung eksplorasi. Kalau the cost of doing business terlalu mahal.
> Kalau harga commodity yang diberikan  tidak wajar dan diluar harga
> commercial. Hal terakir, kewajaran harga, akan kita bahas disini.
>
>
>
> Sejak 2002 Oil companies meminta/mengemis untuk diberikan harga commercial
> berdasarkan British Themal Unit, untuk produksi gas yang mereka supply ke
> PLN. Karena gas adalah monopoli PLN, harga diteken $2-4/mmbtu, atau jauh
> dibawah harga import diesel berdasarkan BTU content. Oil Co. juga minta
> supaya credit rating PLN dinaikkan karena PLN sering menunggak. Pemerintah
> menolak permitaan K3S tsb. Konsekwensinya,  marginal gas field yang
> terdapat di Sumatra Selatan, Jawa Barat maupun Jawa Timur tidak
> berkembang. Demikian juga sekitar 25 perusahaan CBM di Sumatra Selatan
> yang memerlukan harga lebih tinggi dari gas alam untuk pengembangannya,
> semuanya tumbang.
>
>
>
> Tahun 2012, PLN Muara Karang beli LNG dari Bontang yang seharusnya dijual
> ke Taiwan dengan harga $17/mmbtu, dialihkan lewat PT Regassing Nusantara
> untuk dipakai di PLN Muara Karang untuk keperluan listrik Jakarta. Biaya
> transport LNG, biaya regassing, dan keuntungan PT, diperkirakan harga gas
> menjadi $21-23/mmbtu, hingga listrik di Jakarta termasuk termahal didunia.
> Seandainya PLN pada waktu itu berani menawarkan kepada K3S harga gas
> US$21/mnmbtu fob. Muara Karang, pasti gas South Sumatra termasuk CBM dan
> gas di Jawa Barat, yang pada waktu itu cuma dihargai S2-6/mmbtu, akan
> dikembangkan. Dengan harga tsb., K3S akan langsung melakukan pemboran dan
> pembangunan infrastruktur gas ke Jakarta.
>
>
>
> PGN diberi monopoli distribusi gas dengan membangun infrastruktur pipa
> gas, hingga keuntungan PGN cukup significant dengan risiko kecil. Namun,
> keuntungan PGN yang seharusnya dipakai untuk membangun infrastruktur pipa
> gas, telah dipakai untuk mendirikan perusahaan minyak dan berkompetisi
> dengan Pertamina.  PGN melakukan eksplorasi dan bahkan melakukan investasi
> E&P di luar Negeri, semua berrisiko tinggi, sesuatu yang baru baginya. PGN
> lalai salah satu tugas utamanya, yaitu melayani Oil companies dengan
> membangun infrastruktur gas untuk membawa produksi gas K3S ke market,
> yaitu kota-kota industri.
>
>
>
> Harga yang wajar untuk energy baru dan terbarukan (EBT) juga merupakan
> impian saja. Kecuali di US, semua negara mengenakan pajak import untuk
> minyak yang besarnya bervariasi, rata-rata mungkin 100%. Perusahaan EBT
> disuru bertanding dengan harga minyak yang dikenakan pajak tsb. Untuk
> Indonesia tidak demikian; perusahaan EBT Indonesia dianjurkan Pemerintah
> tetapi mereka harus bertanding dengan harga minyak subsidi
> (non-commercial).
>
>
>
> Kesimpulan. Untuk gas baru yang akan dibeli PLN untuk Jawa sebaiknya
> disesuaikan dengan harga commercial.  Demikian juga dengan harga
> Geothermal yang diberikan kepada pengembang. Keduanya perlu diekivalenkan
> berdasarkan BTU dengan harga import minyak diesel yang masih banyak
> dipakai oleh PLN untuk pembangkit listriknya. Selain patokan diesel, bisa
> juga dipakai patokan pembelian LNG untuk pembangkit listrik sejak 2012.
> Pemerintah saat ini sudah punya tiga regassing plant yang beroperasi dan
> sedang membangun yang lainnya. Supaya fair, harga import LNG, meskipun
> mahal, perlu dijadikan sebagai harga commercial yang wajar hingga K3S
> (termasuk Geothermal, CBM, dan shale gas) bisa berlomba mencari gas/energy
> baru. Perlombaan ini akan menurukan harga gas. Dengan adanya commercial
> dan fair prices tersebut, Geologist kita bisa bersaing dan bergairah untuk
> mencarikan resources yang baru yang selama ini didasarkan pada harga
> non-commercial, yaitu subsidized dan fictive prices.
>
>
>
> Salam,
>
>
>
> HL Ong
>
>
>
> Catatan:
>
> Kalau IAGI ingin memuat tulisan ini di majalah IAGI, silahkan.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> ----------------------------------------------------
>
>
>
> Geosea XIV and 45TH IAGI Annual Convention 2016
>
> Bandung , October 10-13 2016
>
> for further information please visit our website at
> http://geosea2016.iagi.or.id or email to
> secretar...@geosea2016.iagi.or.id
>
>
>
> ----------------------------------------------------
>
>
>
> Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
>
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
>
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta (a/n IAGI)
>
> No. Rek: 123 0085005314
>
> Bank BCA KCP. Manara Mulia (A/n: Shinta Damayanti)
>
> No. Rekening: 255-1088580
>
>
>
> ----------------------------------------------------
>
> Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
>
> Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id
>
> ----------------------------------------------------
>
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
>
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others.
>
> In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not
> limited
>
> to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever,
> resulting
>
> from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with
> the use of
>
> any information posted on IAGI mailing list.
>
>


----------------------------------------------------

Geosea XIV and 45TH IAGI Annual Convention 2016
Bandung , October 10-13 2016
for further information please visit our website at 
http://geosea2016.iagi.or.id or email to secretar...@geosea2016.iagi.or.id

----------------------------------------------------

Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta (a/n IAGI)
No. Rek: 123 0085005314
Bank BCA KCP. Manara Mulia (A/n: Shinta Damayanti)
No. Rekening: 255-1088580

----------------------------------------------------
Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id
----------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. 
In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not 
limited
to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting 
from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use 
of 
any information posted on IAGI mailing list.

----------------------------------------------------

Geosea XIV and 45TH IAGI Annual Convention 2016
Bandung , October 10-13 2016
for further information please visit our website at 
http://geosea2016.iagi.or.id or email to secretar...@geosea2016.iagi.or.id

----------------------------------------------------

Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta (a/n IAGI)
No. Rek: 123 0085005314
Bank BCA KCP. Manara Mulia (A/n: Shinta Damayanti)
No. Rekening: 255-1088580

----------------------------------------------------
Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id
----------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others.
In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not 
limited
to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting
from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use 
of
any information posted on IAGI mailing list.

Kirim email ke