Seolah tak percaya, saat melihat kondisi Nur Azizah, seorang gadis 
berusia 13 tahun tergolek lemas tak berdaya di tempat tidur. Gadis 
bertubuh kurus dengan berat badan yang tidak sampai 20 kg itu 
menderita kelumpuhan sejak usia 6 bulan setelah mendapatkan 
imunisasi. Sapri, 40 tahun, ayah Nur Azizah, hanya bisa pasrah dengan 
kondisi anaknya. Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai buruh 
bangunan dengan penghasilan yang tak menentu itu mengaku tak memiliki 
cukup uang untuk biaya berobat Nur Azizah. "Untuk kebutuhan pokok 
sehari-hari pun, penghasilan saya belum bisa dibilang cukup. Dari 
mana uang untuk biaya rumah sakit?" tanyanya penuh harap.

Di tepi keputusasaannya, Kholis, 37 tahun, sang ibunda masih 
menyimpan secercah harapan kelak anaknya akan membaik kondisinya. 
Namun dengan kondisi ekonomi keluarga yang sangat terbatas, Kholis 
hanya bisa pasrah dan berdoa untuk kesembuhan buah hatinya itu. 

Nur Azizah, puteri kedua dari tiga bersaudara, yang tinggal di 
Kampung Pugur, Desa Lengkong Kulon, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten 
Tangerang itu, hanya bisa menggerakkan wajahnya untuk berinteraksi 
dengan orang di sekitarnya. Anak-anak seusianya, umumnya sudah duduk 
di bangku kelas satu SLTP. Tidak demikian dengan Nur Azizah, gadis 
malang itu harus terus menerus tergolek di tempat tidur selama 13. 
Praktis, seluruh aktivitas hidupnya, seperti mandi, makan, minum, 
sangat bergantung kepada ibunya. 

Sebenarnya, kondisi Nur Azizah pernah diketahui oleh aparat desa 
bahkan para pejabat di Kecamatan Pagedangan. Bahkan pada saat 
pemerintah setempat tengah giat menangani kasus polio, Kholis dan 
anaknya diminta datang ke Kecamatan untuk mendapatkan penanganan 
lebih lanjut. Kedatangan Kholis yang membawa anaknya itu disaksikan 
juga oleh aparat MUSPIKA (Musyawarah Pimpinan Kecamatan). Terbersit 
kegembiraan di wajah Kholis membayangkan anaknya dapat segera sembuh. 
Apalagi ketika ia mendapatkan kartu Gakin (keluarga miskin) dan 
rekomendasi dari kecamatan untuk berobat gratis ke RSUD Tangerang.  
 
Berbekal kartu Gakin dan surat keterangan dari Kepala Desa, Kholis 
memapah anaknya dan menumpang angkutan umum menuju RSUD Tangerang. 
Wanita yang sehari-harinya hanya menjaga dan melayani Nur Azizah itu 
berpikir seluruh biaya pengobatan anaknya akan benar-benar gratis. 
Akan tetapi, setelah diperiksa oleh dokter RSUD, Kholis diminta 
membawa Nur Azizah untuk dilakukan scanning pada bagian kepalanya di 
rumah sakit lain. Ditambah, ia pun harus menebus beberapa resep obat 
di apotik. Tak sepeser pun uang di kantongnya untuk biaya scanning 
dan resep obat. Maka sejak itu, Kholis tak lagi membawa Nur Azizah ke 
rumah sakit. 

7 Oktober 2005, Absor, relawan ACT dari Kecamatan Pagedangan, 
melaporkan kepada ACT perihal kondisi Nurul Azizah. Dari laporan 
tersebut, Sabtu, 8 Oktober 2005, Eko Yudho, Koordinator ACT Rescue 
didampingi Absor, segera meluncur menuju rumah keluarga Nur Azizah. 
Binar mata Kholis tak mampu menyembunyikan kesedihannya saat 
menuturkan kisah perjalanan anak kedua yang dicintainya itu kepada 
Tim ACT. Tak berapa lama, Kholis pun tak mampu lagi membendung 
tangisnya. Kehadiran Tim ACT baginya, seperti doa yang terijabah. 
Sebab, usai sholat Maghrib sehari sebelumnya, Kholis berdo'a untuk 
kesembuhan Nur Azizah, juga agar dirinya diberi kesabaran dalam 
menjalani ujian dalam kehidupan ini.

Untuk membangun kembali rasa optimisme ibunda Nur Azizah, Tim ACT 
memberikan semangat dan motivasi agar tidak berputus asa dalam 
mengupayakan kesembuhan anaknya. Disamping memberikan bantuan biaya 
transportasi untuk berobat ke rumah sakit, Tim ACT juga secara 
paralel melakukan advokasi agar hak Nur Azizah sebagai anggota 
masyarakat yang tidak mampu mendapatkan pengobatan secara gratis dari 
pemerintah. 

Seolah terbayang harapan cerah membentang di depan, Kholis kembali 
bersemangat untuk membawa Nur Azizah berobat. Ternyata pada saat akan 
ke rumah sakit, masa berlaku kartu Gakin sudah habis. Kholis pun 
segera mengurus kembali di Kantor Desa Lengkong Kulon. Namun, 
pengurusan kartu Gakin tersebut seperti dipersulit oleh salah seorang 
staf Kepala Desa. Kholis menangis di kantor Kepala Desa, mengiba agar 
dibuatkan surat keterangan untuk memperoleh kartu Gakin. 
Alhamdulillah, setelah sempat bersitegang dengan staf Kepala Desa 
itu, akhirnya Kholis mendapatkan kartu Gakin tersebut. 
 
Namun, lagi-lagi Kholis harus tetap mengeluarkan sejumlah uang untuk 
menebus beberapa resep obat di apotik, karena obat dimaksud tidak 
tersedia di rumah sakit. Bisa dibayangkan, sambil berpuasa ibu Kholis 
memapah anaknya menuju rumah sakit dengan menumpang angkutan umum. 
Untuk sampai ke rumah sakit, ibu dan anak itu harus berganti 
kendaraan dua kali. 

Sabtu, 29 Oktober 2005, empat hari sebelum lebaran, kembali Tim ACT 
mendatangi rumah Nur Azizah untuk memantau perkembangan kesehatannya. 
Puji Syukur bagi Allah, kondisi Nur Azizah  tampak membaik, ia 
menyambut kami dengan senyuman dan lambaian tangan. Padahal 
sebelumnya, gadis itu tak mampu, bahkan untuk sekadar mengepalkan 
tangannya. Kini, Nur Azizah sudah sudah mampu menggenggam sesuatu. 
Sebelumnya, Nur Azizah yang hanya tergolek di tempat tidur, kini ia 
sudah bisa merayap di lantai dan menggerakkan sedikit demi sedikit 
kakinya untuk berpindah. Melihat perkembangan kondisi Nur Azizah yang 
menggembirakan ini, Tim ACT memberikan bantuan makanan bergizi berupa 
susu bubuk instan untuk penguatan tulang dan pertumbuhan. 

Untuk kelanjutan pengobatan anaknya, Kholis masih mengeluhkan ongkos 
transportasi ke rumah sakit yang semakin mahal, terlebih setelah 
kenaikan harga BBM. Perlu diketahui, keluarga Nur Azizah tidak 
terdaftar untuk mendapatkan Bantuan Tunai Langsung  (BTL) kompensasi 
kenaikan BBM. Kholis berharap masih ada yang peduli untuk meringankan 
kesulitan hidupnya. 

Ketika kasus polio menjadi kasus nasional, seluruh perhatian 
pemerintah di bidang kesehatan dan masyarakat tertuju kepada para 
korban penderita polio. Bahkan berita tentang penderita polio ini 
mendominasi sebagian besar media massa. Namun seiring berjalannya 
waktu, kasus polio ini mulai berangsur-angsur hilang dari pemberitaan 
dan pembicaraan. Menyusul kasus penyakit lainnya yang melanda negeri 
ini. Bisa jadi, kasus polio ini pun dilupakan. Berapa banyak anak-
anak yang bernasib sama dengan Nur Azizah? 

Gaung pengobatan gratis di tingkat implementasi belum menjadi 
kenyataan. Namun kita sebagai anggota masyarakat tidak boleh hanya 
menyalahkan keadaan.. Harus ada tindakan nyata untuk meringankan 
penderitaan saudara-saudara kita yang nasibnya belum beruntung. 
Ingat, bisa jadi, rezeki kita saat ini karena doa  mereka. Orang-
orang yang pernah kita bantu. (Eko Yudho P)

Bayu Gawtama
Communication Team
Aksi Cepat Tanggap (ACT) 
021-7414482
0852 190 68581






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Create your own customized LAUNCHcast Internet Radio station. 
Rate your favorite Artists, Albums, and Songs. Skip songs. Click here!
http://us.click.yahoo.com/r4oloD/xA5HAA/kkyPAA/iPMolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke