Jogya Terluka, Indonesia Berduka
  www.aksicepattanggap.com
  
  Ribuan rumah hancur, jaringan listrik dan air terputus, Jogyakarta dan sekitarnya menjadi kota mati setelah gempa berkekuatan 5,9 SR yang mengguncang kawasan tersebut. Wilayah terparah adalah Bantul dan Klaten, di Bantul korban jiwa mencapai angka 2000, sementara di Klaten 680 orang. Sedangkan puluhan ribu orang terluka, dari luka memar hingga patah tulang.
  
  Situasinya mirip sekali dengan kejadian tsunami akhir Desember 2004 lalu. Tak satu pun telepon bisa terhubungi, jaringan listrik dan air terputus, keadaan malam gelap dan mencekam karena gempa susulan masih terus terjadi. Frekuensi gempa dalam satu hari bisa terjadi tiga-empat kali. Sabtu malam, eksodus besar-besaran warga Jogyakarta dan sekitarnya membuat jalan-jalan macet total.
  
  Pada saat kejadian bahkan lebih parah. Warga yang terpengaruh oleh isu tsunami berhamburan keluar tanpa arah. Jelas sekali warga Jogya tak siap dengan bencana yang datang tiba-tiba di Sabtu pagi (27/5). Ribuan orang, tua muda, kecil dan dewasa berlarian tak tentu tujuan. Ibu-ibu yang berlari tanpa peduli anak-anak mereka, motor dan mobil yang memacu kecepatan tertinggi menuju arah Gunung Merapi karena khawatir adanya tsunami. Tabrakan pun tak terelakkan, di beberapa jalan di Jogyakarta sempat terjadi tabrakan para pengguna kendaraan yang berlomba menuju dataran tinggi guna menghindari tsunami.
  Padahal ancaman tsunami yang ditakutkan tidak benar-benar terjadi.
  Gempa tektonik berkekuatan 5,9 SR yang tak kurang dari satu menit itu pun meluluhlantakkan Jogyakarta dan sekitarnya. Tim ACT-Aksi Cepat Tanggap yang kebetulan sudah berada di lokasi semenjak satu bulan lalu untuk merespon Merapi pun langsung terjun ke lokasi terparah di Bantul.
  
  Sepuluh tenda pleton pun dipasang, tujuh di Bantul dan dua lainnya di Magelang. Tujuh tenda milik ACT itu dipasang di empat titik pengungsian di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Jogjakarta. Titik pertama di halaman kantor kecamatan Pundong, kedua di alun-alun Desa Srihardono, ketiga di halaman SD Panjangrejo, dan satu lagi di Desa Seloharjo.
  
  Terdapat 36.000 penduduk di Kecamatan Pundong yang kini menjadi pengungsi. Jelas saja tujuh tenda yang ada tidak memadai, karena hanya mampu menampung tak lebih dari 2000 pengungsi. "Ini pun dipaksakan, pengungsi berdesakan. Kebutuhan paling utama sekarang adalah tenda, logistik dan medis. Dibutuhkan sekitar 250 tenda pleton untuk menampung seluruh pengungsi," ujar Eko Yudho, Koordinator lapangan ACT untuk bencana Gempa Jogyakarta ini.
  
  Sejak tenda pleton dipasang, ribuan pengungsi memadati tenda. Mereka yang rumahnya tak rubuh pun tetap mengungsi karena takut terjadi gempa susulan. Korban-korban luka langsung ditangani dengan tim medis dan obat-obatan seadanya. Tak satu pun dokter tersedia di lokasi pengungsi, padahal ratusan pasien harus ditangani. Akhirnya, didatangkan para relawan medis dari Universitas Islam Indonesia (UII) dan UGM, itu pun hanya Co-ass dan mahasiswa kedokteran. Jumlah mereka pun tak memadai, karena setiap satu menit sedikitnya lima pasien berdatangan. Bahkan para korban luka yang berada di titik pengungsian lainnya pun dibawa ke Posko Pengungsian ACT yang bekerja sama dengan Lazis UII, dan para relawan dari berbagai elemen, antara lain, P2B PKS, Mahasiswa UII dan UGM.
  
  Obat-obatan habis, untuk membeli pun Posko kehabisan dana. Bantuan dari pemerintah belum datang sedikit pun pada hari Sabtu dan Minggu (27-28/5). Korban luka dalam, sobek dan patah tulang terpaksa harus menunggu dokter datang. Tim ACT telah mencoba membawa ke RS. Sardjito namun terlalu penuh dan akhirnya dibawa kembali ke Pos Pengungsian. Syukur alhamdulillah, Minggu malam (28/5) beberapa dokter dari LKC datang membantu, sekaligus memasok obat-obatan.
  
  Puluhan relawan di Posko Pengungsian Kecamatan Pundong pun kelelahan. Makanan yang dibuat di dapur umum tak mencukupi, masaknya pun masih menggunakan kayu bakar karena belum ada bantuan peralatan memasak. Relawan tak hanya tak kebagian makan, bahkan untuk tidur dan istirahat pun mereka tak ada tempat. "Seluruh tenda terpakai oleh pengungsi, relawan masak tidur di dapur umum, yang laki-laki harus terjaga semalaman karena tak ada tempat," tambah Eko Yudho yang juga Komandan Tim Rescue ACT itu.
  
  Yang menyedihkan, lanjut Eko, karena kehabisan dana, Tim ACT dan Lazis UII harus berhutang ke beberapa toko dan swalayan untuk keperluan logistik di hari pertama dan kedua paska bencana. "Entah sudah berapa hutangnya, mudah-mudahan ada donatur yang mau membantu kami," harap Eko lagi.
  
  Akankah kedermawanan dan kerelawanan yang pernah tercipta di Aceh silam terulang kembali di Jogyakarta? Indonesia berduka kembali mari hadirkan semangat peduli kita. Kami tunggu di Jogyakarta. (Bayu Gawtama, ACT)
  

           
---------------------------------
How low will we go? Check out Yahoo! Messenger’s low  PC-to-Phone call rates.

[Non-text portions of this message have been removed]





=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================




SPONSORED LINKS
Radio stations Station


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke