Kurang lebih satu tahun lalu ketika gempa tektonik mengguncang Jogjakarta dan 
Jawa Tengah, ada tulisan menarik di pinggir jalan, “kami butuh relawan”. 
Padahal di berbagai tempat lainnya, tulisan-tulisan yang ‘biasa’ terpampang 
seperti, “kami butuh bantuan”, “butuh sembako”, “butuh tenda” dan lain-lain.  
Ada yang baru yang muncul di saat gempa jogjakarta, yakni sebuah kebutuhan akan 
hadirnya relawan. Padahal di berbagai bencana sebelumnya, masyarakat korban 
bencana hanya berteriak minta bantuan berupa sembako, tenda, medis dan bahkan 
uang. Tetapi justru menjadi sangat unik sekaligus mengharukan, bahwa kebutuhan 
akan ‘kerelawanan’ menjadi kebutuhan yang juga penting dan mendasar. 
 Secara realistis, negeri ini memang akan sangat membutuhkan relawan. Segala 
bentuk kerelawanan akan menjadi penting bagi negeri yang tak henti dilanda 
bencana. Bahkan ke depan, Indonesia yang memang merupakan negeri rawan bencana 
ini mau tak mau harus mengakui, bahwa negeri ini memang sangat butuh relawan. 
 Karenanya, Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) didirikan pada 22 Mei 2005 di 
Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Aroma kerelawanan pasca tsunami Aceh akhir 
Desember 2004 sangat menyemangati terbentuknya MRI, karena relawan-relawan yang 
berkumpul di Banjarmasin pada saat itu juga tak lain adalah para ‘veteran’ 
tsunami Aceh. Selain itu, harus diakui pula bentuk aktivitas kerelawan 
terdahsyat yang pernah terjadi di negeri ini pun tertampilkan pada saat tsunami 
Aceh itu. Bisa dibayangkan, relawan dari berbagai pelosok negeri ini –bahkan 
dari luar negeri- berdatangan ke wilayah paling barat Indonesia tanpa 
diperintah, tanpa diminta, tanpa berharap imbalan, bahkan tanpa tahu kapan 
kerja-kerja kemanusiaan akan berakhir. 
 Pasca tsunami Aceh, beruntun negeri ini dilanda bencana. Banjir bandang bulan 
Januari 2006 di Jember, Jawa Timur yang berselang satu hari dengan longsor yang 
melanda Banjarnegara, Jawa Tengah, menyedot banyak relawan beraksi di dua 
daerah bencana tersebut. Kemudian para relawan ini seperti tenaga yang 
senantiasa berpindah dari satu bencana ke bencana lainnya sepanjang tahun 2006. 
Banjir bandang di Manado, letusan Gunung Merapi Jogjakarta, gempa Jogjakarta 
dan Jawa Tengah, Banjir bandang Sangihe, banjir besar Jakarta hingga gempa 
Sumatara Barat, adalah tempat-tempat para relawan mengukir tapak sejarah aksi 
kemanusiaan mereka. 
 Tidak hanya donatur dan para dermawan, baik perseorangan maupun dari berbagai 
korporasi dan institusi yang menyalurkan kepeduliannya. Bentuk kepedulian yang 
tak kalah pentingnya dan sangat berdampak luar biasa dalam setiap moment 
bencana adalah peran serta relawan. Dari relawan emergency mencakup rescue, 
relief dan medis, hingga relawan pendamping pasca bencana untuk penanganan 
trauma. Bahkan di fase recovery pun peran dan fungsi relawan tetap bermain. 
Boleh dikatakan, tidak satu pun bencana yang terjadi tanpa peran serta relawan. 
Dan bahkan, peran yang dimainkan sangatlah signifikan, dari hulu hingga ke 
hilir. Mereka yang memulai kerja kemanusiaan di fase emergency, dan masih terus 
berlangsung di fase pemulihan (recovery). 
 Pendirian MRI, tentu saja dimaksudkan untuk mewadahi beragam bentuk kepedulian 
yang ditampilkan oleh para relawan dengan berbagai latar belakang dan bermacam 
keahlian serta konsentrasi mereka. Apa pun keahlian, skills dan konsentrasi 
mereka, selama dalam bingkai kemanusiaan bisa terwadahi dalam satu komunitas 
kerelawanan. Sehingga potensi-potensi relawan yang berserakan dapat terhimpun 
menjadi satu sinergi kemanusiaan yang tak ternilai. “Jika dulu negeri ini butuh 
pahlawan untuk mengusir penjajah, kini negeri ini membutuhkan para relawan,” 
ujar Ahyudin, Direktur Eksekutif ACT, salah satu pendiri MRI di Banjarmasin. 
 Pola keanggotaan berjenjang MRI berdasarkan pada potensi dan keahlian relawan. 
Diharapkan MRI mampu menjadi wadah untuk mendorong kesiapan segenap warga 
masyarakat, mulai dari pelajar, mahasiswa, guru, pekerja/buruh, profesional, 
nelayan, tani, militer, dan profesi lainnya. 
 Hari Relawan Indonesia
 Ada satu lagi PR –pekerjaan rumah- yang mesti digulirkan oleh segenap relawan 
di negeri ini, yakni menentukan tanggal hari relawan Indonesia. Jika setiap 
tanggal 5 Desember para relawan negeri ini turut serta memperingati hari 
relawan sedunia, kenapa tidak ada yang mencoba merumuskan dan segera 
mengusulkan kepada pimpinan negara tentang hari relawan Indonesia? 
 Ingat, relawan adalah kebutuhan penting dan mendasar negeri ini sampai kapan 
pun. Tentu ironis jika tidak ada hari relawan Indonesia. Dan sekadar usul, 26 
Desember –tanggal terjadinya tsunami Aceh- bisa diusulkan sebagai hari relawan 
Indonesia. Mengingat pada tanggal itulah aksi terdahsyat kerelawanan yang 
pernah terjadi, sekaligus menjadi pemicu munculnya bentuk-bentuk kerelawanan di 
berbagai bencana sesudahnya. Semoga.

              Salurkan Bantuan Anda Melalui ACT di :                            
          
BCA # 676 030 2021
BSM # 101 000 1114
Mandiri # 128 000 4593 338
Muamalat # 304 0023 015
BII Syariah # 270 2000 256
Permata Syariah # 0971 001 224
               
SMS FOR HUMANITY :
 ketik : ACT DONASI kirim ke 7505
Rp. 5000/SMS (semua operator)
ketik : ACT DONASI kirim ke 7475
Rp. 2000/SMS (semua operator)
ketik : Reg ACT kirim ke 7475

  Untuk informasi terkini dan inspirasi kemanusiaan 
Rp. 1000/SMS (semua operator)
     ACT HOTLINE : 021- 741 4482


   
   
   
   
   
  



       
---------------------------------
Get the free Yahoo! toolbar and rest assured with the added security of spyware 
protection. 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke