Meraih dan Menikmati Sukses

"Banyak orang berhenti hidup walaupun mereka masih terus bekerja. 
Mereka lupa akan saat-saat penuh pesona yang dibawa setiap hari dan 
keajaiban hidup yang datang tiap menit." (Paulo Coelho)

Pembaca, apa yang Anda rasakan dalam hati ketika Anda sedang 
mengalami kesuksesan atau mimpi Anda terwujud? Pasti senang bukan. 
Nah, meraih kesuksesan dan menikmati kesuksesan ibarat dua sisi mata 
uang. Keduanya tidak bisa dipisahkan. 

Tanpa usaha dan perjuangan meraih sebuah kesuksesan, kenikmatannya 
sulit dirasakan. Karena itu, banyak kesuksesan yang diwariskan yang 
tidak bertahan lama. Namun ingat, perjuangan terus-menerus tanpa 
menikmati sebuah sukses juga sesuatu yang menyedihkan.

Ada seorang bapak yang seumur hidupnya berjuang dan menabung. 
Sekarang, dalam usia memasuki kepala tujuh, dia tergolek lemah di 
ranjangnya karena kanker pelan-pelan menggerogoti daya tahan 
tubuhnya. 

Dia mulai menyadari perlunya menikmati apa yang dia raih. Dulu, saat 
masih berjuang, dia menolak makanan enak. Dia berusaha menabung. 
Bahkan, jarang sekali meluangkan waktu untuk melancong atau sekadar 
jalan-jalan. 

Di akhir hidupnya, dia minta dibelikan anggur dan berbagai buah yang 
enak. Tapi, sayang, dia kini hanya bisa memandangnya. Dia tidak bisa 
memakannya lagi. Dia harus merasakan sakit yang sedang menggerayangi 
raganya. 

Ada sepotong kisah lain. Seorang direktur produksi sebuah pabrik 
hidup sukses di masa pensiunnya. Karena kelebihannya, di masa pensiun 
itu pun, dia masih tetap dibutuhkan. Karirnya dibilang sukses dan 
perusahaan memenuhi semua kebutuhannya. 

Tapi sayang, dia tidak bahagia. Dia mengaku tidak mampu menikmati 
semuanya lantaran secara psikis dia menderita oleh persoalan 
keluarga. 

Istri dan anaknya kabur meninggalkannya. Padahal, dulu dia berjanji 
akan memberikan waktu bagi anak dan istrinya. Tapi, sampai hubungan 
dengan istrinya memburuk, dia masih belum sadar. Dan rasa sesal pun 
menggantung di hati saat masa pensiun tiba. Dia kesepian.

Bicara tentang menikmati sukses, saya teringat sebuah kisah satu lagi 
yang mungkin Anda pernah mendengar atau membacanya. Konon, ada 
seorang kaisar berkata kepada seorang pengelana. 

Kaisar mengatakan, jika dia mampu menjelajahi daerah seluas apa pun, 
kaisar akan memberikan semua daerah yang sanggup dijelajahinya itu. 
Sontak, sang pengelana girang. Dia pun bergegas menaiki kuda dan 
melarikannya dengan sangat cepat untuk menjelajahi daratan seluas 
mungkin. 

Dia terus melaju sampai lupa makan dan minum. Bahkan, ketika lapar 
mengusik perutnya dan haus mengusik kerongkongannya, dia tidak 
peduli. Yang ada di pikirannya cuma satu, menjelajahi daratan seluas- 
luasnya. 

Akhirnya, tibalah dia pada sebuah tempat setelah berhasil menjelajahi 
daerah yang sangat luas. Tapi, dia sudah sangat kelelahan dan hampir 
mati. Lalu, dia sadar. "Buat apa aku paksa diri begitu keras untuk 
menguasai daerah seluas ini. Tapi, kini aku nyaris mati. Dan aku 
hanya membutuhkan tanah seluas dua meter persegi untuk menguburkan 
jasadku sendiri," katanya.Dia menyesali usaha yang membuatnya tidak 
bisa menikmati buahnya. Akhirnya, sang pengelana itu pun mati 
berbalut kesunyian. 

Nah, cerita-cerita itu mirip dengan perjalanan kesuksesan kita. Di 
zaman sekarang, banyak orang memaksakan diri mengumpulkan uang, 
popularitas, materi, penghargaan, pangkat, dan posisi. Tapi, di tahap 
akhir, yang ada hanyalah ratapan batin yang tak pernah puas dan mau 
meraih lebih banyak lagi. Mereka bukan lagi berjuang meraih 
kesuksesan, tetapi kecanduan untuk sukses. Sampai akhirnya mereka 
lupa untuk menikmati hidup yang bahagia. 

Kehampaan

Harold Kushner, seorang filosof religius tersohor, mengatakan dalam 
bukunya Melimpah Namun Gersang (Kanisius), sukses bukanlah sukses 
kalau membuat kita menderita. Kenyataannya, banyak orang mencapai 
kesuksesan tetapi tidak mampu menikmatinya. Yang ada hanyalah 
kehampaan. Itulah dilema besar manusia kontemporer. 

Di satu sisi, kita dipacu untuk semakin keras berusaha, meningkat 
dalam karir, menambah harta dan tabungan. Tapi, di sisi lain, kalau 
tidak disadari, kita bisa lupa untuk menikmati, mencecap kebahagiaan 
yang menyertainya.

Banyak di antara kita yang kecanduan sukses. Bahkan menganggap 
menikmati sukses sebagai suatu dosa atau kebiasaan buruk yang hanya 
membuatnya malas. Akibatnya, kesuksesan mereka lebih banyak dinikmati 
oleh temannya, keluarga besar, sahabat, maupun orang lain yang 
sebenarnya memperalatnya. Sungguh malang manusia seperti ini. 

Untuk terhindar dari jebakan sukses ini, Anda sesekali meluangkan 
waktu untuk sebuah jeda. Coba Anda duduk santai, merenung, mensyukuri 
jalan-jalan sukses yang sudah Anda lalui, dan ucapkan terimakasih 
pada Sang Pemberi Hidup. Dengarkanlah dengusan nafas Anda, nafas yang 
setia menemani Anda meraih sukses. 

Apa gunannya seorang memperoleh seluruh dunia, jika tidak bahagia? 
Tantangan dari tulisan ini bagi Anda hari ini adalah menanyakan 
kepada diri Anda sendiri, apakah perencanaan Anda dalam tahun ini 
untuk merayakan dan menikmati kesuksesan yang telah Anda raih selama 
ini, khususnya bersama orang-orang yang penting dalam hidup Anda? 

Sumber: Meraih dan Menikmati Sukses oleh Anthony Dio Martin,
Psikolog, penulis buku best seller EQ Motivator, dan Managing 
Director HR Excellency

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke