Buletin Elektronik Prakarsa-Bali.org

SADAR

Simpul Untuk Keadilan dan Demokrasi
Edisi : 16 Tahun II - 2006
Sumber : www.prakarsa-bali.org


 

GEJALA OTORITARIANISME BARU?

Oleh: Fajrimei A. Gofar

 

Sejak jatuhnya Suharto pada bulan Mei 1998, rejim otoritarianisme dianggap telah berakhir. Dengan dimulainya era reformasi, sejak itu pula muncul anggapan bahwa babak baru kehidupan bernegara yang lebih demokratis muncul. Namun, sebenarnya otoritarianisme ini belum betul-betul berakhir, tidak hanya kenyataan bahwa warisan otoritarianisme masih terus berlanjut, ia juga bertransformasi dalam bentuknya yang baru.

Setelah hampir sewindu era reformasi berjalan, saat ini gejala-gejala kemunculan otoritarianisme dalam bentuknya yang baru itu semakin menguat. Salah satu gejala otoritarianisme baru ini terlihat dari munculnya peraturan perundang-undangan yang hendak mengatur moral dan tingkah laku masyarakat. Contohnya, di beberapa daerah terbit perda-perda anti pelacuran, anti kumpul kebo dan anti maksiat, yang isinya lebih banyak mengurusi kehidupan privat masyarakat ketimbang menjawab persoalan-persoalan dalam masyarakat. Di antaranya adalah Perda Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran; PerdaKota Tangerang Nomor 7 Tahun 2005 tentang minuman keras; Perda Kabupaten Badung Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pelacuran; Perda Kota Malang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Larangan Tempat Pelacuran Dan Perbuatan Cabul; dan Perda Kota Banjarbaru Nomor 06 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Pelacuran.

Sementara daerah-daerah lain sudah mulai untuk menerapkan peraturan serupa, di antaranya Kota Depok telah menyiapkan Rancangan Perda anti Maksiat; begitu pula DKI Jakarta; Kabupaten Purworejo dan daerah-daerah lainnya.

Dikatakan sebagai gejala munculnya otoritarianisme baru karena, sama seperti apa yang terjadi pada masa Orde Baru, pada dasarnya melalui penerapan standar moral ini diharapkan masyarakat menjadi patuh dan tunduk secara penuh terhadap kebijakan Negara. Melalui standar moral tertentu, masyarakat diatur baik dalam cara bertingkah laku, berbicara, bahkan dipaksa untuk menerapkan standar-standar moral tertentu dalam setiap kehidupannya.

Otoriarianisme baru ini memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan otoritarianisme Suharto, walaupun tujuan akhirnya tetap sama, yaitu menghendaki strick obedience dari masyarakat. Otoritarianisme Suharto langsung menguasai pucuk kekuasaan untuk mendominasi. Sedangkan otoritarianisme baru ini muncul di kantung-kantung tertentu dengan memberlakukan standar moral satu kelompok terhadap seluruh masyarakat. Pada akhirnya pemberlakuan standar moral ini akan menuju pusat kekuasaan untuk menghegemoni masyarakat secara keseluruhan.

Setelah mengambil pucuk kekuasaan, otoritarianisme Suharto menjadikan kekuatan bersenjata sebagai alat kontrol dan menguasai segala aspek kehidupan. Sementara otoritarianisme baru menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai alat untuk menghegemoni kehidupan masyarakat. Dilukiskan bahwa moral masyarakat telah sedemikian rusak dan perbuatan maksiat ada di mana-mana. Hal ini dianggap sebagai ancaman terhadap moral bangsa sehingga harus dilawan dan diberantas dengan penerapan standar-standar moral tertentu. Untuk memaksa masyarakat menerapkan standar moral tersebut, maka dibentuklah peraturan perundang-undangan yang memuat pemberlakuan standar moral itu. Setelah masyarakat dihegemoni dengan standarisasi moral itu, timbullah kepatuhan dan ketundukan. Akhirnya masyarakat akan semakin mudah untuk dikontrol segala aspek kehidupannya.

Untuk meyakinkan bahwa standar moral tersebut dapat diterapkan, institusi-institusi dipelihara. Maka terbentuklah kekuatan-kekuatan sipil bersenjata yang dapat melakukan kekerasan yang dianggap dibenarkan. Sementara aparat keamanan yang sah tak berbuat apa-apa alias diam.

Dalam kondisi Indonesia sekarang yang kepercayaan terhadap pemerintahan yang sah tidak begitu kuat, sementara permasalahan dalam semua aspek kehidupan bernegara belum kunjung terselesaikan, korupsi merajalela, maka standarisasi moral berdasarkan ideologi tertentu dianggap pintu yang relative mudah untuk mempengaruhi masyarakat. Dengan menerapkan standar moral itu dijanjikan bahwa kehidupan bernegara akan lebih baik, moral masyarakat dan pejabat Negara menjadi lebih baik. Apalagi dengan memakai ideologi tertentu yang menjadi mayoritas dan diamini oleh masyarakat.

Dalam era reformasi ini, untuk menciptakan kehidupan bernegara yang lebih baik, tantangan Indonesia bukan saja mengikis habis sisa-sisa otoritarianisme Suharto. Tetapi mewaspadai juga kemunculan bentuk otoritarianisme baru yang gejala-gejalanya mulai terlihat. Penyiapan-penyiapannya telah dilakukan, instrumen-instrumen hukum telah dan akan terbentuk, institusi-institusi politik terus menguat, sayap-sayap kekerasan mulai melakukan aktivitasnya, dan masyarakat mulai terhegemoni.

Dalam ekstrim lain, bukan tidak mungkin otoritarianisme baru ini muncul kembali dalam cara-cara yang represif seperti pada masa Orde Baru ketika kekerasan dilakukan atas nama kepentingan negara. Hanya kali ini, kekerasan dilakukan atas nama moralitas tertentu. Inilah awal bentuk baru otoritarianisme di Indonesia saat ini, kontrol dan kekerasan atas nama moral. Akhirnya, Indonesia kembali terjerembab dalam kehidupan bernegara yang buruk. Pelanggaran hak asasi manusia dan pengabaian-pengabaian hak masyarakat dianggap sah-sah saja, karena dianggap bertentangan dengan moral yang telah distandarisasi. Saat ini, kecendurangan itu sudah mulai terjadi. Sweeping-sweeping ke tempat-tempat yang dianggap tidak bermoral; penyerbuan-penyerbuan dan perusakan; bahkan kekerasan yang mengancam kehidupan berdemokrasi.

Dalam konteks ini, jika dilihat lebih jauh, munculnya RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP) bukan sekadar ancaman terhadap hak-hak perempuan maupun pluralisme di Indonesia. Tetapi merupakan suatu gejala munculnya otoritarianisme baru yang dapat mengancam kehidupan demokrasi yang dicita-citakan dalam era reformasi.

***


 

[1] Peneliti pada Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta, sekaligus anggota  Forum Belajar Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

 


 

 

[EMAIL PROTECTED]


Upgrade Your Email - Click here!



Hancurkan Kapitalisme,Imperialisme,Neo-Liberalisme, Bangun Sosialisme !
******Ajak lainnya bergabung ! Kirimkan e-mail kosong (isi to...saja)ke:
        [EMAIL PROTECTED] (langganan)
        [EMAIL PROTECTED] (keluar)
Site: http://come.to/indomarxist




SPONSORED LINKS
Indonesia phone card Indonesia calling card Indonesia travel
Indonesia Indonesia hotel Indonesia tour


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke