Buletin Elektronik www.Prakarsa-Rakyat.org 
           
                  SADAR 

                  Simpul Untuk Keadilan dan Demokrasi
                  Edisi: 81 Tahun III - 2007
                  Sumber: www.prakarsa-rakyat.org
                 

--------------------------------------------------------------
                 


                  MENGGAGAS PENGAMBILALIHAN DAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN OLEH 
BURUH

                   

                   

                   

                  Fitriati[1]

                   

                   

                   

                  Sebuah film dokumenter, The Take, mempertontonkan 
perusahaan-perusahaan swasta di Argentina banyak yang pailit dan ditinggal 
kabur pengusahanya karena krisis ekonomi di era 1990 - 2000.  Pun, dalam sistem 
pemerintahan Negara Argentina saat itu (sampai film itu dibuat, tahun 2003) 
hanya menjadi "pelaksana" kebijakan pemodal internasional dan dikontrol oleh 
pemodal tersebut melalui IMF dan World Bank.  Semua kebijakannya merugikan kaum 
buruh dan Rakyat Argentina.

                   

                  Dalam film tersebut, jelas digambarkan bahwa Rakyat 
Argentina, khususnya buruh, mendapatkan ide dan kemauan mengambil alih serta 
mengelola perusahaan bukan dari sebuah teori yang datang dari langit, tetapi 
dari pengalaman yang mereka hadapi. Pengusaha-pengusaha kabur dengan membawa 
modal mereka yang telah terakumulasi di bank, mereka hanya meninggalkan 
mesin-mesin, gedung-gedung dan sisa bahan baku serta buruh-buruh yang dalam 
kebingungan karena tidak mendapat upah dan kepastian kerja. Dari sinilah para 
buruh yang sudah tidak bekerja dan sulit mendapatkan pekerjaan di tempat lain 
akhirnya menemukan satu pilihan, yakni mengambil alih perusahaan yang ditinggal 
kabur pengusaha dan mengelolanya agar berproduksi kembali oleh buruh secara 
bersama.

                   

                  Hambatan-hambatan yang muncul di fase awal, seperti proses 
produksi yang sebelumnya tidak tergambarkan soal akunting. Hal yang selama ini 
buruh secara umum tidak menyentuh dan melakukannya, lebih dilakukan oleh 
manajemen perusahaan.  Tetapi pada prakteknya mereka menemukan sebuah 
kemudahan.  Mereka merasakan hitung-hitungan produksi dan akunting hanyalah 
sebuah proses penghitungan: tambah-tambahan, kurang-kurangan, bagi dan kali.  
Hambatan bahan baku dan segmen pasar produksi terjawab dengan relasi antar 
komunitas yang dibangun bersama.

                   

                  Pada perkembangannya industri yang dibangun bersama oleh 
Buruh Agentina, menjadi contoh dan bergerak ke sektor lainnya seperti klinik 
dan komunitas sekitar industri di masyarakat. Dan perkembangan kuantitas ini 
bergerak menuju peningkatan kualitas kehidupan masyarakatnya.  Pengorganisasian 
komunitas menjadi salah satu motor dan penentu kerberhasilan pengelolaan 
perusahaan oleh kaum buruhnya, dan manfaat dari hasil produksi dapat dinikmati 
oleh masyarakat sekitar industri.

                   

                  Keberhasilan satu perusahaan dan berkembang menjadi satu 
metode massal, sampai 200 perusahaan yang dikelola buruh secara bersama membuat 
elit politik dan pengusaha kembali mengincar untuk merebut 
perusahaan-perusahaan tersebut.  Kekuatan polisi dan birokrasi kembali dipakai 
untuk mengusir buruh dari pabrik dengan alasan pabrik tersebut milik mereka. 
Padahal ketika buruh mengambil alih perusahaan dalam keadaan sulit, hutang 
menumpuk, buruh tidak dibayar, dan produksi macet.  Upaya yang dilakukan untuk 
berproduksinya kembali perusahaan, dianggap illegal dan melanggar undang-undang.

                   

                  Namun kekuatan besar kaum buruh yang membuat Komite Nasional 
Pengelolaan Perusahaan, tentunya tidak tinggal diam dan memperkuat barisannya 
serta melakukan perlawanan dengan berbagai cara. Upaya awal adalah dengan terus 
berproduksi dan menjaga perusahaan secara bergilir. Upaya lanjutannya dengan 
mendesak negara dan pemerintah setempat membuat kebijakan agar pengelolaan 
perusahaan diatur dalam sebuah peraturan khusus.  Pada prosesnya Kota Buenos 
Aires membuat kebijakan menyetujui penguasaan perusahaan oleh buruh secara 
bersama.  Sebuah proses panjang dan masih terus berlangsung.

                   

                  Pelajaran untuk kasus di Indonesia

                   

                  Di Indonesia, situasi ekonomi juga memiliki kemiripan dengan 
Argentina dan daerah Amerika Latin lainnya.  Resep diberikan oleh IMF dan World 
Bank agar menjadi tergantung dan kemudian negara tunduk. Aturan 
perundang-undangan dibuat untuk memberikan keleluasaan bagi pengusaha/investor 
dan merugikan buruh. Pun, fenomena kasus penutupan perusahaan dengan dalih 
pailit, relokasi dan pengusaha kabur cukup marak paska krisis ekonomi 1998. 
Cukup banyak perjuangan yang hanya berhenti pada pemberian pesangon yang sangat 
kecil dan apabila melawan melalui jalur hukum akan selalu lama bahkan 
terkatung-katung, karena proses yang panjang dengan eksekusi yang tak pasti.

                   

                  Pada tahun ini saja, di Jabodetabek diguncang dengan kaburnya 
pengusaha dan penutupan perusahaan karena larinya order seperti PT. Tong Yang 
Indonesia dan PT. Tapak Tiara Indah Bekasi yang mengerjakan sekitar 10.000 
buruh. Juga PT Spotec dan PT. Dong Joe Indonesia di Tangerang yang buruhnya 
mencapai 12.000.  Belum lagi PT. Titan Karawang, PT. Istana di Jakarta yang 
mempekerjakan hingga 5.000 buruh.

                   

                  Kita bisa hitung kerugian ekonomi, sosial dan politik bagi 
kaum buruh dan keluarganya yang menerima dampak karena pengusaha kabur dan 
perusahaan tutup. Secara ekonomi, tingkat penurunan kualitas hidup menjadi 
kenyataan pertama yang diterima. Pesangon yang tidak jelas dan kalaupun 
mendapatkan hanyalah kecil (tidak sesuai aturan), membuat kebutuhan-kebutuhan 
hidup tidak bias dipenuhi. 

                   

                  Secara sosial, sulit untuk mencari kerja karena batasan usia. 
Selain itu karena secara ekonomi merosot maka pilihannya adalah bekerja dengan 
serabutan. Ditambah dengan tradisi dan budaya masyarakat yang masih feodal maka 
tekanan secara psikologi menambah beban kehidupan buruh dan keluarganya. Maka 
tingkat depresi, stress dan frustasi menjadi tinggi.   Secara politik, kekuatan 
kaum buruh menjadi lemah karena banyak yang di-PHK. 

                   

                  Dalam situasi yang seperti itu, pengalaman Buruh Argentina 
bisa menjadi inspirasi dan bahan diskusi bagi serikat buruh dan para pejuang 
rakyat agar membangun gagasan untuk mengambil alih perusahaan dan mengelolanya 
menjadi usaha bersama kaum buruh. Sehingga ini bisa menjawab akan persoalan 
pengangguran dan  kemiskinan di Indonesia. Apabila ini bisa dilakukan, maka 
akan menjadi satu konsep tandingan dan menjawab akan kelemahan negara 
memberikan lapangan pekerjaan bagi rakyat serta negara hanya mengandalkan 
kepada investor.

                   

                  Hambatan-hambatan pasti akan muncul, soal bahan baku dan 
pasar serta bagaimana dengan tanggungan perusahaan ke bank, termasuk bagaimana 
proses produksi dan pembagian keuntungan. Nah, di sini bisa akan ditemukan 
jawabannya ketika bisa terumuskan dengan baik, dengan mempertemukan para buruh 
yang perusahaannya tutup dan pengusahanya kabur. 

                   

                  Untuk menuju kesana, maka buruh yang perusahaannya tutup dan 
pengusahanya kabur harus membangun logika dalam penyelesaian kasus tersebut 
dengan cara memberikan pemahaman tentang kelanjutan kerja dengan mengambil alih 
perusahaan dan memperkuat kaum buruhnya serta tidak terjebak dalam dalam aras 
hokum formal negara. Kerja tingkat bawah ini harus dibarengi dengan kerja 
bersama tingkat atas dengan membangun aliansi pengambilalihan perusahaan tutup. 
Kerja ini diambil bersama oleh serikat buruh, aktivis pejuang rakyat dan 
intelektual pro buruh.

                   

                  Kerja aliansi atau komite ini bertugas untuk melakukan 
kampanye dan tekanan kepada negara dan mencari dukungan bagi terlaksananya dan 
berlangsungnya proses produksi tersebut. Salah satunya adalah bagaimana mencari 
modal (yang sering manjadi persoalan) untuk memulai kembali produksi, di 
antaranya bisa memakai dana JAMSOSTEK atau dana dari BUMN lainnya. Selain itu 
kerja komite ini bisa memaksakan sebuah aturan negara akan perlindungan secara 
khusus model produksi ini.

                   

                  Model alternatif ini bisa menggerakkan ekonomi bukan saja 
bagi buruhnya, tetapi juga untuk masyarakat sekitar industri. Tentunya 
membutuhkan kemauan dan keseriusan bagi semua pihak yang mendukung rakyat dalam 
membebaskan diri dari sistem kapitalisme yang menindas.

                   

                   



--------------------------------------------------------------

                  [1] Penulis adalah anggota Aliansi Buruh Menggugat (ABM), 
sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

                   

                   




                 
                    
           
            [EMAIL PROTECTED]    
     






[Non-text portions of this message have been removed]



Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://www.indomarxist.co.nr/
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke