Pepatah Vietnam: “CO TIEN MUA TIEN CUNG DUOC” yang jika di Indonesiakan:”Ada uang, dewapun bisa dibeli”. Indonesia sedang turut membuktikan kebenaran pepatah itu. Setia Novanto(SS) bisa membeli DPR (‘'suara rakyat”), bisa membeli MKD dan kemudian bisakah dia membeli...PRESIDEN? sebagai dewa terbesar untuk Indonesia. Dari DewaN ke Dewa hanya butuh penghilangan satu N. Semoga pepatah Vietnam itu tidak lagi berlaku hingga di sini. Bicara soal korupsi, saya rasa pengertian korupsi telah sangat meluas karna juga cara-cara melakukan korupsi telah berkembang pesat dengan kreativitas dan metode yang luar biasa canggihnya. Dulu, biasanya korupsi dilakukan oleh hanya satu orang yang ternyata cepat ketahuan, cepat terbongkar dan juga hasil korupsi pada umumnya dimakan sendiri ,dinikmati sendiri. Korupsi moderen sekarang ini dilakukan secara kolektif(berjemaah) yang ternyata lebih aman, lebih mantap dan jauh lebih besar tangkapannya. Korupsi di Vietnam, yang saya ketahui kira-kira lebih 30 tahun lalu, hampir selalu dilakukan secara kolektif oleh para kader Partai dan penguasa Pemerintah. Pemerintah hampir-hampir tidak berdaya menghadapinya dan bahkan sering lumpuh bagaikan si lumpuh menyaksikan perampokan di siang bolong. Dan kalau rakyat protes, biasanya para pembesar pemerintah sudah siap dengan jawaban:” semua mereka adalah teman-teman seperjuangan yang di masa lalu mengangkat senjata melawan musuh bangsa. Apakah kita harus pula mengarahkan senjata ke teman-teman bekas pejuang itu?” Tentu pula SS punya teman-teman “seperjuangan” di Golkar, di DPR, di MKD, di Mahkamah Agung dsb,dsb. Tegakah teman-teman “seperjuangan”SS yang telah dibeli dengan uang itu membiarkan SS terjerat hukum hingga menuju pintu penjara?. Setiap penikmat hasil korupsi yang tidak melakukan korupsi itu sendiri adalah polisi-polisi yang terpercaya dalam menjaga dan menyelamatklan sang koruptor si baik budi yang telah menyedekahkan uangnya pada siapa saja yang dia anggap akan berguna sebagai pelindung dan pembela di kemudian hari. Korupsi moderen yang kolektif dan bersifat “sosial” ( bagi rame-rame meskipun tidak adil) ternyata punya keunggulan dan kecanggihan yang sulit dilawan apalagi mau diberantas. Solusinya? Solusinya bersifat klas. Setiap klas yang berkuasa punya cara-cara tersendiri dalam mengelola persoalan korupsi yang mereka hadapi. Jadi tidak semata persolan demokrasi yang tidak berjalan. Ada soal lain di samping demokrasi yang dimanipulasi, yaitu soal kekuasan yang impoten dari banyak cabang-cabang kekuasaan yang sedang memerintah.”Suara rakyat adalah suara Tuhan” adalah cuma sebatas reklame yang hanya bisa dibuktikan bila hal itu telah terjadi saja. Dan jika belum atau tidak, maka : “Suara rakyat SEHARUSNYA adalah suara Tuhan.Tapi untuk mencapai itu, rakyat harus punya kekuasaan terlebih dahulu.Dan inilah yang menjadi persoalan kita bersama sekarang ini. ASAHAN.
From: 'A. Dahana' via diskusi kita Sent: Sunday, December 13, 2015 2:29 AM To: alumnas-...@yahoogroups.com ; Group Diskusi Kita ; alumnilemhana...@yahoo.com ; group-indepen...@googlegroups.com ; Tito Karnavian ; rosyidahn...@kemenag.go.id ; marsetio ; Abdillah Toha ; a...@imparsial.org ; Juwono Sudarsono ; Retno L Marsudi ; Achmad Sucipto, Admiral ; Atmadji Sumarkidjo ; Chan ; Fadli Zon ; Liddle, Bill ; Sully T. Suharjo ; Dr. Pramono Anung ; Hasto Kristiyanto ; halim perdanakusuma ; Azis Nurwahyudi Subject: Re: [alumnas-OOT] Fwd: Terimakasih Setya Novanto Dear Bung GM dan Bunbg SS. Gambaran anda berdua yang anda sampaikan tentang demokrasi di negeri ini klop dengan ungkapan dalam Bahasa Cina JINQIAN WAN NENG, yang kurang lebih secara harfiah berarti "Duit punya 10.000 kemampuan." Itulah Indonesia!!!! Dibaca: cinchien wanneng. Salam, AD On Sunday, December 13, 2015 6:29 AM, "Salim Said bungsali...@gmail.com [alumnas-OOT]" <alumnas-...@yahoogroups.com> wrote: Masih Diperlukan Banyak Setyo Novanto. Setiap Golkar (atau tokoh Golkar) terlibat "skandal," nama Setya Novanto hampir selalu tampil, tapi juga selalu lolos (dari jerat apa saja) bahkan makin mencorah prestasi,kedudukan dan konon juga jumlah duitnya. Mestinya timbul pertanyaan apakah Setnov begitu hebat secara pribadi? Sebagai seorang ilmuwan politik yang bertahun-bertahun mengamati Golkar, saya berkesimpulan yang berkuasa di dalam partai itu (sejak ditinggilkan Soeharto) adalah mereka yang punya duit banyak yang dengan modal besar itu membangun jamaah dan lalu menjadi imam jamaah tersebut. Kelihatannya Imam Jamaah itu berkuasa tunggal (Seperti masa Soeharto menontrol Golkar sebagai Ketua Dewan Pembina) tapi dalam kenyataan, partai secara berjamaah dikontrol oleh para oligar yang bermaanfaat (berpotensi dimanfaatkan) dan sejalan dengan sejumlah gagasan dan kepentingan sang imam jamaah. Jika dipandang dari pendekataan "teori" berjamaah ini, maka segala tingkah laku politik dan bisnis Setnov dan lindungan partai atas dirinya (Dalam MKD Setnov dibela habis-habisan oleh"para "Yang Mulia" dari Golkar). menunjukkan bagaimana Setnov hanya alat-- tapi alat canggih-- dari Golkar.Sumber-sumber dalam Golkar menyebut Setnov adalah kader terunggul dan tercanggih dalam kegiatan mendapatkan dana bagi partai. Dalam kondisi perpolitikan seperti sekarang (dana tidak dari iuran anggota partai, juga bukan dari pemerintah, partai tidak boleh mendirikan perusahaan) maka satu-satunya jalan untuk survive, partai-partai harus mencari sendiri dana. Dalam keadaan seperti ini, pada tingkat peradaban politik seperti ini, perpolitikan Indonesia memang terpaksa masih memerlukan sejumlah Setya Novanto. Bung Salim ---------- Forwarded message ---------- From: sukojo midjan <suko...@gmail.com> Date: 2015-12-12 20:30 GMT+07:00 Subject: Terimakasih Setya Novanto To: Salim Said <bungsali...@gmail.com> Terimakasih Setya Novanto Jumat, 11 Des 2015 - 23:22:50 WIB Gunawan Muhamad, TEROPONGSENAYAN Sumber foto : Istimewa Setya Novanto Terimakasih Setya Novanto, kehadiaranmu telah membuka pandangan kami tentang demokrasi yang sedang dimanipulasi. Mandat Suci, Kini Dibeli Sejak dini kami diajari di semua jenjang pendidikan, bahwa di negara ini yang berdaulat adalah rakyat. Kedaulatan rakyat itu bagi kami laksana kalimat suci. Rakyatlah yang punya kuasa, punya daulat. Saking berdaulatnya rakyat, kami hampir percaya bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Secara teknis prosedural kami didoktrin bahwa kedaulatan rakyat dapat diujud-nyatakan secara adil dalam pemilu rutin lima tahunan unuk tentukan arah nasib kami dan bangsa kami. Dan dalam tahap inilah engkau wahai Setya Novanto telah membuka mata kami secara lebar. Mandat, yang dulu dalam pandangan kami suci, ternyata bisa dibeli. Dalam pemilu, siapa gunakan uang besar dengan metode yang tepat dialah akan mendapat mandat. Langkahmu jadi teladan banyak orang dalam pemilu juga pilkada. Terimakasih Setya Novanto, karena engkaulah gambaran paling sempurna bagaimana mandat suci kedaulatan rakyat secara teknis bisa jadi komoditas yang dapat diprediksi, dimanipulasi lalu dibeli. Tentu dengan cara yang lebih keren. Menggunakan pendekatan sains. Tidak seperti beli kacang goreng di pasar tradisional. Uang dalam setiap pemilu menjadi penentu. Dan sosok seperti Setya Novantolah yang bisa dipastikan bisa raih mandat suci secara lebih pasti. Tak penting visi tak perlu kompetensi. Uang berkuasa, rakyat harus terima. Makin Kuasa Makin Kaya Terimakasih Setya Novanto. Berkat perjalanan karier dan sepak terjangmu di panggung terdepan demokrasi tanah air, kami akhirnya belajar kenyataan tentang demokrasi. Bahwa dalam demokrasi, kekuasaan adalah saudara kembar dari kekayaan. Perjalanan hidupmu adalah gambaran sempurna pertalian erat uang dan kekuasaan. Kekuasaan jadi jembatan bagi para penumpuk harta, sebaliknya semakin kaya makin berkuasa. Dengan ini juga kami mengerti kenapa makin banyak orang kaya di negeri ini rela habiskan uangnya untuk berdemokrasi. Terimakasih Setya Novanto. Engkau telah membuka selubung manipulasi atas nama demokrasi. Pelajaran normatif tentang demokrasi yang kami dapati dalam buku-buku sejarah, bahwa demokrasi adalah cara paling masuk akal untuk mensejahterakan orang banyak ternyata hanya isapan jempol belaka. Kredo klasik "dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat", yang masih diajarkan di ruang kelas, ternyata di tanganmu kredo itu telah berganti : "uang beli kuasa, kuasa hasilkan uang". Engkau mengambarkan secara sempurna bagaimana kematian teori klasik demokrasi. Bagaimana engkau menjadi Ketua DPR dan untuk apa jabatan itu kau gunakan jelas adalah gambaran sempurna kematian demokrasi. Bagaimana kuasai parpol dengan uang dan bagaimana gunakan parpol untuk uang, menjadi modus baru yang dilakukan banyak orang. "Separation of Power", "capitalitation of power" Terimakasih Setya Novanto. Dengan track recordmu sebagai orang yang dikenal lihai dalam lakukan loby dan mainkan upeti dalam jejaring kekuasaan, kami belajar kenyataan, ditanganmu semua pihak bisa "ditundukan", lawan ganas esok jadi sahabat, pejabat penyidik tak berkutik, eksekutif tertunduk lesu tunggu upetimu. Lawan bisa kau penjarakan, kawan bisa kau bebaskan dari hukuman. Kau lah kenyataan yang melipat teori besar demokrasi. Pak Setnov, sejak awal para pemikir demokrasi mendedikasikan agar sejumlah cabang kekuasan harus dipisahkan. Demi melindungi kepentingan banyak orang dari nafsu keserakahan. Sejak zaman Jhon Locke hingga abad XXI ini, narasi besar demokrasi mengatakan bahwa setiap cabang kekuasaan didesain untuk menjamin ragam kepentingan rakyat banyak dalam satu negara. Eksekutif bekerja sejahterakan rakyat, yudikatif tegakan hukum demi kepastian hukum dan rasa keadilan, legislatif bersidang setiap waktu rumuskan regulasi yang berpihak pada rakyat, mass media jadi alat kontrol atas kemungkinan penyimpangan perilaku para pejabat. Terimakasih Setya Novanto, dalam rekaman "papa minta saham" bapak secara sempurna demonstrasikan bahwa telah terjadi pergeseran teori rumit "separation of power" menjadi "capitalitation of power". Pemisahan cabang kekuasaan untuk tujuan kepentingan rakyat, begitu rumit untuk dilaksanakan. Ditanganmu hal rumit itu bergeser secara sederhana dan nyata menjadi penggunaan kekuasaan untuk menumpuk harta kekayaan. Akhirnya mata kami terbuka, memang semua cabang kekuasaan telah dijadikan lahan menambang kekayaan, Eksekutif, legislatif, yudikatif bahkan mass media. Itulah kenyataan. Terimakasih Setya Novanto, engkaulah yang membuka mata kami tentang nasib demokrasi yang telah dimanipulasi. Kami berhutang pencerahan kepadamu, atas keberhasilanmu melipat demokrasi dalam saku jas mewah mu. Salam Gunawan Muhamad -- Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "diskusi kita" di Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke diskusi-kita+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.