From: A. Alham 
Sent: Monday, February 08, 2016 1:29 AM
To: diskusi-k...@googlegroups.com ; rumahkitabers...@yahoogroups.com ; 
sastra-pembeba...@yahoogroups.com ; wahana-n...@yahoogroups.com ; 
inti=n...@yahoogroups.com 
Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono

Tidaklah penting siapa saya  karna dari keluarga yang manapun saya berasal saya 
tetap memakai otak  saya sendiri, tidak ada ideologi atau politik turunan. Yang 
ada mungkin kebetulan atau  kesamaan karena manusia dipengaruhi materi dan 
lingkungan yang ada di sekitarnya maupun yang jauh darinya tanpa  campur tangan 
DNA dan kesamaan organ tubuh lainnya. Saya setuju dengan Pak Jaya. Saya juga 
tidak ada dendam perseorangan, tapi saya memang  menyimpan dendam kesumat 
terhadap rezim kejam dan jahat dan saya turut berjuang agar rezim yang demikian 
dihancurkan hingga tak akan kembali untuk selamanya. Manusia jahat dan kejam 
seperti suhartO akan mati dan sudah mati seperti juga manusia lainnya .Tapi 
rezim yang ditinggalkannya sebagai sistim tidak otomatis mati bersama pendiri 
atau penciptanya.  Pada suhartO saya benci dan jijik tapi untuk dendam tentu 
tidak ada gunanya , dia sudah mati, namun sistim rezimnya tidak boleh hidup dan 
harus dilenyapkan dengan perjuangan dan  untuk itu  memerlukan rasa dendam yang 
besar terhadap sistim rezim tsb. Dendam berarti persiapan dan kesiapan untuk 
menghancurkan musuh, tapi kalau musuh itu  sudah mati, dendam harus diarahkan 
pada sistimm rezim yang diwariskan musuh itu pada penerusnya. Bagi saya dendam 
itu bukan fiksi tapi realitas.  Saya hanya dendam pada penjahat yang masih 
hidup dan bila dia sudah  mati dendam harus diarahkan pada sistim rezim yang 
masih tetap hidup. Fasisme dan kediktatoran borjuasi adalah realitas dan bukan 
fiksi. Hitler dan suhartO sudah menjadi fiksi tapi kediktatoran dan fasisme 
yang diwariskan oleh kedua mahluk itu belum sepenuhnya mati dan tetap mengancam 
kehidupan manusia di bumi ini.

Melihat ke depan untuk suatu masa depan yang baru dan diimpikan, tidak mungkin 
tanpa mengetahui apa yang pernah terjadi di belakang kita di masa lalu. Kita 
tahu terang karna ada gelap. Kalau tidak ada gelap, bagaimana kita bisa 
menyebut ini adalah terang atau sebaliknya. Begitu pula dengan masa lalu dan 
masa depan tidak bisa kita putus.Kita ingin ke depan karna kita tahu ada masa 
lalu. Kalau tidak ada masa lalu, kehidupan ini tidak pernah akan ada.Ini bukan 
filsafat atau permainan kata tapi kesadaran elementer yang seharunya dipahami 
oleh semua manusia. Bayi yang baru lahir itu menangis karna dia punya masa lalu 
dalam kandungan ibunya dan belum bisa bersuara selama di sana dan dia menarik 
nafas di udara terbuka karna juga sudah terbiasa menghisap oxigen meskipun dari 
dalam kandungan. Apkah mungkin kita menghilangkan masa lalu kita? Kalau mungkin 
untuk apa kita maju ke depan? 
ASAHAN AIDIT.
  
From: Salim Said 
Sent: Sunday, February 07, 2016 9:10 AM
To: group-indepen...@googlegroups.com ; alumnas-oot ; 
alumnilemhana...@yahoo.com ; Group Diskusi Kita ; Tito Karnavian ; tiaraly ; 
Sully T. Suharjo ; Martiono Hadianto ; Abdillah Toha ; ganur2...@yahoo.com ; 
Asahan Aidit ; Chan 
Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono



2016-02-07 9:52 GMT+07:00 <semarsupr...@gmail.com>:

  Pak Harjono benar, dendam antara sesama bangsa kita tidak ada manfaat kecuali 
memecah-belah bangsa kita seperti yang diharapkan bangsa lain yg ingin 
menguasai bangsa kita ‎. Marilah kita lupakan dendam termasuk dendam pribadi 
saya sendiri karena sekolah saya dibakar, rumah saya dirusak, ayah kandung dan 
sanak keluarga saya dibunuh, demi merajut persatuan kesatuan bangsa Indonesia 
membentuk masa depan yg lebih baik!  Merdeka! Hormat jaya suprana
  Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Indosat network.
        From: Harjono Kartohadiprodjo
        Sent: Sunday, February 7, 2016 07:53
        To: gigin praginanto
        Reply To: group-indepen...@googlegroups.com
        Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss 
Wibisono 


  Bung G‎igin, peristiwa G30S itu bukan kejadian yg dilakakan satu pihak 
terhadap pihak yg lain. Apakah PKI tidak membantai santri2 dan warga negara yg 
anti PKI, saya melihat ganasnya PKI di Jawa Tengah. Orang tua saya saja mau 
diculik Pemuda Rakyat dalam suatu Seminar Hukum Nasio nal. Peristiwa Madiun thn 
48, apakah begitu sucinya PKI "membela Rakyat".‎Saya kembali mengingatkan, 
kebencian dan dendam masa lalu kita lupakan, tidak perlu diungkit lagi. 
  MHK
  Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.
        From: gigin praginanto
        Sent: Minggu, 7 Februari 2016 07.40
        To: group-indepen...@googlegroups.com; Group Diskusi Kita; alumnas-oot; 
alumnilemhana...@yahoo.com
        Reply To: group-indepen...@googlegroups.com
        Subject: RE: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss 
Wibisono 


  Peristiwa G30S memberi inspirasi kepada kepada generasi selanjutnya bahwa 
kita boleh berbuat apa saja, termasuk melakukan pembantaian besar bila kita 
memiliki pembenaran atas kebuasan yang kita lakukan. Bantai!

  Dikirim dari Windows Phone saya

------------------------------------------------------------------------------
  From: 'achmad mubarok' via Grup Independen
  Sent: ‎2/‎6/‎2016 19:37
  To: group-indepen...@googlegroups.com; Group Diskusi Kita; alumnas-oot; 
alumnilemhana...@yahoo.com
  Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono


  saya tidak tahu Asahan Aidit ini ada hubungannya dengan DN Aidit Ketua PKI 
dulu atau tidak, tapi kampanye PKI ketika itu memang begitu, melawan tuan 
tanah,musuh rakyat kek, antek imperialis kek, tapi yang diserang secara sepihak 
terutama masyarakat santri yang mengenal tanah wakaf, gak terbayang jika PKI 
mayoritas ketika itu.



  On Saturday, February 6, 2016 4:13 AM, Salim Said <bungsali...@gmail.com> 
wrote:






  2016-02-06 2:15 GMT+07:00 A. Alham <a.alham1...@kpnmail.nl>:

    “Pilihan dibunuh atau  membunuh” adalah alasan kaum anti Komunis untuk 
membunuh semua anggota PKI. PKI ataupun seluruh kaum Komunis sedunia tiada 
bermaksud membunuh siapapun kecuali musuh rakyat yang sudah teramat besar 
dosanya terhadap rakyat. Umpamanya para GEMBONG JAHAT yang terlalu banyak 
berhutang darah pada rakyat seperti  lintah darat, penghasut elemen jahat 
lainnya untuk memeras rakyat dan punya hutang darah pada rakyat, tuan tanah 
jahat yang  punya praktek perbudakan hingga membunuh rakyat yang dianggapnya 
musuh atau punya hutang tak terbayar yang semua elemen jahat dan punya  hutang 
darah pada rakyat itu disebut GEMBONG JAHAT di desa maupun mungkin di 
kota-kota. Semua jenis gembong jahat YANG TIDAK BISA DIKENDALIKAN OLEH 
PEMERINTAH DAN PELANGGAR HUKUM BERAT ini memang mungkin diselesaikan oleh PKI 
demi melindungi keamanan jiwa rakyat yang itu memang kewajiban PKI dan setiap 
Komunis di manapun. Namun sebelum mengambil tindakan keras dan hukuman terhadap 
gembong jahat itu, Partai selalu mengadakan penyelidikan yang sangat teliti, 
meminta dan mendengarkan pendapat rakyat setempat, mengumpulkan data-data 
kejahatan seseorang gembong jahat dan lalu mendiskusikannya secara teliti dari 
berbagai segi dan lalu mengambil keputusan: diselesaikan atau dibiarkan untuk 
sementara.Cara ini digunakan hampir oleh semua Partai Komunis sedunia yang 
melakukan perjuangan keras lawan keras melawan musuh-musuh rakyat yang sudah 
terlampau jahat dan punya hutang darah terhadap rakyat. Apa boleh buat, PKI 
bukan Partai melati atau kenanga meskipun juga cuma Partai Tawon dan belum 
Partai Singa ketika itu. Dan ketika PKI menjadi partai anggrek, maka hancur 
luluhlah PKI karna melawan takdirnya sendiri. NEXT TIME BETTER.
    ASAHAN AIDIT.
    From: 'achmad mubarok' via Grup Independen 
    Sent: Thursday, February 04, 2016 12:44 PM
    To: group-indepen...@googlegroups.com 
    Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono

    Tahun 1965 saya usia 20 tahun adalah santri di pesantren kecil, guru SD 
Negeri dan Kepala Madrasah. Di organisasi saya ketua Pertanu (Tani NU), Lesbumi 
(Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia) dan Sekretaris Partai NU tingkat 
Kecamatan di Jawa Tengah. Saya mengalami langsung konflik dengan PKI, dan dari 
awal PKI lah profokator konflik dengan aksi sepihak, BTI, LEKRA , Pemuda Rakyat 
dan Serikat buruhnya, Perstiwa pembunuhan Jenderal di Lubang Buaya menjadi picu 
arus balik. Semua krekuatan non PKI bangkit melawan aksi PKI, bahkan ketika itu 
Banser lebih diasegani dibanding tentara dan polisi, karena ada juga indikasi 
tentara dan plisi yang pro PKI. Waktu itu pilihannya hanya satu, dibunuh atau 
membunuh. Kedatangan RPKAD dibawah  Sarwo Edi menambah energi rakyat dalam 
menhadapi PKI. Yang saya lihat aksi rakyat lebih spontan dibanding tentara.



    On Wednesday, February 3, 2016 11:05 AM, Bekto Suprapto 
<supraptobe...@gmail.com> wrote:




    Pak Jaya Suprana ysh.
    Sejarah selalu dibuat dengan versi penguasa. Versi Belanda mereka tidak 
menjajah Indonesia tetapi bisnis di Indonesia. Hal serupa terjadi di Indonesia, 
versi penguasa saat itu.

    Salam hormat
    Bekto Suprapto

    Sent from my iPhone

    On 3 Feb 2016, at 07.26, semarsupr...@gmail.com wrote:


      Jika Belanda adil dalam membahas masa lalu seharusnya mereka juga 
membahas kebengisan militer Belanda membantai warga Indonesia di bumi Indonesia 
akibat (sampai kini) secara resmi de jure mereka tidak sudi mengakui 
kemerdekaan Indonesia. Salam merdeka dari jaya suprana 
      Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Indosat network.
            From: Salim Said
            Sent: Wednesday, February 3, 2016 08:03
            To: Group Diskusi Kita; alumnas-oot; alumnilemhana...@yahoo.com; 
group-indepen...@googlegroups.com; Tito Karnavian; Sully T. Suharjo; Martiono 
Hadianto; Abdillah Toha; Retno L Marsudi; Von Magnis Suseno; Harry Tjan 
Silalahi; Jaya Suprana; Din Syamsuddin; Salahuddin Wahid; ganur2...@yahoo.com; 
Chan; Asahan Aidit
            Subject: Fwd: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss 
Wibisono 



      ---------- Forwarded message ----------
      From: sukojo midjan <suko...@gmail.com>
      Date: 2016-02-03 6:04 GMT+07:00
      Subject: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono
      To: Salim Said <bungsali...@gmail.com>



      “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono
      Posted on 1 Februari 2016 by gatholotjo 
      Versi lain tindjauan pers ini telah nongol di madjalah Historia No 25, 
halaman 17-19.
      Lima puluh tahun G30S ternjata djuga mendjadi pemberitaan media massa 
Belanda, negeri bekas pendjadjah. Bukan tjuma koran, mingguan atau media tjetak 
lain jang memberitakannja, tapi djuga radio dan televisi serta tak ketinggalan 
situs web. Menariknja, ketika mingsih adaaa sadja media massa Indonesia jang 
gak bosen2nja meng-ulang2 sudut pemberitaan seperti 50 tahun silam 
(keminggrisnja gak bisa move on) jaitu G30S terus2an dipandang sebagai 
bentrokan ideologis antara PKI dan mungsuh2nja (seperti maunja orde bau), maka 
media massa Londo si bekas pendjadjah sudah sama sekali meninggalkan sudut 
pandang kuno ini. Sekarang mereka menekuni G30S melulu dari sudut pelanggaran 
berat hak2 asasi manusia, bahkan bagi mereka G30S merupaken kejahatan terhadap 
kemanusiaan.
      Pertentangan sudut pandang lama dengan sudut pandang baru terhadap G30S 
ini merupakan inti pemberitaan harian NRC Handelsblad. Pada edisi 1 Oktober 
2015, dengan djelas koran sore terbitan Amsterdam ini menguraikan perbedaan 
pandangan antara chalajak umum (jang dibesarkan tiap tahun menonton film 
Pengchianatan G30S/PKI) dengan kalangan jang disebutnja “jonge intellectuelen” 
alias tjendekiawan muda. Dalam berita itu, tjendekiawan muda ini diwakili orang 
tiga orang, masing2 dua novelis jaitu Laksmi Pamuntjak dan Eka Kurniawan, serta 
peneliti Andreas Harsono.
       
      Berita NRC Handelsblad tentang Laksmi Pamuntjak, Eka Kurniawan dan 
Andreas HarsonoBagi Laksmi Pamuntjak film indoktrinasi orde bau itu 
mengadjarkan bahwa PKI adalah kalangan batil sedjati jang atheis dan karena itu 
harus dibasmi. Inilah jang menjebalkan dan mendjengkelkannja. Karena itu Laksmi 
melakukan sesuatu jang tidak pernah diterima di Indonesia: menulis novel 
—berdjudul Amba— tentang pembunuhan massal 50 tahun silam. Diterdjemahkan 
sebagai Amba of de kleur van rood, novel ini sekarang djuga hadir untuk publik 
pembatja Belanda. 
      Laksmi tidak sendirian. Novelis Eka Kurniawan —dengan roman Tjantik itu 
luka jang terbit dalam bahasa Inggris— djuga tidak segan2 menulis tentang 
pembantaian 1965. Dalam bukunja, demikian NRC Handelsbald, Eka menggambarkan 
majat2 jang berserakan di mana2, di djalan, di sungai, di atas djembatan, 
bahkan di semak2. Mereka dibunuh tatkala berupaja melarikan diri, tulis Eka — 
sesuatu jang, demikian NRC Handelsblad, berlawanan dengan pesan film propaganda 
orde bau.
      Di balik minat besar intelektual muda itu, masalah 1965 tetap sadja tidak 
dibitjarakan setjara terbuka oleh chalajak ramai Indonesia. Kenapa? Untuk ini 
NRC Handelsblad menghubungi Andreas Harsono, peneliti pada organisasi hak2 
asasi manusia Human Rights Watch. Menurut Andreas banjak orang terlibat. 
“Politisi pada tingkat tertinggi, gubernur, bupati, kepala desa. Masih banjak 
orang2 berkuasa karena terlibat setjara pribadi, sehingga mereka tidak berminat 
berbitjara tentang hal ini.”
      Bukan hanja tentara dan preman jang terlibat dalam pembunuhan, demikian 
NRC Handelsblad berlandjut. Nahdlatul Ulama dan Muhammadijah, dua organisasi 
muslim terbesar Indonesia, djuga ikut serta. Para pemimpin agama melihat 
perburuan kalangan komunis ini sebagai sematjam perang sahid.
      NU dan Muhammadijah merupakan fundamen masjarakat. Keduanja mengendalikan 
sekolah, rumah sakit dan pelbagai upaja pengentasan kemiskinan. Bahwa dua 
organisasi, dengan 70 djuta anggota dari 245 djuta penduduk Indonesia, terlibat 
dalem pembunuhan massal itu merupakan kenjataan jang oleh banjak orang 
Indonesia ingin dilupakan sadja.
      Koran pagi de Volkskrant, pada edisi 30 September 2015, menampilkan 
wawantjara dengan dokter Ribka Tjiptaning Proletarijati, anggota DPR jang 
selalu membanggakan diri sebagai anak PKI. Sebagai anak djudul berita ini 
tertera “50 tahun silam tentara Indonesia membunuhi sedjuta orang komunis. 
Sedjak itu mereka merupakan pariah, demikian satu2nja anak komunis jang bisa 
mendjadi anggota DPR”.
      Berita ini bernada suram. Walaupun Tjiptaning sudah bisa sampai pada 
kursi DPR, nasib orang komunis dan korban peristiwa 65 lain tidaklah membaik. 
Mereka tetap dianggap antjaman. Tjiptaning djelas perketjualian, seperti bisa 
dibatja pada alinea berikut.
       
      Ribka Tjiptaning diwawantjarai de VolkskrantSepeninggal Gus Dur situasi 
Indonesia kembali mundur. Pada 2004, buku2 sedjarah jang memberi gambaran lebih 
bernuansa tentang peristiwa 1965 dilarangi dan dibakari. Tjiptaning: “Tidak ada 
jang protes. Siapa sadja berkata, ‘sudahlah biarkan sadja’. Tapi aku tak mau 
tutup mulut. Siapa sadja harus tahu bahwa anggota PKI bukan pembunuh, bukan 
pemerkosa dan bukan perampok, tapi orang jang menganut ideologi dengan tudjuan2 
luhur. Orang tuaku itu baik2. Mereka tidak pernah bertengkar dan keluarga kami 
selalu diliputi harmoni. Kalian tidak boleh menganggap mereka tidak pernah 
ada”. 
      Pada edisi achir pekan 26-27 September 2015, rubrik ilmu pengetahuan 
harian NRC Handelsblad menurunkan laporan pandjang tentang pelbagai teori G30S 
jang selama ini sudah berkembang. Djudulnja “Bloedbad dat de wereld niet kon 
schelen” artinja “Bandjir darah jang tak dipedulikan dunia”. Menariknja teori2 
ini berkembang di luar negeri, tidak di Indonesia sendiri. Maklum ilmuwan dan 
sedjarawan Indonesia belum djuga bisa benar2 membebaskan diri dari kungkungan 
orde bau, seperti bisa dibatja pada dua alinea berikut.
      Pembunuhan massal kalangan sajap kiri Indonesia tidak pernah diakui dunia 
internasional sebagai genosida. Sedjarawan Australia Robert Cribb, sedjarawan 
Belanda Gerry van Klinken dan ilmuwan lain djustru mengakuinja, mereka berseru 
bahwa ada upaja2 sengadja untuk membasmi kelompok politik tertentu. PBB hanja 
mengakui genosida djika terdjadi kekerasan sistematis terhadap “kelompok2 
nasional, etnis, rasial dan penganu agama tertentu”.
       
      Bandjir darah jang tak dipedulikan duniaSedjarawan2 John Roosa, Robert 
Cribb dan Gerry van Klinken, adalah ilmuwan luar negeri jang melakukan 
penelitian kritis terhadap episode berdarah ini. Sebagian besar ilmuwan 
Indonesia tetap berpegang teguh pada pentjirian jang pernah dikemukakan oleh 
sedjarawan senior Taufik Abdullah. Bandjir darah itu adalah “konflik 
horisontal”, amukan spontan massa terhadap kalangan komunis jang memang 
dibentji. Walaupun pemerintahan Indonesia jang muntjul setelah djatuhnja harto 
sudah tidak lagi menerapkan pembatasan2 ketat terhadap keluarga PKI, tapi 
setjara luas orang masih berpendapat bahwa PKI itu adalah pihak djahat jang 
sebenarnja. Demikian harian sore NRC Handelsblad. 
      Lembaga penjiaran KRO-NRCV djuga tak mau ketinggalan. Melalui kanal dua 
(NPO2) gabungan organisasi penjiaran katolik dan kristen-protestan ini 
menurunkan laporan chusus tentang G30S, pada hari Djumat 1 Oktober 2015. 
Sebagai organisasi penjiaran agama mereka tertarik pada Joop Beek, rohaniwan 
katolik jang pegang peran besar pada zaman awal orde bau.
      Dokumenter sepandjang 50 menit ini berisi tajangan dari masa lampau 
maupun masa kini. Maklum, waktu itu wartawan KRO, Aad van den Heuvel, datang ke 
Djakarta untuk melaporkan situasi Indonesia menjusul G30S. Ketika berangkat, 
dia mengantongi nama Joop Beek dan melalui rohaniwan Ordo Jesuit ini Van den 
Heuvel bisa mewawantjarai banjak orang, termasuk harto jang mulai naik daun dan 
Bung Karno jang waktu itu mulai memudar kekuasaannja.
      Suatu sore kepada Beek, Van den Heuvel bertanja benerkah harto akan 
berpidato pada malam harinja. Itu dibenarkan, dan ketika ditanja apa isi pidato 
harto, Beek mendjawab belum tahu, karena pidato itu masih harus ditulisnja. 
Semula djawaban ini dikira gurauan belaka, tapi ketika Van den Heuvel mendapati 
bahwa harto bener2 membatjakan pidato jang ditulis Joop Beek, dia segera sadar 
betapa besar pengaruh rohaniwan Belanda ini. Daftar pertanjaan untuk 
mewawantjarai harto diserahkan kepada Beek, dan dalam wawantjara harto 
membatjakan djawaban jang ditulis sang pastur Jesuit.
       
      harto batja djawaban Joop Beek ketika diwawantjarai Aad van den 
HeuvelDalam dokumenter itu diperintji apa sadja pengaruh besar Joop Beek di 
Indonesia pada hari2 achir Presiden Sukarno. Beek menggalang demonstrasi 
besar2an para mahasiswa menuntut pengunduran diri sang Pemimpin Besar Revolusi. 
Sebelum berdemonrasi para pemimpin mahasiswa menemui Beek, untuk mendengar 
instruksinja. Ketika achirnja Sukarno mundur dan orde bau tegak, Joop Beeklah 
jang memikirkan pembentukan Golongan Karja. Setelah menjusun struktur partai, 
ditemuinja Harry Tjan Silalahi supaja mendekati harto. Sang orang kuwat 
setudju, maka lahirlah Golkar jang djelas merupakan anak rohani Joop Beek, 
rohaniwan katolik asal Belanda jang begitu berpengaruh. 
      Pengaruh itu baru berkurang ketika pembesar Ordo Jesuit di Roma turun 
tangan. Maklum tidak semua rohaniwan Jesuit setudju dengan pastor berpengaruh 
politik begitu besar. Salah satunja bernama Adolf Heuken, seorang pastur asal 
Djerman jang djuga bertugas di Djakarta. Baginja Beek sudah terlalu dekat 
dengen kekuasaan, kekuasaan orde bau jang ber-darah2 lagi! Menurut peraturan 
geredja katolik seorang pastur tidak boleh berpolitik praktis. Karena itu Adolf 
Heuken per-tama2 menghubungi Uskup Agung Djakarta untuk melaporkan peran Beek. 
Ketika Beek tidak memperdulikan atasan, Heuken menulis surat kepada pembesar 
Jesuit di Roma, minta supaja Beek diperingatkan. Pembesar Jesuit turun tangan, 
maka Joop Beek pindah rumah dan mendjauhkan diri dari orang kuwat orde bau.
      Selain dokumenter ini, organisasi penjiaran VPRO menajangkan dua 
dokumenter karja Joshua Oppenheimer tentang peran para algodjo pada pembantaian 
1965. Dua malam ber-turut2, tanggal 30 September dan 1 Oktober 2015, chalajak 
Belanda berkesempatan menonton The Act of Killing (Djagal) dan The Look of 
Silence (Senjap). Mendjelang siaran, berkala panduan atjara jang dikeluarkan 
VPRO mewawantjarai Saskia Wieringa, gurubesar antropologi Universiteit van 
Amsterdam jang meneliti pemusnahan Gerwani, organisasi perempuan onderbouw PKI. 
Pasalnja, Wieringa memimpin apa jang disebut IPT65, singkatan International 
People’s Tribunal jang, November mendatang di Den Haag, akan mengadili 
kedjahatan terhadap kemanusiaan Indonesia itu.
       
      Buku panduan atjara VPRORadio 1, pada pembukaan siaran pagi 1 Oktober, 
mewawantjarai Martijn Eickhoff, peneliti Belanda tentang 50 tahun G30S. 
Eickhoff per-tama2 mendjelaskan kenapa Indonesia tidak djuga berandjak dari 
versi orde bau terhadap G30S. Kemudian, sebagai penjelenggara, Eickhoff djuga 
membeberkan seminar jang pada hari itu diselenggarakan di Amsterdam. Seminar 
ini antara lain bertudjuan untuk menempatkan pembunuhan massal di Indonesia 
dalam kerangka genosida jang selama ini sudah dikenal orang. Bagaimanakah 
bandjir darah di Indonesia bisa tjotjok dalam kerangka penelitian genosida 
internasional? 
      Tak pelak lagi, pers Belanda (dan djuga pers internasional lain) punja 
sudut pandang lain mengenai bandjir darah 50 tahun lalu. Sudut pandang itu 
berpangkal dari pendirian bahwa pembunuhan anggota PKI dan orang2 jang diduga 
simpatisannja merupakan pelanggaran hak2 asasi manusia besar2an. Ketika Tembok 
Berlin sudah runtuh dan di Eropa Timur serta Uni Soviet komunisme sudah gulung 
tikar djelas akan djadi bahan ketawaan kalau sudut pandang perang dingin, jaitu 
perbenturkan ideologi, diulang2 lagi.
      Dapatkah chalajak ramai Indonesia berandjak dari adjaran orde bau jang 
sudah begitu lama mereka anut? Kapan Indonesia menjeruak tempurung jang 
mengungkunginja untuk setjara djudjur dan terbuka mengakui bahwa peristiwa 50 
tahun silam itu adalah pelanggaran hak2 asasi fantastis besar2an jang tidak 
pernah dikenal dalam sedjarahnja sendiri



      -- 
      You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"Grup Independen" group.
      To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an 
email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com.
      To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com.
      To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/20160203002626.4857936.67733.5271%40gmail.com.
      For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.

    -- 
    You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"Grup Independen" group.
    To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an 
email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com.
    To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com.
    To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/66EAC91E-B9DA-413F-99C3-E124334DD643%40gmail.com.
    For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.




    -- 
    You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"Grup Independen" group.
    To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an 
email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com.
    To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com.
    To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/1001822327.1501563.1454586260543.JavaMail.yahoo%40mail.yahoo.com.
    For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.

    -- 
    Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "diskusi kita" di Google 
Grup.
    Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, 
kirim email ke diskusi-kita+unsubscr...@googlegroups.com.
    Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.


  -- 
  You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"Grup Independen" group.
  To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an 
email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com.
  To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com.
  To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/CAJKLYGaAncV2po29oNEo1M2yPOPb8vA8MZqt3sXoL3dLux7dYw%40mail.gmail.com.
  For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.




  -- 
  You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"Grup Independen" group.
  To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an 
email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com.
  To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com.
  To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/294170379.230081.1454762210167.JavaMail.yahoo%40mail.yahoo.com.
  For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.

  -- 
  You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"Grup Independen" group.
  To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an 
email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com.
  To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com.
  To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/BLU406-EAS151CA84D03C59301498D42EB6D40%40phx.gbl.
  For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.


  -- 
  You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"Grup Independen" group.
  To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an 
email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com.
  To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com.
  To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/20160207005326.5394516.9721.5241%40kartohadiprodjo.or.id.
  For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.




  -- 
  You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"Grup Independen" group.
  To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an 
email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com.
  To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com.
  To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/20160207025211.4862032.29957.5494%40gmail.com.
  For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.


-- 
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup 
Independen" group.
To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email 
to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com.
To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com.
To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/CAJKLYGY_TqxBqFkF64vxtmQBHXXr-skJUgM%3DPxgqioR65-HXGg%40mail.gmail.com.
For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke