Agus RasyidiTopeng Kiamat Sudah Terbuka lagi
Oleh Abdul Mutaqin

Lama-lama, orang kebanyakan tidak lagi terkejut, tidak lagi terperangah, tidak 
lagi heran, dan masya Allah, tidak lagi malu. Na’uzdu billah, bahkan hampir 
dianggap biasa saja. Bagi yang beriman, meskipun imannya hanya sebesar biji 
sawi, tetap saja terkejut, terperangah, heran dan tetap saja malu kepada Allah 
dan semua makhluk. Kenapa malu? Karena masih ada iman tentunya. Mereka tetap 
menganggap penomena itu sebagai perkara yang luar biasa, karena takut akan azab 
Allah.

Beredarnya video jahili yang katanya mirip artis itu, mungkin biasa bagi 
kebanyakan orang, tapi tidak biasa dan memalukan bagi orang beriman. Menjadi 
seolah biasa karena tersebarnya video itu bukanlah kasus tunggal, tetapi 
deretan referensi panjang kasus serupa yang berulang-ulang memenuhi rak-rak 
cerita mesum bangsa kita. Video itu hanya melengkapi pendahulunya yang menyusul 
beredar di masyarakat. Lepas dari semua anggapan, pembelaan, tuduhan dan 
dakwaan, zina tetaplah zina. Dan menganggap zina sebagai biasa, adalah musibah 
dan kedurhakaan.

Kita tidak akan pernah menyebut siapa palaku adegan dalam setiap rekaman video 
yang menjijikkan itu. Siapa pun pelakunya tetaplah sama nilainya sebagai 
tindakan yang tidak mengenal peradaban manusiawi. Apalagi jika jelas-jelas para 
aktornya tidak terikat sebagai pasangan sah suami isteri.

Sejarah berulang seolah memutar jarum waktu kembali ke masa silam. Cerita panas 
tentang hubungan intim tanpa status pernikahan nyatanya memang tidak berubah 
dari waktu ke waktu. Untuk urusan seks, manusia jahiliyah dengan manusia 
modern, sukar sekali dibedakan kecuali karena keyakinan dan kepatuhannya kepada 
agama dan hukum Allah. Hanya saja, banyak dari manusia modern hingga kini masih 
menganut hukum dan perilaku jahiliyah untuk urusan yang satu ini. Kecuali 
manusia modern yang ikhlas dan menyerahakan kepatuhannya untuk menjaga diri, 
kehormatan dan kesuciannya berdasar kaidah Islam. Dalam konteks ini, 
sesungguhnya Islamlah satu-satunya agama yang lebih pantas disebut sebagai tata 
nilai yang mengantarkan manusia menjadi modern, beradab, cemerlang dan 
terhormat dalam urusan nafsu biologis.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu 
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (terjemah QS. Al-Israa [17] : 
32).

Imam Bukhori meriwayatkan dalam sebuah hadist yang diceritakan melalui istri 
Nabi, Aisyah ra, bahwa pada jaman jahiliyah telah ada dikenal empat pola 
hubungan seksual (pernikahan). Pertama, Seorang suami memerintahkan istrinya 
jika telah suci dari haid untuk berhubungan badan dengan pria lain. Bila 
istrinya telah hamil, ia kembali lagi untuk digauli suaminya. Ini dilakukan 
guna mendapatkan keturunan yang baik.

Kedua, sekelompok lelaki, kurang dari 10 orang, semuanya menggauli seorang 
wanita. Bila telah hamil kemudian melahirkan, si wanita memanggil seluruh 
lelaki yang telah menggaulinya dan tidak seorangpun boleh absen. Kemudian ia 
menunjuk salah seorang yang dikehendakinya untuk di nisbahkan sebagai bapak 
dari anak itu dan yang bersangkutan tidak boleh mengelak.

Ketiga, hubungan seks yang dilakukan oleh wanita tunasusila yang memasang 
bendera/tanda di pintu-pintu rumah. Dia “bercampur” dengan siapapun yang 
disukai.

Keempat, ada juga model perkawinan sebagaimana berlaku sekarang. Dimulai dengan 
pinangan kepada orang tua/wali, membayar mahar, dan menikah.

Selain keempat model di atas dikenal pula istilah kawin Syigar (tukar-menukar 
anak) pada masa jahiliyah. Dalam perkawinan ini, si A mengawinkan anak 
perempuannya kepada si B, dengan syarat si B harus mengawinkan anak 
perempuannya kepada si A. Tetapi, dalam perkawinan ini, kedua-duanya tidak 
memakai mas kawin.

Dalam perkawinan Syighar ini tidak hanya dilakukan oleh sang ayah terhadap anak 
perempuannya saja, tetapi dilakukan oleh saudara lelakinya terhadap saudara 
perempuannya yang berada di bawah kekuasaannya. Jadi, kawin Syighar itu bukan 
hanya bertukar anak, tetapi bertukar saudara. 

Dikenal pula istilah kawin Sifah, yaitu kawin yang tidak menurut peraturan 
agama atau katakanlah; perkawinan lacur, melakukan perzinahan dengan 
wanita-wanita pelacur.

Di zaman Jahiliyah, perkawinan Sifah itu ialah orang laki-laki datang kepada 
wanita yang hendak dicampuri dirinya dengan tidak menolak siapapun lelaki itu. 
Di depan pintu rumah-rumah wanita-wanita itu telah ditaruh bendera sebagai 
tanda bahwa mereka telah siap menerima tamu lelaki yang berhajat kepadanya. 
Apabila di antara wanita itu ada yang melahirkan anak, maka dipanggillah 
seorang dukun untuk kemudian diperiksalah para lelaki yang pernah bersenggama 
dengannya.

Setelah dilihat dan diperiksa dengan teliti raut muka anak dan lelaki yang 
pernah menggaulinya itu, dan terdapat ada kesamaan atau kemiripan dari salah 
seorang di antara mereka, lalu diserahkan anak itu kepadanya, dengan catatan ia 
tidak boleh menolak. Model ini mirip sekali dengan pola kedua dan ketiga dalam 
riwayat Aisyah ra seperti dikemukakan di atas.

Menurut keterangan lain, bahwa yang dinamakan kawin Sifah itu ialah, 
orang-orang Arab di zaman Jahiliah biasa melakukan perkawinan secara liar 
dengan wanita-wanita budak, tidak dengan wanita merdeka.

Dikenal pula kawin Muth'ah atau kawin untuk sementara. Dalam perkawinan ini, 
seorang lelaki mengawini seorang wanita dengan pernjanjian hanya sementara 
waktu saja, dan apabila sudah cukup waktunya, maka wanita tersebut 
diceraikannya. Sebab, perkawinan ini hanya untuk pelampiaskan nafsu dan 
bersenang-senang dalam sementara waktu belaka.

Dalam perkawinan Muth'ah pihak lelaki tidak diwajibkan membayar maskawin kepada 
wanita yang dikawininya, juga tidak memberikan belanja untuk keperluan 
hidupnya. Wanita tidak berhak mendapat harta pusaka dari suaminya serta tidak 
ada iddah sesudah diceraikan dan lain sebagainya. Hanya cukup sang suami 
memberikan kain dan barang apapun sebagai upahan, tetapi wanita berkewajiban 
memelihara hak milik suaminya dan mengurus semua kepentingannya.

Tiga dari empat pola hubungan seksual diatas dihapus oleh syari’ah Islam sebab 
sifatnya yang keji dan tidak bermartabat layaknya binatang, mengacaukan garis 
nasab dan merusak fitrah dan kecenderungan manusiawi. Begitu juga halnya dengan 
praktek kawin Syighar, Sifah dan Muth’ah.

Perkawinan Muth'ah pada zaman permulaan Islam pernah berlaku sementara waktu, 
yaitu untuk kaum Muslimin yang pergi ke luar daerah untuk beberapa bulan 
lamanya dengan tidak membawa istrinya, atau untuk yang pergi berperang ke suatu 
daerah yang di sana tidak ada sanak kerabatnya sekedar disinggahi. Setelah itu 
perkawinan muth’ah mutlak diharamkan hingga hari kiamat.

Tetapi pola keempat tetap dipertahankan sebagai bentuk perkawinan yang 
mengantarkan kepada hubungan kelamin yang halal, bersih, sehat, bermartabat, 
mulia dan terhormat. Islam melanggengkan praktek ini dan menganjurkan orang 
beriman menikah dan meraih ketentraman hidup melalui pasangannya.

Namun cerita tentang video mesum itu seolah membuka topeng bahwa tabiat seksual 
manusia tetap sama dari zaman ke zaman. Hanya saja dibedakan pada mereka yang 
patuh pada aturan Allah yang menciptakan birahi untuk mereka. Maka terngianglah 
kembali pesan rasulullah junjungan kita:

“Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah: sedikitnya ilmu dan tersebarnya 
kebodohan, merebaknya perzinaan, wanita akan semakin banyak dan pria akan 
semakin sedikit, sampai-sampai salah seorang pria bisa mengurus (menikahi) 50 
wanita (karena kejahilan orang itu terhadap ilmu agama).”( HR. Bukhari)

Topeng sudah terbuka. Begitu terbukanya, orang iseng atau orang seneng bisa 
menyaksikan adegan zina di jalan-jalan, di pasar-pasar, di kantor-kantor dan di 
mana tempat yang menyiediakan teknologi IT. Bahkan anak-anak sekolahan juga 
dengan “senang hati” menyimpan rekaman video itu di ponsel-ponsel atau 
lapto-laptop mereka. Para pedagang VCD atau DVD nakalpun melihat peluang dagang 
untuk meraup untung. Dari “kebaikan” tangan merekalah tersebar rekaman itu dari 
pintu ke pintu. Bukankah ini malapetaka? Ya Rabb, akankah kiamat dekat 
menjelang?

Dari Abdullah bin Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa 
sallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sampai orang-orang bersetubuh di 
jalan-jalan seperti layaknya keledai.” Aku (Ibnu ‘Umar) berkata, “Apa betul ini 
terjadi?”. Beliau lantas menjawab, “Iya, ini sungguh akan terjadi” (HR. Ibnu 
Hibban, Hakim, Bazzar, dan Thobroni)

Ya Rabb, topeng semakin terbuka,tapi mengapa mereka tetap acuh pada hukum Islam?

Ketika tashawwur Islam berhasil menggeser tradisi jahiliyah, maka tata sosial 
bangsa Arab berubah total. Dari bangsa amoral menjadi bangsa berkhlak kariimah. 
Dari bangsa pengubur bayi-bayi wanita menjadi bangsa yang lembut dan kasih 
sayang. Dari bangsa yang mengagungkan ta’ashub kepada bangsa yang rekat dengan 
ukhuwwah Islamiyah. Dari bangsa penyembah berhala kepada Tauhid penyembah Allah 
yang tunggal. Lemah lembut dan persaudaraan kemudian menjadi ciri yang amat 
menonjol bagi mereka.

Seperti sebuah revolusi, dari bangsa yang sukar diatur, keras dan suka 
berperang, bangsa Arab menjelma menjadi kelompok masyarakat yang amat patuh 
pada tata nilai yang diajarkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. 
Lunturlah sifat-sifat jahiliyah yang melekat pada mereka selama ini. Semuanya 
berkat sentuhan Islam, bahkan mereka rela dan menyerahkan diri apabila 
jelas-jelas melakukan pelanggaran. Luar biasa. Simaklah riwayat berikut :

Buraidah, dari bapaknya, berkata bahwa sesungguhnya Ma'iz bin Malik al-Aslami 
datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya 
aku telah berbuat aniaya terhadap diriku sendiri. Aku telah melakukan perbuatan 
zina, dan aku berharap semoga engkau bersedia menyucikan diriku ini." Tetapi 
Rasulullah saw. menolak permintaannya itu. Keesokan harinya, Maiz datang lagi 
menghadap Rasulullah saw. dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku 
telah berbuat zina." Untuk kedua kalinya Rasulullah saw. menolak pengakuan 
Ma'iz. Beliau lalu mengirim seseorang kepada kaum Ma'iz untuk menanyakan: 
'Apakah kalian tahu bahwa dalam akal Ma'iz tidak beres dan tidak bisa kalian 
terima?' Mereka menjawab: 'Sepanjang yang kami ketahui, akalnya tidak terganggu 
dan kami melihatnya sebagai orang baik-baik.' Maiz datang lagi menghadap 
Rasulullah saw. untuk yang ketiga kali. Rasulullah saw. masih menolak 
pengakuannya. Kemudian kembali mengirim utusan kepada kaum Ma'iz untuk 
menanyakan masalahnya. Mereka kembali menjawab bahwa tidak ada masalah apa-apa 
dengan diri dan pikiran Ma'iz. Tetapi ketika Ma'iz datang untuk keempat kalinya 
dengan maksud yang sama, Rasulullah saw. memerintahkan supaya digalikan lobang 
untuk pelaksanaan hukuman rajam atas diri Ma'iz. Perintah Rasulullah saw. itu 
segera dilaksanakan.

Buraidah berkata: 'Suatu ketika, ada seorang perempuan dari keluarga Ghamidi 
datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku 
telah melakukan perbuatan zina, maka tolonglah sucikan diriku." Tetapi 
Rasulullah saw. menolak pengakuan perempuan ini. Keesokan harinya dia datang 
lagi dan berkata: "Wahai Rasulullah, kenapa engkau tolak pengakuanku? Mungkin 
alasan engkau menolak pengakuanku sama seperti ketika engkau menolak pengakuan 
Ma'iz. Demi Allah, sesungguhnya aku ini sedang hamil." Rasulullah saw. berkata: 
'Mungkin juga tidak. Sekarang pulanglah dulu sampai kamu melahirkan.' Setelah 
melahirkan, perempuan itu datang lagi menemui Rasulullah saw. sambil membawa 
bayi laki-lakinya yang dibungkus dengan secarik kain. Dia berkata. 'Inilah bayi 
yang telah kulahirkan.' Rasulullah saw. berkata: 'Pulanglah kamu dulu dan 
susukanlah dia sampai kamu menyapihnya.' Setelah tiba masa menyapih, perempuan 
itu datang lagi kepada Rasulullah saw. membawa bayinya. Di tangan bayi itu ada 
sepotong roti. Dia berkata: 'Ini, wahai Nabiyullah. Aku telah menyapih bayiku 
dan dia sudah bisa memakan makanan.' Akhirnya Nabi saw. menyerahkan bayi 
tersebut kepada salah seorang sahabat, kemudian beliau mengeluarkan perintah 
supaya dilaksanakan hukuman terhadap perempuan itu. Perempuan itu lalu ditanam 
sebatas dada. Selanjutnya Nabi saw. menyuruh orang-orang untuk melemparinya 
dengan batu. Lalu datang Khalid bin Walid membawa sebuah batu, dan melempar 
perempuan itu tepat pada kepalanya. Darah dari kepala perempuan itu muncrat 
sehingga mengenai muka Khalid, sehingga Khalid mencela perempuan itu. Maka 
Rasulullah saw. berkata: 'Tenanglah wahai Khalid. Demi yang jiwaku berada di 
dalam genggaman-Nya, sesungguhnya perempuan ini telah bertobat dengan tobat 
yang apabila dilakukan oleh seorang penarik pajak secara kejam, niscaya dia 
akan diampuni. Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengurus mayit 
perempuan ini dan beliau menyalatinya, lalu menguburkannya." (HR Muslim).

Mungkin kita tak akan pernah menemukan Ma’iz dan perempuan dari keluarga 
Ghamidi saat ini. Para pelaku zina di zaman kita malah sibuk berkelit bahkan 
dibela dengan dalih kebebasan, hak privat seseorang yang harus dihormati dan 
HAM. Bahkan undang-undang yang berniat untuk membatasi perzinahan pun 
dipermasalahkan bahkan terkesan dihalang-halangi. Tinggallah kita para orang 
tua harus menyiapkan tenaga ekstra untuk membentengi anak-anak dan generasi 
kita dari perbuatan terkutuk itu. Semoga Allah memelihara kita dan seluruh anak 
keturunan kita dari mendekati zina. Aamiin

Kita memang harus mengutuk perzinahan dan mengingatkan pelakunya akan bahaya 
zina dan kebesaran dosanya. Semoga pintu taubat tetap terbuka kepada siapapun. 
Seburuk-buruk manusia, masih ada peluang hidayah sampai kepadanya. 
Sealim-alimnya manusia, masih ada pula peluang berbuat aniaya.

Semoga segera terbukti kebenaran yang tertutup topeng kepalsuan. Jangan hanya 
pelaku penyebar rekaman itu yang diburu seperti tikus. Aktornya pun harus juga 
diberi ”pelajaran”. Andaikan itu hanya fitnah belaka, maka wajib hukumnya 
membersihkan namanya.

Allahu a’lam bisshowaab.

Kapan hukum tegak di bumi Allah ini?

Ciputat, Juni 2010.

abdul_muta...@yahoo.com

Kirim email ke