Manusia yang Tidak Pernah Mati
Oleh Chandra Kurniawan
1 Mei 06 06:59 WIB

Salah satu kesenangan saya adalah membaca buku-buku sejarah. Dari sejarah, saya 
memperoleh banyak pelajaran, yang dengannya membuat saya berhati-hati dalam 
melangkah. Saya semakin menyadari akan satu hal, bahwa jalan di dunia ini tidak 
selamanya mulus dan indah. Ada kalanya berlubang, bergelombang, penuh onak dan 
duri. Dari sanalah saya mengetahui mengapa seseorang dapat sukses, dan mengapa 
yang lain tidak.

Saya mengagumi ulama-ulama besar seperti Imam al-Ghazali, Imam Ibnu al-Jauzy, 
Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Hasan al-Banna karena ilmu yang mereka miliki, 
ketekunan mereka dalam beribadah, keluhuran akhlak mereka dan penghargaan 
mereka terhadap waktu. Imam Hasan al-Banna pernah mengatakan, kewajiban yang 
ada lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Pernyataan ini bukan pernyataan 
yang main-main, melainkan sebuah pernyataan yang keluar dari mulut seorang 
insan yang "bergelut" dengan waktunya dan sadar akan pentingnya waktu.

Cabang-cabang ilmu pengetahuan mulai dari fikih, ushul fikih, tafsir, hadits, 
tarikh, tasawuf, filsafat, sastra Arab, hingga ilmu kedokteran, mereka kuasai 
dengan baik. Bahkan mereka ahli pada semua bidang itu. Tak heran jika seorang 
Roger Garaudy sangat mengagumi ilmu yang dimiliki para ulama Islam, yang sangat 
banyak itu, yang tidak dimiliki ilmuwan-ilmuwan Barat. Kekagumannya itu 
membuatnya masuk Islam. Ya, ini sungguh luar biasa. Siapapun orangnya, yang 
tentu saja masih berakal sehat, pasti akan menyadari hal ini. Bagaimana mereka 
menguasai banyak ilmu pengetahuan dalam usia mereka yang tergolong pendek? 
Inilah pertanyaan yang mesti di jawab di sini.

Saya berpikir, semua itu terjadi karena mereka sangat menghargai waktu. Sedetik 
pun waktu tidak pernah mereka sia-siakan. Kalaupun ada waktu yang terbuang 
percuma, mereka akan menyesal dan berusaha dikemudian hari hal itu tidak 
terulang lagi. Setiap hari, mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat 
untuk jiwa, raga, dan pikiran mereka. Ada seorang ulama yang menunggu 
kedatangan gurunya dalam sebuah majelis, lantas kemudian ia isi waktu luang itu 
dengan shalat sunah.

Imam Ibnu al-Jauzy pernah kedatangan tamu yang membicarakan hal-hal yang tak 
berguna. Dia meladeni mereka sembari menyerut pensil untuk menulis buku. Siang 
dan malam beliau tidak henti-hentinya berpikir, menulis, mengajar dan membaca. 
Imam Ibnu al-Jauzy pernah berkata, "Dari tanganku lahir dua ribu jilid buku dan 
di tanganku juga telah bertaubat seratus ribu orang, dua puluh ribu orang di 
antaranya masuk Islam." Di antara karya-karyanya, Durratul Ikliil 4 jilid, 
Fadhail al-Arab, al-Amstaal, al-Manfaat fi Madzahib al-Arba'ah 2 jilid, 
al-Mukhtar min al-Asy'ar 10 jilid, at-Tabshirah 3 jilid, Ru'us al-Qawariir 2 
jilid, Shaidul Khathir, Kitab al-Luqat (ilmu kedokteran) 2 jilid, dan 
sebagainya.

Imam Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama yang waktunya tidak pernah luput dari 
berbuat kebaikan. Hingga dipenjara sekalipun, ia tetap berusaha menulis, 
berceramah kepada para napi, dan lain sebagainya. Beliau pernah berkata, 
"Apakah yang akan diperbuat musuh-musuh terhadapku? Jika aku dipenjara, 
penjaraku adalah khalwah. Jika aku diasingkan, pengasinganku adalah tamasya. 
Dan jika aku dibunuh, kematianku adalah syahadah." Sekalipun pena-penanya 
disingkirkan oleh pemerintah tirani, dia tetap saja menulis walaupun dengan 
arang.

Jika diberi umur yang panjang, niscaya mereka akan terus menuntut ilmu 
sebanyak-banyaknya. Namun kenyataan tidaklah terjadi demikian. Karena ilmu di 
dunia ini sangatlah banyak dan tak mungkin umur manusia yang pendek, dapat 
menguasai semuanya, para ulama akhirnya membuat pengurutan ilmu-ilmu apa saja 
yang "wajib" dikuasai oleh kaum muslimin. Imam Ibnu Qudamah dalam bukunya 
berjudul Mukhtashar Minhajul Qashidin mengomentari hadits yang berbunyi, 
"Mencari ilmu itu wajib atas setiap orang muslim," dengan mengatakan bahwa yang 
dimaksud ilmu wajib di sini adalah ilmu muamalah hamba terhadap Tuhannya. 
Muamalah yang dibebankan di sini meliputi tiga macam: Keyakinan, perbuatan dan 
apa yang harus ditinggalkan.

Saya kemudian merenung tentang diri saya sendiri dan kebanyakan orang pada 
umumnya, betapa banyak waktu yang telah kita buang percuma. Mungkin satu atau 
dua jam waktu luang yang terbuang dalam sehari tidak akan kita rasakan dampak 
negatifnya. Namun jika dikumpulkan dalam setahun atau bahkan dalam seumur 
hidup, akan sangat terasa, betapa kita telah melalui banyak momen dengan hal 
yang tidak berguna. Waktu-waktu itu begitu cepat berlalu dan tak dapat kembali 
lagi. Sedetikpun ia tak mau. Pada akhirnya semua itu membuahkan penyesalan yang 
berkepanjangan. Kita hanya membawa amal yang sedikit kehadapan-Nya.

Seorang ulama shalih bernama Taubah bin ash-Shimmah biasa mengintrospeksi 
dirinya sendiri. Suatu hari dia menghitung-hitung, selagi sudah berumur enam 
puluh tahun. Dia menghitung-hitung hari-hari yang pernah dilewatinya, yaitu 
sebanyak sebelas ribu hari lebih lima ratus hari. Tiba-tiba saja dia tersentak 
dan berkata, "Aduhai celaka aku! Apakah aku harus bertemu Allah dengan membawa 
sebelas ribu limaratus dosa?" Setelah itu dia langsung pingsan dan seketika itu 
pula dia meninggal dunia. Pada saat itu orang-orang mendengar suara, "Dia 
sedang meniti ke surga Firdaus." (Lihat Kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin)

Sebagian orang terlalu banyak berharap dengan amal yang sedikit, mudah-mudahan 
dapat masuk surga. Mereka mengacu pada hadits qudsi yang berbunyi, "Aku berada 
dalam sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Karena itu hendaklah dia menyangka 
terhadap-Ku menurut kehendaknya." Mengomentari hadits ini, Imam Ibnu al-Qayyim 
dalam kitabnya, ad-Daa' wad-Dawaa, mengemukakan, memang Allah akan melaksanakan 
sangkaan hambanya. Namun tidak dapat diragukan bahwa baik sangka hanya terjadi 
jika ada kebaikan. Orang yang berbuat kebaikan adalah orang yang berbaik sangka 
kepada Allah, bahwa Dia akan membalas kebaikannya dan tidak akan mengingkari 
janji-Nya serta akan menerima taubatnya.

Adapun kezhaliman, kedurhakaan dan hal-hal haram yang dilakukan orang yang 
buruk dan intens dalam melakukan dosa-dosa besar, menghalanginya untuk berbaik 
sangka terhadap Allah. Yang demikian dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. 
Seorang budak yang melarikan diri dan tidak lagi taat kepada tuannya, tentu 
tidak berbaik sangka kepadanya. Dia tidak bisa memadukan tindakan yang tidak 
baik dengan baik sangka. Orang yang buruk tentu merasa tidak respek, tergantung 
dari keburukannya. Maka orang yang paling berbaik sangka terhadap Allah ialah 
yang paling taat. Imam Hasan al-Bashri pernah berkata, "Sesungguhnya orang 
mukmin adalah orang yang berbaik sangka terhadap Tuhannya dan yang baik 
amalnya. Sedangkan orang keji ialah yang berburuk sangka terhadap Tuhannya dan 
buruk pula amalnya."

Bagi mereka yang menyadari sangat dekatnya kematian, niscaya akan sangat 
menghargai waktu. Waktu kita yang berlalu dengan sia-sia, hendaklah menjadi 
cambuk, agar kelak, dikemudian hari, tidak melakukan hal yang serupa. Kita 
bertekad kuat untuk mengisi hari-hari dengan amal yang berkualitas guna 
memperoleh pahala dan ganjaran yang abadi. Bagi seorang yang kaya harta, maka 
ia akan berusaha untuk mewakafkan kekayaannya dan mendarmabaktikan dirinya 
untuk dakwah dan jihad fi sabilillah. Sedangkan bagi seorang penulis, ia akan 
menulis buku yang bisa dibaca oleh setiap orang setelahnya dan senantiasa 
beramal dengan pelbagai kebaikan. Dari karya-karyanya, banyak orang yang dapat 
mengikuti jejak amalnya. Itulah manusia yang tidak pernah mati. Betapa 
banyaknya manusia yang mati, namun pada hakikatnya mereka selalu hidup.

Kirim email ke