Agus Rasyidi Menghabiskan Halwa Masakan Istri Suatu hari Nasrudin meminta istrinya untuk memasak halwa, masakan dari daging yang diberi bumbu dengan rasa manis. Istrinya memasak makanan itu dalam jumlah besar, dan Nasrudin hampir saja menyantap habis seluruhnya.
Malamnya, ketika mereka berdua sudah hampir lelap tertidur, Nasrudin mengguncang-guncang tubuh istrinya. "Eh, aku ada gagasan bagus." "Apa itu?" "Bawa dulu ke sini sisa halwa yang masih ada. Baru setelah itu aku beri tahu gagasan yang ada di otakku." Istri Nasrudin segera bangkit dan mengambil sisa halwa yang langsung dilahap oleh sang Mullah. "Sekarang," kata istrinya, "aku tidak akan bisa tidur sebelum engkau ceritakan isi pikiranmu itu." "Idenya itu," kata Nasrudin, "Jangan sekali-kali pergi tidur sebelum menghabiskan semua halwa yang telah dibuat pada hari itu juga." Anak Kecil yang Kurang Ajar<http://contohrpp.wordpress.com/2009/07/21/anak-kecil-yang-kurang-ajar/> * Nasrudin biasa duduk-duduk di teras sebuah warung kopi. Suatu hari, seorang anak kecil laki-laki berlari di hadapannya sambil memukul kepala Nasrudin sehingga sorbannya melayang. Tapi sang Mullah tidak bereaksi apa-apa. Hal yang sama terjadi terus selama beberapa hari. Yang selalu dilakukan sang Mullah adalah mengambil sorbannya yang terjatuh dan mengenakannya kembali. Seseorang bertanya kepada Nasrudin mengapa ia tidak menangkap dan menghukum anak kecil itu, atau meminta orang lain untuk melakukanya. "Itu bukan cara yang tepat," kata Nasrudin. Suatu hari Nasrudin, terlambat datang ke warung kopi. Ketika sampai di sana, dilihatnya seorang serdadu dengan wajah yang seram sedang duduk di tempat yang biasanya ia duduki. Tiba-tiba anak kecil laki-laki itu muncul. Seperti biasanya, ia menonjok sorban orang yang duduk di tempat itu. Tanpa berkata apa-apa, sang serdadu menghunus pedangnya dan kemudian memenggal leher anak itu. "Ah, dia kan hanya anak kecil.!" gumam Nasrudin dengan penuh sesal. *Perlakuan Sama Tapi Hasil Berbeda<http://contohrpp.wordpress.com/2009/07/21/perlakuan-sama-tapi-hasil-berbeda/> * "Segala sesuatu yang ada harus dibagi sama rata," ujar seorang filsuf di hadapan sekelompok orang di warung kopi. "Aku tak yakin, itu akan terjadi," ujar seseorang yang selalu ragu. "Tapi, pernahkah engkau memberi kesempatan?" menimpali sang filsuf. "Aku pernah!" teriak Nasrudin. "Aku beri istriku dan keledaiku perlakuan yang sama. Mereka memperoleh apa yang betul-betul mereka inginkan." "Bagus sekali!" kata sang filsuf. "Sekarang katakan bagaimana hasilnya." "Hasilnya adalah seekor keledai yang baik, dan istri yang buruk." *Ujian Menebak Isi Tangan<http://contohrpp.wordpress.com/2009/07/21/ujian-menebak-isi-tangan/> * "Menurut pandangan umum, para Sufi itu gila," gumam Nasrudin. "Menurut para orang bijak, mereka benar-benar penguasa dunia. Aku akan mengeceknya, supaya aku sendiri bisa yakin mana yang benar." Kemudian ia melihat seseorang yang tinggi besar, mengenakan jubah seperti seorang Sufi Akhdan. "Sahabat," kata Nasrudin, "aku ingin membuat sebuah percobaan untuk menguji kekuatan jiwamu, dan juga kesehatan rohaniku." "Boleh. Silakan mulai," kata sang Akhdan. Nasrudin membuat gerakan menyapu dengan tangannya, kemudian mengepalkan kedua tangannya. "Sekarang, apa yang ada ditanganku?" "Seekor kuda, kereta dan sais," ujar sang Akhdan cepat. "Itu sih bukan test," ujar Nasrudin marah, "Habis kamu sih tadi melihat aku mengambilnya." *Tampak Seperti Engkau<http://contohrpp.wordpress.com/2009/07/21/tampak-seperti-engkau/> * Suatu hari Nasrudin, sambil berdiri di dekat lapangan sebelah pasar, dengan sepenuh hati melantunkan sebuah syair: "O, cintaku! Keseluruhan diriku begitu terliputi oleh-Mu Segala yang ada di hadapanku Tampak seperti Engkau!" Tiba-tiba seorang pelawak berteriak: "Bagaimana jadinya jika ada orang dungu di depan matamu?" Tanpa berhenti, sang Mullah terus membaca syairnya: ".Tampaknya seperti Engkau!" "Heh?" *Bersembunyi Dari Pencuri<http://contohrpp.wordpress.com/2009/07/21/bersembunyi-dari-pencuri/> * Suatu malam seorang pencuri membobol rumah Nasruddin. Untung saja Nasruddin melihatnya. Karena takut, dengan cepat Nasruddin bersembunyi di dalam sebuah kotak besar yang terletak di sudut ruangan. Si pencuri sedang mengaduk-aduk isi rumah Nasruddin mencari uang ataupun barang berharga yang dimiliki Nasruddin. Dia membuka lemari, laci-laci, kolong-kolong, dan lain-lain. la tapi tidak menemukan satu pun barang berharga. Pencuri itu hampir saja menyerah dan memutuskan untuk keluar dari rumah Nasruddin. Tapi tiba-tiba matanya tertuju pada kotak besar yang terletak di sudut ruangan kamar Nasruddin. Dia sangat senang karena dia yakin dalam kotak itulah disimpan harta benda yang dia cari. Walaupun kotak itu terkunci kuat dari dalam, tapi dengan kekuatan penuh, pencuri itu berhasil membuka kotak tersebut. Pencuri itu sangat kaget ketika melihat Nasruddin berada di dalam kotak itu. Pencuri itu sangat marah dan berkata, "Hei! Apa yang kau lakukan di dalam situ?" "Aku bersembunyi darimu," jawab Nasruddin. "Kenapa?" "Aku malu, karena aku tak punya apapun yang dapat kuberikan padamu. Itulah alasan mengapa aku bersembunyi dalam kotak ini." *Kebijaksanaan dari Toko Sepatu<http://contohrpp.wordpress.com/2009/07/21/kebijaksanaan-dari-toko-sepatu/> * Nasrudin diundang menghadiri sebuah pesta perkawinan. Sebelumnya, di rumah orang yang mengundang itu, ia pernah kehilangan sendal. Karenanya sekarang ia tidak lagi meninggalkan sepatunya di dekat pintu masuk, tapi menyimpannya di balik jubahnya. "Buku apa itu di dalam sakumu?" tanya tuan rumah kepada Nasrudin. "Ha, mungkin dia sedaang mencari-cari sepatuku," pikir Nasrudin, "untung aku dikenal sebagai kutu buku." Maka dengan sekeras-kerasnya ia berkata: "Tonjolan yang engkau lihat ini adalah Kebijaksanaan." "Menarik sekali! Dari toko buku mana engkau dapatkan itu?" "Yang jelas aku mendapatkannya dari toko sepatu!" *Nasrudin** Menjual Kambing*** Suatu malam Nasrudin bermimpi bahwa ia sedang menjual seekor kambing yang gemuk. "Berapa harga kambing ini ?" tanya seorang calon pembeli. "Dua belas dinar." kata sang sufi. "Tujuh dinar." "Tidak boleh." "Delapan dinar." "Tidak boleh." Ketika tawaran mencapai sembilan dinar, Nasrudin terbangun dari tidurnya. Ia membuka kelopak matanya dan mengusapnya. Tak seekor kambingpun ia lihat. Pun tak ada calon pembeli. Cepat-cepat ia memejamkan matanya lagi sambil berkata. "Kalau begitu, baiklah, sembilan dinar boleh kamu ambil." *Mulai** Kursus Musik*** Pada suatu hari Nasrudin mendengar ada seorang muda yang bisa bermain musik dengan amat bagus. Ia pun tertarik untuk belajar musik. Keesokan harinya, ia pergi ke kota dan menemui guru musik kenamaan. "Tuan, saya ingin belajar musik, berapa bayarannya?" Guru itu sejenak melihat wajahnya, sebelum akhirnya menjawab, "Murid-muridku membayar tiga dirham untuk bulan pertama, dan kemudian untuk tiap bulan berikutnya membayar satu dirham. Nasrudin berpikir sejenak dan kemudian berkata, "Baiklah," katanya, "Saya akan mulai kursus pada bulan kedua saja." *Belum** Pernah Melihat** Orang Tolol* Nasrudin membawa serantang makanan dari pasar. Karena kurang hati-hati, rantang itu jatuh dan isinya tumpah berantakan. Segara saja datang orang-orang berkerumun. "Hai para tolol," teriak Nasrudin sambil memungut rantang-rantangnya, "Apa kalian belum pernah melihat orang tolol?" *Nasib itu Tidak Bisa Dinalar Dengan Logika* Nasrudin sedang berjalan-jalan dengan santai, ketika tanpa permisi ada orang jatuh dari atap rumah dan menimpanya. Orang yang terjatuh itu tidak terluka sama sekali, tetapi Nasrudin yang tertimpa malah menderita cedera leher. Ia pun diangkut ke rumah sakit. Para tetangganya datang menjenguknya, mereka bertanya, "Hikmah apa yang didapat dari peristiwa itu, Nasrudin?" "Jangan percaya lagi pada hukum sebab akibat," jawabnya. "Orang lain yang jatuh dari atap rumah, tetapi leherku yang jadi korbannya. Jadi tidak berlaku lagi logika, 'Kalau orang jatuh dari atap rumah, lehernya akan patah!'" *Nyebarin** Roti Biar Macan Gak Datang*** Nasrudin lagi sibuk nyebarin serpihan serpihan roti di sekeliling rumahnya. "Eh, lagi ngapain loe?" tanya seseorang "Oh, ini biar macan pada gak datang ke mari." "Lho, tapi kan gak ada macan di daerah sini." "Tuh kan. Gue bilang juga ape.. beneran berhasil, kan?" *Bangun** Lebih Pagi Setiap Hari* "Nasrudin, anakku, biasakanlah bangun pagi setiap hari." "Kenapa, ayah?" "Itu kebiasaan bagus. Dulu ayah pernah bangun pas dini hari trus keluar jalan jalan. Dan ayah nemu sekantong emas." "Bagaimana ayah tahu itu bukan punya orang yang kehilangan malam sebelumnya?" "Oh, itu bukan point nya. Walau bagaimanapun juga kantong itu tidak ada disitu malam sebelumnya. Ayah ingat bener." "Jadi kalo gitu, bangun pagi pagi gak bagus buat semua orang dong. Orang yang kehilangan sekantung emas itu pastilah bangun lebih pagi dari ayah." *Orang yang Memiliki Mimpi Terindah* Nasruddin mengenakan jubah sufinya dan memutuskan untuk melakukan sebuah pengembaraan suci. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang yogi dan seorang pendeta. Mereka bertiga sepakat membentuk tim. Ketika sampai di sebuah perkampungan, kedua teman seperjalanan meminta Nasruddin untuk mencari dana, sementara mereka berdua berdakwah. Nasruddin berhasil mengumpulkan uang yang kemudian dibelanjakannya untuk halwa. Nasruddin menyarankan agar makanan itu segera dibagi, tapi yang lain merasa belum terlalu lapar sehingga diputuskan untuk membaginya pada malam harinya saja. Mereka bertiga melanjutkan perjalanan. Dan ketika malam tiba, Nasruddin langsung meminta porsinya "karena akulah alat untuk memperoleh makanan itu." Sementara itu, yang lain tidak setuju. Sang pendeta mengajukan alasan. Karena bentuk tubuhnya yang paling bagus, maka pantaslah kalau ia yang makan lebih dulu. Sang yogi juga menyampaikan keadaan dirinya bahwa ia hanya makan sekali dalam tiga hari terakhir ini. Karenanya harus mendapat bagian yang lebih banyak. Akhirnya mereka putuskan untuk tidur dengan sebuah janji bahwa yang malamnya bermimpi paling bagus, boleh makan halwa lebih dulu. Begitu bangun, sang pendeta bilang: "Dalam mimpi aku melihat pendiri agamaku membuat tanda salib. Itu berarti aku telah memperoleh berkah istimewa." Yang lain merasa amat terkesan, tapi kemudian sang yogi menyambung: "Aku mimpi pergi ke Nirwana, tapi tidak menemukan apa-apa."Sekarang giliran Nasruddin. "Aku mimpi bertemu seorang guru Sufi, Nabi Khidir, yang hanya muncul di depan orang yang paling suci. Ia berkata: 'Nasruddin, makanlah halwa itu sekarang juga!' Dan, tentu saja, aku harus mematuhinya." *Dibawa** Sekalian Saja*** Nasruddin pernah bekerja pada seorang yang sangat kaya, tetapi seperti biasanya ia mendapatkan kesulitan dalam pekerjaannya. Pada suatu hari orang kaya itu memanggilnya, katanya, "Nashruddin kemarilah kau. Kau ini baik, tetapi lamban sekali. Kau ini tidak pernah mengerjakan satu pekerjaan selesai sekaligus. Kalau kau kusuruh beli tiga butir telur, kau tidak membelinya sekaligus. Kau pergi ke warung, kemudian kembali membawa satu telur, kemudian pergi lagi, balik lagi membawa satu telur lagi, dan seterusnya, sehingga untuk beli tiga telur kamu pergi tiga kali ke warung." Nashruddin menjawab, "Maaf, Tuan, saya memang salah. Saya tidak akan mengerjakan hal serupa itu sekali lagi. Saya akan mengerjakan sekaligus saja nanti supaya cepat beres." Beberapa waktu kemudian majikan Nashruddin itu jatuh sakit dan iapun menyuruh Nashruddin pergi memanggil dokter. Tak lama kemudian Nashruddin pun kembali, ternyata ia tidak hanya membawa dokter, tetapi juga bebarapa orang lain. Ia masuk ke kamar orang kaya itu yang sedang berbaring di ranjang, katanya, "Dokter sudah datang, Tuan, dan yang lain-lain sudah datang juga." "Yang lain-lain? Tanya orang kaya itu. "Aku tadi hanya minta kamu memanggil dokter, yang lain-lain itu siapa?" "Begini Tuan!" jawab Nashruddin, "Dokter biasanya menyuruh kita minum obat. Jadi saya membawa tukang obat sekalian. Dan tukang obat itu tentunya membuat obatnya dari bahan yang bermacam-macam dan saya juga membawa orang yang berjualan bahan obat-obat-an bermacam-macam. Saya juga membawa penjual arang, karena biasanya obat itu direbus dahulu, jadi kita memerlukan tukang arang. Dan mungkin juga Tuan tidak sembuh dan malah mati. Jadi saya bawa sekalian tukang gali kuburan." *Si Tolol di Kota Agung* (Kisah ini, muncul dalam kumpulan lelucon Mulla Nasruddin yang direkam dalam karya klasik kebatinan, Salaman dan Absal, oleh pengarang dan ahli mistik abad ke lima belas, Abdul Rahman Jami) Ada pelbagai macam "kebangunan". Hanya satu yang benar. Manusia tidur, tetapi ia harus bangun dengan cara yang benar. Berikut ini adalah kisah tentang Si Tolol yang bangunnya keliru. Si Tolol ini datang ke sebuah kota besar, dan ia menjadi bingung oleh banyaknya orang di jalanan. Ia khawatir kalau nanti ia bangun dari tidurnya ia tak bisa lagi menemukan dirinya diantara begitu banyak manusia. Karena itu iapun mengikatkan seutas tali di mata kakinya agar dirinya mudah dikenali kembali. Seorang yang suka bercanda, mengetahui apa yang dikerjakan Si Tolol itu, menanti sampai ia tidur. Di lepaskannya tali yang melingkar di kaki Si Tolol, lalu diikatkannya ke kakinya sendiri. Iapun berbaring di lantai dan tidur. Si Tolol bangun lebih dahulu; dilihatnya tali itu. Mula-mula dikiranya orang lain itulah dirinya sendiri. Kemudian ia menyerang orang itu, sambil teriaknya, "Kalau kau itu diriku, lalu siapa dan mana pula aku?"