From: Mang_Ucup 

Benang merah untuk Natal

Sineas dan kolumnis Belanda Theo van Gogh (cucu dari pelukis Van Gogh) dibunuh 
dgn cara ditembak dan ditikam, karena filmnya yg kontroversial "Submission" 
(kepatuhan) mengenai Islam dan wanita yg menuai kemarah di antara masyarakat 
Muslim Belanda, karena di film tsb di tayangkan empat wanita penyelewengan yg 
dlm jubah yg transparen menunjukkan buah dada dgn tulisan ayat2 al-Quran di 
punggung mereka. 
Peristiwa berdarah ini menjadi berekor panjang yg telah memicu perang 
individual - perang agama berupa kekerasan dimana mesjid2 maupun sekolahan 
Islam dibakar, begitu juga kebalikannya terjadi pembakaran gereja2 di Holland. 
Banyak orang Belanda yg secara terang2an mengaku "hari ini saya telah menjadi 
seorang rasis", bahkan ada yg mengharapkan agar Hitler bisa dibangkitkan 
kembali supaya bisa mendeportasi semua masyarakat Muslim dari Belanda.

Untuk meredakan suasana yg panas ini telah diciptakan sebuah gelang karet dgn 
warna oranje (jingga) dimana dicantumkan tulisan "respect2all" sebagai lambang 
anti kekerasan, gelang ini telah diproduksi sebanyak 1,5 juta bh. Gelang oranje 
ini pertama kali dipakai oleh Perdana Menteri Belanda Balkenende dan dibagikan 
keseluruh anggota kabinetnya dan juga dipakai oleh anggota keluarga kerajaan 
Belanda, sebagai tanda respek terhadap sesama
warga walaupun mereka beda.
Mungkin ide ini timbul dari budaya tradisi adat istiadat lama orang India 
dimana dlm festival tahunan Rakshabandhan pada pagi harinya tiap anak perempuan 
akan mendatangi saudara laki2nya, kemudian mengikatkan sehelai benang mereah di 
pergelangan tangannya, setelah itu ia akan menyentuh kepala saudara laki2nya 
dgn tangan kanannya sebagai tanda kasih dan sekalian juga pemberian berkat dan 
sebagai balasannya si gadis akan mendapatkan hadiah yg telah disiapkan saudara 
laki2nya. Pada hari itu banyak sekali pria yg mengenakan tanda benang merah di 
pergelangan tangannya. Benang merah ini melambangkan tanda kasih dan juga 
perlindungan. Benang merah ini seperti juga lambang cincin dari seorang raja yg 
menunjukkan bahwa yg bersangkutan diutus raja, jadi tidak boleh seorangpun 
menyentuhnya apalagi mengganggunya, karena tindakan tsb dianggap sebagai 
melawan raja. 

Pada saat berlangsungnya pesta benang tsb terjadi satu kejadian yg menarik 
sehingga menjadi berita utama di berbagai media masa yg dilengkapi dgn foto 
sebagai berita utama. Setahun sebelum pesta benang dirayakan, seorang laki2 
mati dibunuh secara sadis, oleh seorang pencuri. Pembunuhnya berhasil ditangkap 
dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Setahun kemudian tepat pada hari 
pesta benang ini, istri janda yg terbunuh dtg berkujung ke penjara, ditempat 
itulah dgn air mata berlinang, ia mengikatkan benang merah
di pergelangan tangan pembunuh almarhum suaminya, sebagai tanda bahwa ia telah 
memaafkannya dan bisa mengasihi pembunuh yg telah menyengsarakan hidupnya 
sebagai mana saudara laki2nya. Apakah kita juga bisa dan mampu melakukan hal yg 
sama, bukan hanya sekedar memaafkan bahkan bisa balik mengasihi orang yg telah 
membuat kita kecewa dan menderita?

Di pesta Natal kita jangan hanya sekedar menghias dgn bunga yg berdaun merah 
"Flower of the Holy Night" yg lebih dikenal dgn nama Poinsettia, tetapi juga 
menghias hati kita dgn benang merah, dimana kita berusaha untuk memaafkan dan 
mengasihi musuh kita dan orang2 yg kita benci, orang2 yg telah menyakiti dan 
mengecewakan kita, seperti yg dilakukan oleh janda tsb diatas.
Bukankah Tuhan Yesus sendiri berfirman "Tetapi Aku berkata kepadamu:
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (Matius 5:44) 
Sebab apabila kita hanya mengasihi orang yg kitas kasihi, apa bedanya kita dgn 
para koruptor, pemerkosa maupun pembunuh mereka juga melakukan hal yg sama.  
Yesus sendiri telah memberi teladan, Ia dilahirkan dan di salib bukan untuk 
orang2 yg Ia kasihi melainkan untuk kita umat manusia yg belum bertobat yg 
masih berkubang dlm lumpur dosa. Sejak Adam & Hawa jatuh ke dlm dosa, manusia 
berdosa dianggap menjadi seteru Allah, karena mereka telah berontak melawan 
Allah.

Ketika Tuhan Yesus mau menyembuhkan orang sakit, apakah pernah Ia menanyakan
sebelumnya "Eh agama yg Lho anut apa?" ato "Jangan lupa yah setelah Lho sembuh 
Lho harus percaya ama Gue", boro2 menanyakan ras ato agama ataupun menutut 
balesan ato syarat apapun juga kepada mereka yg ditolongNya, ucapan terima 
kasih azah tidak pernah di tuntut oleh Nya.
Kenapa kita yg menyatakan sebagai pengikut-Nya tidak mampu melakukan hal yg 
sama, dimana kita bukan hanya membuka pintu rumah kita melainkan juga hati kita 
bagi mereka yg beda dari kita, entah agamanya maupun rasnya, entah ia itu orang 
kaya, miskin, budukan ato penyandang penyakit HIV-AIDS, bisakah kita 
memperlakukan mereka sama seperti orang yg kita kasihi. Dapatkah kita mengirim 
kartu ucapan selamat hari Natal ato Th Baru bagi musuh2 dan orang2 yg kita 
benci, sebagai awal tanda kasih kita kepada mereka, sebagai awal dan
pertanda, bahwa kita telah bisa dan mampu memaafkannya. Undanglah mereka untuk 
datang berkujung kerumah kita atau berikanlah mereka kado yg lebih istimewa 
daripada kado yg kita berikan kepada mereka yg kita kasihi.

Pasti Anda akan berpikir mana mungkin sih kita akan bisa mendoakan orang2 yg 
kita benci ato musuh2 kita, apalagi mengirim kartu Natal ataupun memberikan 
kado, mungkin hanya orang2 gendheng azah yg bisa melakukannya, sebab seharusnya 
mereka lah yg melakukan hal tsb kepada kita, sebab mereka yg bersalah bukannya 
gue! 
Memang benar kita tidak akan mungkin bisa melakukan ini hanya dgn sekedar usaha 
kita sendiri saja, tetapi tercantum di Roma 5:5  "Kasih Allah telah dicurahkan 
di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita."

Kalau kita begitu terbatas hingga tak dapat mengasihi musuh kita, gunakanlah 
kasih Allah yang telah dicurahkan bagi kita itu. Dengan rendah hati kita datang 
ke hadirat Tuhan, mohon Dia untuk membantu kita. Tuhan pasti akan mendengar dan 
mengabulkan doa kita. 
Kita mulai dgn yg kecil saja dahulu dimana kita mengirim email ato SMS "just to 
say hello" kepada orang2 yg telah mengecewakan kita, maupun orang2 yg kita 
benci, maupun kepada musuh2 kita, saya yakin benang merah ini akan menjadi 
berkat bagi kita semua, sebagai hadiah Natal yg indah! Dan percayalah pada saat 
menjelang Natal dan Tahun Baru hati setiap orang pada umumnya menjadi lebih 
lembut dan lebih mudah untuk memaafkan

Semoga benang merah ini bisa dibaca dan dipraktekan oleh banyak orang, agar 
kita bisa menjadi garam bagi sesama kita.
Dlm kesempatan ini juga mang Ucup hendak mengucapkan "Selamat hari Natal" 
kepada rekan2 semua dan sekalian ucapan terima kasih kepada Modie kita yg telah 
sedemikian baik dan sabarnya selalu meloloskan oret2an maboknya Mang Ucup. 
Maranatha
Mang Ucup
Email: [EMAIL PROTECTED]
Homepahe: www.mangucup.org
======================================
From: ziip_me 

Kesaksian : Hadiah untuk Istri di Hari Ibu
Dear All,
Kemarin, tanpa kita sadari, hari ibu telah kita rayakan. Walaupun saya seorang 
pria, saya mengingat masa yang telah dilewati bersama dengan ibu saya (telah 
berpulang ke rumah BAPA di SURGA) adalah masa dimana saya harus berterima kasih 
kepada seorang ibu.
.....    Untuk lanjutan ceritannya, bisa dilihat di situs AnakTerang.Org
Dan ada kesaksian lainnya juga, bagi saudara-saudara yang ingin  bersaksi, feel 
free untuk posting di situs anakterang.org
cheers, ZiiP_Me
http://anakterang.org
*** Mari Bersaksi Untuk Kemuliaan TUHAN ***
===============================================
From: Mundhi Sabda Lesminingtyas 

KELUARGA SEBAGAI PUSAT PENDIDIKAN
Oleh  Lesminingtyas

TANGGUNG JAWAB KELUARGA KRISTEN
Keluarga merupakan lingkungan pertama di mana anak-anak hidup, tumbuh dan 
berkembang. Jadi pantaslah kalau keluarga disebut sebagai lembaga pendidikan 
yang pertama dan utama bagi anak. Bahkan dalam banyak kasus, keluarga merupakan 
lembaga pendidikan satu-satunya bagi anak-anak hingga usia balita. Oleh sebab 
itu  keluarga  seharusnya memberikan didikan yang memadai, sebelum anak-anak 
mengenal dan bergaul dengan lingkungan di luar keluarga. Mengingat di dunia ini 
tidak ada sekolah moral, sekolah iman ataupun sekolah spiritual, maka sebagai 
lembaga pendidikan yang pertama dan utama, keluarga Kristen harus mampu 
menyiapkan anak-anak sebagai pribadi yang bermoral, beriman kepada Kristus, 
percaya dan berpengharapan akan janji keselamatan dari Tuhan serta menjadi 
anak-anak terang yang memancarkan Kasih Kristus.

Lima tahun pertama kehidupan anak (sebelum anak masuk SD) merupakan hak emas 
bagi keluarga untuk membentuk anak. Dikatakan hak emas karena pada umur 
tersebut, keluarga memiliki  hak yang penuh untuk memutuskan jam berapa anak 
harus melakukan atau mempelajari apa.  Setelah anak berusia 5 atau 6 tahun, 
sekitar 6-8 jam per hari anak berada di sekolah. Sepulang sekolah, anak-anak 
masih harus mengerjakan PR/tugas  dan menghafal pelajaran dari sekolah serta 
mengikuti berbagai les yang mungkin bisa menyita waktu 3-4 jam per hari. Jika 
anak menggunakan waktu untuk kegiatan pribadi seperti mandi dan tidur/ 
istirahat sekitar 7-9 jam per hari, maka tinggal berapa jam lagi yang tersisa 
bagi keluarga untuk menjalankan fungsinya sebagai pendidik bagi anak? Belum 
lagi kalau waktu yang tersisa itu dihabiskan oleh anak untuk bermain, makan, 
membaca buku-buku atau kegiatan lain sendiri (solitaire) tanpa berinteraksi 
dengan orang tua atau saudara seiman, tinggal berapa menit lagi yang tersisa 
bagi keluarga Kristen untuk menjalankan proses belajar mengajar moral, keimanan 
dan spiritualitas?

Kalau saja pada lima tahun pertama kehidupan anak, kedua orang tua memegang 
teguh Janji Baptis untuk mendidik anak dalam ajaran dan terang Kristus, maka 
sudah seharusnya keluarga menabur tiga benih kekristenan yaitu : Iman, 
Pengharapan dan Kasih sejak usia dini. Saat anak keluar rumah untuk bergaul 
dengan orang-orang di lingkungan tempat tinggal dan sekolah yang belum tentu 
seiman, benih-benih kekristenan tersebut setidaknya telah berakar kuat dan siap 
untuk dirawat dan dikembangkan lebih lanjut. Seiring dengan perjalanan usia 
anak yang semakin bertambah, waktu mereka bersama keluargapun semakin sempit. 
Oleh sebab itu keluarga perlu semakin kreatif dalam meningkatkan mutu interaksi 
dan komunikasi dalam keluarga. Dengan demikian diharapkan setiap ucapan, sikap 
dan perbuatan semua orang dewasa dalam keluarga  harus layak dilihat, didengar, 
dipelajari dan diteladani oleh anak-anak.
Saat anak-anak tumbuh menjadi remaja atau ABG (anak baru gede), merekapun akan 
melangkah ke dunia pergaulan yang lebih luas. Dasar iman yang kuat dan takut 
akan Tuhan yang ditanamkan dengan benar sejak usia dini akan sangat berguna 
sebagai pedoman mereka untuk mengatakan mana yang "Yes" dan mana yang "Noway" 
terhadap segala daya tarik yang ditawarkan oleh lingkungan pergaulannya. Dengan 
semakin bertambahnya umur anak, tentunya pengajaran serta teladan keimanan dan 
spiritualitas di dalam keluargapun perlu semakin ditingkatkan kualitasnya 
sesuai dengan kebutuhan anak-anak yang terus
berkembang.

Saat anak tumbuh menjadi pemuda/pemudi, tanggung jawab keluarga semakin besar. 
Paling tidak keluarga masih harus "mempertanggungjawabkan" janji baptis, untuk 
mengantarkan anak-anak mereka menjadi pribadi yang matang dan layak di hadapan 
Allah, hingga mereka siap melangkah ke depan jemaat untuk mengaku percaya 
(sidhi). Sesuai dengan tata gereja, ketika anak-anak telah menjadi warga sidhi, 
tanggung jawab keluarga terhadap kehidupan keimanan dan spiritualitas anak-anak 
sudah mulai berkurang. Apapun yang dilakukan oleh
warga sidhi merupakan tanggung jawab mereka sepenuhnya. Dalam tahap ini, orang 
tua hanya memiliki tanggung jawab moral yang tidak diikat lagi oleh Tata 
Gereja, untuk  selalu mendampingi anak-anak sampai mereka menemukan pasangan 
hidup yang sepadan di hadapan Allah dan siap membentuk keluarga Kristen yang 
baru dan kudus.

TANTANGAN BAGI KELUARGA KRISTEN
Dengan berbagai perkembangan jaman yang ada, tantangan bagi keluarga Kristen 
untuk membangun keluarga yang kudus menjadi semakin banyak. Terlebih lagi dalam 
 menyiapkan anak-anak mereka untuk membentuk keluarga Kristen yang baru di 
tengah-tengah dunia. Beberapa tantangan yang dihadapi oleh keluarga dalam 
menaburkan, merawat dan mengembangkan benih-benih keimanan dan spiritualitas 
anak-anak mereka, antara lain :

1.      Tidak semua keluarga menyadari dan memegang teguh janji baptis.
Saat orang tua membaptiskan anaknya, mereka berjanji untuk mengajarkan kepada 
anak tentang arti Janji Keselamatan dan selalu mendidik mereka menurut Firman 
Tuhan. Karena janji baptis merupakan janji orang tua kepada Allah, maka sudah 
seharusnya orang tua memegang teguh dan berusaha menepati janji tersebut. 
Sebagai pemenuhan atas janjinya, orang tua harus mendidik anak-anak dalam 
terang dan kasih Kristus hingga mereka tumbuh menjadi pribadi dewasa yang layak 
di hadapan Allah dan mengaku percaya atau sidhi.
Namun pada kenyataannya ada begitu banyak keluarga Kristen yang membaptiskan
anaknya hanya untuk memenuhi tata gereja. Banyak diantara orang tua yang merasa 
sudah lega setelah menyerahkan anaknya kepada Tuhan melalui ritual sakramen 
baptisan. Mereka menyangka bahwa baptisan identik dengan keselamatan. Mereka 
lupa bahwa baptisan hanya merupakan meterai dan justru merupakan awal 
perjanjian orang tua dengan Tuhan.

2.      Ketidakharmonisan dalam keluarga
Ketidakcocokan dan kurangnya saling pengertian antara suami istri sering 
berakibat pada ketidakharmonisan keluarga. Ketidakharmonisan tersebut tentunya 
akan menghambat anak-anak untuk belajar tentang kasih. Dan anak-anak yang tidak 
belajar kasih dengan sempurna akan mengalami kesulitan untuk mengasihi, 
terlebih lagi untuk memberikan kontribusi yang positif dalam membangun keluarga 
kudus. Suasana keluarga yang tidak harmonis tentunya membuat suami, istri atau 
keduanya serta anak-anak berada dalam situasi yang tidak damai sejahtera. 
Kondisi yang demikian tentunya sangat merugikan pertumbuhan benih kekristenan 
anak. Bahkan beberapa teolog berpendapat bahwa figur orang tua (ayah) yang 
tidak penuh kasih, akan menyulitkan anak-anak untuk belajar dan menerima konsep 
tentang Bapa Yang
Maha Pengasih.

Ketidakharmonisan keluarga itu sendiri dapat merupakan akibat tetapi juga dapat 
menjadi penyebab timbulnya masalah-masalah lain dalam keluarga, seperti 
kekecewaan, luka batin, ketidaksejahteraan, ketidaksetiaan, perselingkuhan, 
percabulan dan bahkan bisa berakibat pada perceraian. Sudah bukan rahasia lagi 
bahwa kasus perceraian dalam masyarakat kian hari kian meningkat. Sayangnya, 
tingkat perceraian keluarga Kristenpun menunjukkan
peningkatan yang sama dengan tingkat perceraian di masyarakat pada umumnya.
Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi gereja untuk memenangkan kebenaran 
Firman Tuhan melalui kehadiran keluarga jemaat yang kudus di tengah-tengah 
carut marutnya dunia.

3.      Kesibukan orang tua
Adakalanya salah satu atau kedua orang tua harus bekerja atau melakukan usaha 
di luar rumah. Kesibukan kerja atau usaha sering kali  dipakai sebagai alasan 
keluarga untuk melepaskan tanggung jawabnya sebagai pendidik anak.
Waktu orang tua di rumah yang sangat terbatas sering kali tidak dimanfaatkan 
secara baik dan berkualitas untuk kebersamaan keluarga ataupun untuk mendidik 
anak. Dalam banyak kasus ketika kedua orang tua berada di rumahpun, mereka 
tetap tidak melaluinya dalam kebersamaan. Adakalanya kedua orang tua terlalu 
sibuk dengan urusan mereka masing-masing dan membiarkan anak yang lebih besar 
bermain game atau komputer/internet, sementara anak-anak yang lebih kecil 
dibiarkan bergaul bersama baby sitter atau pembantu.

4.      Sulitnya pengasuh pengganti yang seiman
Iman, pengharapan dan kasih hanya bisa diajarkan melalui kata-kata dan teladan 
nyata dari orang-orang yang mengenal kasih Kristus. Idealnya anak-anak harus 
mendapatkan pengasuhan dan bimbingan yang tepat dari orang yang seiman. Hal ini 
tentunya sulit sekali dinikmati oleh anak-anak yang salah satu atau kedua orang 
tuanya bekerja atau melakukan usaha di luar rumah. Sudah barang tentu ketika 
salah satu atau kedua orang tua bekerja,
pengasuhan dan perawatan anak diserahkan kepada  pengasuh pengganti.
Sebenarnya hal tersebut tidak menjadi masalah kalau saja keluarga bisa 
memberikan pengasuh pengganti yang seiman. Sayang sekali untuk mendapatkan 
pengasuh anak, baby sitter atau pembantu yang seiman bukanlah perkara yang 
mudah.

5.      Pengaruh media massa
Kalau dihitung-hitung waktu anak di depan  TV, internet dan media lainnya, 
lebih banyak dibandingkan dengan waktu mereka untuk berinteraksi dan 
berkomunikasi dengan orang tuanya. Kalau tidak disikapi dengan bijakasana, 
kehadiran media masa dapat menjadi pedang bermata dua bagi pertumbuhan dan 
perkembangan anak. Di satu sisi, media masa dapat memberikan informasi, 
pengetahuan dan hiburan. Di sisi lain media masa dapat memberikan pengaruh 
buruk yang dapat merusak moral, spiritual dan keimanan anak. Terlebih lagi
saat ini banyak informasi dan contoh-contoh  kekerasan, percabulan, kuasa 
gelap, sihir, alam gaib atau kuasa-kuasa setan dan hal-hal lain yang tidak 
berkenan di hadapan Allah, yang masuk ke dalam rumah tanpa permisi, melalui 
media TV, koran dan internet.

6.      Makin maraknya alat-alat permainan yang tidak edukatif.
Saat ini anak-anak dimanjakan dengan hadirnya berbagai alat permainan, dari 
yang murah hingga yang mahal yang belum tentu edukatif. Maraknya game, play 
stasion (PS), boneka Barbie dan jenis mainan lainnya semakin membuat anak 
menikmati hidup solitaire (sendiri) dan merasa tidak membutuhkan orang lain. 
Berbagai jenis permainan perang-perangan seperti game/zega VirtuaCop, 
pedang-pedangan, pistol-pistolan dan sebagainya sedikit banyak mendorong 
timbulnya skap agresif dan destruktif pada anak.

7.      Pelecehan sexual pada anak-anak
Dulu kita berpikir bahwa pelecehan dan tindak kekerasan seksual merupakan 
masalah yang hanya dialami oleh anak-anak perempuan ketika mereka berada di 
luar rumah . Tetapi pada kenyataannya saat ini banyak sekali anak perempuan 
maupun laki-laki yang menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual  baik di 
luar maupun di dalam rumah. Dalam banyak kasus, anak-anak perempuan menjadi 
korban pelecehan dan pemerkosaan bukan hanya oleh orang asing yang belum 
dikenal, tetapi juga oleh ayah/papa, kakek, om/pamannya sendiri. Tidak sedikit 
anak laki-laki di bawah umur menjadi korban pelecehan seksual atau
sodomi dari orang-orang terdekatnya.

Dari buku "Kekerasan Seksual pada Anak dan Remaja" terungkap bahwa 25% 
perempuan dewasa pernah mengalami pelecehan seksual semasa kecilnya. Selain itu 
diperkirakan 80% pelaku percabulan terhadap anak-anak di bawah umur adalah 
orang-orang yang dikenal oleh anak, dan 40% pelaku tindak percabulan tersebut  
adalah orang tuanya sendiri, baik ayah kandung, ayah tiri maupun ayah angkat.

8.      Narkoba
Kasus penyalahgunaan serta peredaran narkotika dan obat-obat psikotropika 
lainnya semakin hari semakin marak. Dapat dikatakan bahwa peredaran narkoba 
sudah merambah sampai di depan pintu rumah kita. Jaringan peredaran narkoba 
yang begitu rapi dan menggunakan cara-cara pemasaran yang kreatif dan menarik, 
mudah sekali mengelabui dan menyeret anak-anak dari keluarga baik-baik masuk ke 
dalamnya. Cara peredaran yang sungguh mengena di hati,
sering kali membuat anak-anak tidak sadar bahwa dirinya telah menjadi korban 
dan budak  narkoba. Bahkan menurut catatan Depdiknas, 70 % dari 4 juta pengguna 
narkoba adalah anak usia sekolah mulai umur 14-20 tahun. Bahkan banyak 
ditemukan pengguna narkoba yang mulai mengkonsumsi obat-obatan tersebut sejak 
usia SD (Suara Pembaharuan Senin, 2 Agustus 2004).
Dalam banyak kasus terungkap bahwa remaja terdorong untuk menggunakan 
obat-obatan terlarang supaya fly, on atau giting sebagai strategi atau alat 
untuk mengatasi masalah-masalah mereka. Bahkan benda-benda tersebut juga 
menjadi pilihan  yang cukup populer di kalangan remaja putri karena dirasakan 
dapat memberikan   kenyamanan sesaat. Acap kali mereka sebenarnya hanya butuh 
perhatian dan kehangatan yang lebih dari orang tua atau
keluarga.

9.      Pergaulan bebas
Ketika anak tumbuh menjadi remaja atau ABG, orang tua dihadapkan kembali pada 
dilema; antara mengekang anaknya untuk diam di dalam rumah atau membiarkannya 
bebas bergaul dengan teman sebayanya. Kalau moralitas, spitirualitas dan 
keimanan yang ditanamkan oleh keluarga kurang kuat berakar, tumbuh dan 
berkembang serta mewarnai setiap gerak dan langkah anak, maka bisa dipastikan 
remaja akan menjadi sama dengan lingkungan
pergaulannya. Banyak sekali kita jumpai anak-anak remaja/ABG yang nongkrong di 
mal-mal dengan gaya hampir seragam; berpakaian trendi dan model rambut mutakhir 
atau memakai sepatu merek yang sama, berbicara dengan kosa kata dan berpendapat 
yang tidak jauh berbeda satu sama lain.

Bukan rahasia lagi bahwa kebiasaan merokok, dugem di diskotik dan kebiasaan 
mengkonsumsi alkohol, narkoba dan seks bebas mulai bisa dinikmati oleh remaja 
atau ABG yang tidak beriman, pada usia yang masih sangat dini. Young Adult 
Reproductive Health Survey, sebuah organisasi yang sejak tahun 1985 melakukan 
survey di beberapa kota Amerika Latin, menyatakan bahwa rata-rata remaja 
melakukan hubungan seks pertama kali pada saat mereka berumur 15 tahun untuk 
anak laki-laki dan 17 tahun untuk anak perempuan. Berdasarkan data ESCAP, 
Population Research Leads, terungkap bahwa  1 dari 5 perempuan di Indonesia 
melahirkan anak pertama yang merupakan buah dari hubungan seks pra nikah.

Sebenarnya komitmen pada kesucian sebelum nikah yang merupakan standar hidup 
dari Alkitab yang juga didukung oleh norma masyarakat  telah ada sejak lama.
Namun sejak akhir tahun 1960an perilaku seks pra nikah dikenal sebagai moral 
baru, yang sebetulnya hal tersebut bukan baru dan bukan moral.

Sebagai keluarga Kristen, kita tidak boleh terlalu mengekang anak tetapi juga 
tidak boleh membiarkan anak-anak memulai kebiasaan buruknya yang tidak berkenan 
di hadapan Allah. Saat seperti inilah yang merupakan saat terberat bagi 
keluarga Kristen untuk memenuhi janji baptis yang telah diucapkannya.
Di saat-anak anak ingin menikmati kebebasannya, saat itu pula keluarga 
berkewajiban mempersiapkan mereka menuju kedewasaan iman supaya mereka hidup 
layak di hadapan Allah dan berani mengaku percaya/sidhi.

10.  Keterbatasan teman seiman bagi anak
Ketika anak-anak masih Sekolah Minggu, mereka sungguh bersuka cita karena 
memiliki banyak teman yang seia sekata di dalam Tuhan. Begitu anak memasuki 
usia remaja atau ABG, kemudian menjadi pemuda/pemudi, sudah dipastikan bahwa 
teman  seimannya makin lama makin sedikit karena kesibukan studi, 
pekerjaan/karir atau karena alasan lainnya. Bahkan sangat dimungkinkan 
pemuda/pemudi bergaul dengan teman yang tidak seiman 5 atau 6 hari dalam 
sepekan di sekolah/kampus atau tempat kerjanya. Untuk bergaul dan berbagi 
dengan teman yang seiman paling-paling hanya bisa dilakukan beberapa jam setiap 
minggu. Itupun hanya berlaku bagi pemuda/pemudi aktivis gereja.

Keterbatasan pergaulan dengan teman seiman inilah yang sering membuat banyak 
pemuda/ pemudi yang aktif di gereja akhirnya menjadi jomblo yang kesepian.
Bahkan banyak pemuda/pemudi Kristen yang memutuskan untuk mengikuti jejak Yudas 
Iskaryot, rela menukarkan Juru Selamat dengan kekasih pujaan hati yang tidak 
seiman. Seandainya semua pemuda/pemudi Kristen memegang teguh janji sidhinya, 
dapat dipastikan mereka tidak akan meninggalkan Tuhan, terlebih lagi hanya 
karena untuk mendapatkan kekasih atau jodoh.

11.  Trend hidup yang rawan dengan percabulan
Tekanan hidup di kota metropolitan seringkali membuat penduduknya, terutama 
eksekutif muda mencari hiburan untuk sekedar rileks ataupun untuk memperlancar 
urusan bisnis atau karirnya dengan seks. SAL (Sex After Lunch) atau BBS (Bobo 
Bobo Siang) dengan rekan kerja atau koleganya menjadi gaya hidup sebagian warga 
kota metropolitan. Semakin hari semakin banyak laki-laki bersuami yang menyukai 
WIL (Wanita Idaman Lain), demikian juga
banyak perempuan bersuami menyukai PIL (Pria Idaman Lain). Bahkan Robert Nio, 
seorang hamba Tuhan pernah menulis di beberapa milis Kristen bahwa 70 % 
perempuan di Jakarta berselingkuh dan memiliki PIL.

Ketika  gaya hidup yang seperti ini menjadi trend, keluarga Kristen kembali 
dihadapkan pada tantangan bagaimana memelihara kekudusan cinta dalam kehidupan 
sehari-hari. Bila salah satu atau kedua orang tua terlibat dengan percabulan, 
tanpa disadari mereka telah membawa dosa percabulan ke dalam keluarga. Dosa 
percabulan sendiri akan menghambat dan merusak hubungan mereka dengan Tuhan dan 
juga dengan pasangan, yang bisa menjadi malapetaka
bagi keharmonisan keluarga. Dosa percabulan tersebut juga akan berdampak pada 
hilangnya keteladanan orang tua di hadapan anak-anak.

-- APA YANG PERLU DILAKUKAN  KELUARGA KRISTEN ?--
-- APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH GEREJA?--

Baca selengkapnya di buku "Menjadi Mitra Allah : Kemarin, Kini dan Esok" yang 
diterbitkan dan didistribusikan oleh GKI Kwitang. Untuk pemesanan, bisa hubungi 
Sisca Nan cantik ke [EMAIL PROTECTED]

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/IYOolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
     Mailing List Jesus-Net Ministry Indonesia - JNM -
Daftar : [EMAIL PROTECTED]
Keluar : [EMAIL PROTECTED]
Posting: jesus-net@yahoogroups.com

Bantuan Moderator : [EMAIL PROTECTED]
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/jesus-net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke