Doa Bapa Kami (2)
Matius 6:8-15
 
Dalam ayat 5-7 dicatat bahwa sebelum Tuhan Yesus mengajarkan kata-kata Doa Bapa kami, Ia memperbaiki konsep orang-orang yang salah mengenai berdoa. Ada orang-orang yang berdoa supaya mereka dilihat oleh orang lain. Ini semacam management impresi (mengutip istilah J. Ortberg), yaitu untuk membuat orang lain terkesan. Ini bukan hanya terjadi dalam berdoa, tetapi dalam hal-hal rohani lainnya seperti puasa dan memberi sedekah. Kita dapat keluar dari kelemahan tersebut waktu kita melakukan kegiatan keagamaan dalam ketersembunyian.
 
Dalam hal rohani, kita sering menjadi sibuk dalam kegiatan, apalagi laki-laki. Laki-laki sering menempatkan meaning of life dalam apa yang dia kerjakan. Kalau dia ada banyak pekerjaan, dia merasa hidup lebih berarti. Seringkali apa yang kita lakukan dalam kegiatan-kegiatan tersebut membuat kita tidak lagi mengenal siapa diri kita. Yang lebih celaka lagi, kegiatan-kegiatan itu menjadi semacam topeng atau rasionalisasi terhadap suatu kerentanan yang kita tidak mau akui maupun selidiki dalam hati kita. Seorang Bishop Methodist pernah mengatakan bahwa kita ini tidak suka akan ketenangan/silence, karena silence itu membawa kita ke dalam konfrontasi langsung dengan Tuhan. Seringkali kita berusaha menghindari hal itu dengan menyibukkan diri dalam berbagai hal, sehingga kita semakin tidak mempunyai waktu untuk merefleksikan diri di hadapan Tuhan.
Salah satu spiritual exercise yang penting dalam kekristenan adalah doa itu sendiri. Doa merupakan suatu kesempatan di mana kita bisa 'berkonfrontasi' dengan Tuhan. Sayangnya, seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, seringkali doapun bukan merupakan suatu kesempatan untuk lebih mengenal diri dan mengenal Tuhan. Banyak orang berdoa untuk diperhatikan orang, sehingga tidak ada kaitan vertikal dalam doa mereka. Banyak juga orang yang berdoa dengan kata-kata yang berulang-ulang dan panjang lebar. Mereka melakukan itu seperti orang kafir yang berpikir bahwa dengan banyaknya kata-kata mereka akan menggerakkan hati Tuhan. Padahal dalam ayat 8 dikatakan bahwa Tuhan sudah mengetahui sebelum kita mendoakan, karena Dia adalah Allah yang Maha tahu. Dalam pengulangan itu terkandung suatu spirit ketidakpercayaan.
 
Yohanes 16 mencatat mengenai pekerjaan Roh Kudus sebagai Penghibur. Dikatakan Roh Kudus akan menginsafkan dunia akan dosa, dan inti dari dosa itu adalah ketidak-percayaan. Orang berbuat dosa karena dia tidak percaya. Mereka tidak percaya bahwa dosa itu berisi kekosongan yang akhirnya hanya akan menimbulkan kegelisahan. Orang berbuat dosa karena tidak percaya apa yang dikatakan firman Tuhan. Adam dan Hawa akhirnya makan juga buah itu karena mereka tidak percaya apa yang dikatakan Tuhan dan lebih percaya apa yang dikatakan setan sehingga mereka mulai ragu-ragu. Orang kafir terus menerus mengulang permintaan mereka seolah-olah Tuhan tidak mengerti apa yang mereka butuhkan. Kalau kita berbicara kepada orang lain terus menerus mengulangi permintaan kita, maka orang itu akan jengkel sekali, karena kita sepertinya tidak percaya kepada orang tersebut. Tuhan memang jauh lebih sabar daripada kita, tetapi saat kita terus mengulang-ulang, sebenarnya kita juga sedang merusak diri kita sendiri. Maka orang yang berdoa tanpa iman kepercayaan sepenuhnya bahwa Tuhan mengerti kebutuhan kita, ia berdoa seperti orang kafir.
 
Dalam konteks yang seperti ini, Yesus Kristus mengajarkan Doa Bapa kami. Seringkali kita lihat dalam Alkitab bahwa pengajaran-pengajaran yang begitu penting ternyata muncul dalam konteks/keadaan/situasi yang kacau balau. Tuhan terkadang mengijinkan suatu setting yang kacau balau untuk kemudian memunculkan suatu pengajaran yang penting kepada kita. Jadi mungkin dalam keadaan yang chaotic, Tuhan akan memunculkan pekerjaaanNya yang dahsyat di tengah-tengah keadaan yang seperti itu (tentu ini sama sekali bukan berarti bahwa Tuhan membutuhkan keadaan kacau-balau tersebut untuk menyatakan pekerjaanNya, melainkan bahwa sekalipun keadaan kacau, Tuhan justru dapat memakainya untuk menggenapkan rencananya). 
 
Ayat 9 dimulai dengan kata ‘therefore’ yang merupakan suatu antithesis, suatu lawan kata dari cara berdoa orang kafir. ‘Karena itu’ maksudnya karena banyak orang kafir berdoa seperti itu dan itu bukan cara kita. Karena itu berdoalah demikian, dalam bahasa Inggris ‘therefore pray in this manner’. Tuhan Yesus tidak memberikan suatu contoh yang kaku yang harus kita ikuti kata demi kata. Tetapi Ia memberikan ‘cara ini’ yaitu struktur, form dan manner-nya.
 
Yang pertama dikatakan "Bapa kami yang di Surga". Dalam bahasa asli, kata pertama yang muncul adalah Bapa (Father) kemudian kami (us). Dalam bahasa Yunani, kata yang ditaruh di depan biasanya ditekankan. Bapa adalah suatu sebutan dalam kebudayaan paternalistik. Bapa adalah suatu kedudukan yang sangat dihormati, karena ayah adalah tulang punggung dari keluarga. Seluruh warisan harta dan nama keluarga diturunkan ke anak laki-laki dari bapanya. Maka sebutan bapa menjadi sebutan yang penting dan ada suatu penghormatan sekaligus suatu intimasi. Memang dalam budaya Asia posisi bapa mungkin tidak terlalu menggambarkan suatu keintiman. Ada suatu hierarki yang menimbulkan jarak. Namun ayat ini mengatakan Bapa yang di Surga. Bapa yang di dunia memang tidak ada yang sempurna, tetapi Bapa yang di Surga adalah yang sempurna. Psikologi sekuler dengan naifnya mengatakan bahwa ketika orang Kristen memanggil Bapa yang di Surga itu karena mereka kecewa terhadap bapa yang di dunia. Bapa yang di dunia tidak menjalankan tugasnya sehingga orang kristen bermimpi akan Bapa yang di Surga. Ada orang yang menyelidiki pemikiran psikolog tersebut dan menemukan bahwa konsep-konsep yang dicetuskannya tentang agama sesungguhnya membuktikan bahwa masa kecilnya ia mengalami kehidupan yang tidak terlalu baik. Teori yang yang dia ajarkan ternyata merupakan jalan hidupnya sendiri. Dia berpikir bahwa teori yang dia kemukakan itu adalah suatu kemutlakan. Dia pikir karena dia mengalami hal demikian, maka seluruh dunia juga pasti mengalami hal yang sama dengan dia. Ini adalah pemikiran yang terlalu over-confidence (GR) dan naif.
 
Bagaimana tanggapan konsep Kristen terhadap cetusan psikologi sekuler mengenai Bapa di Surga? Kita percaya konsep bapa di dalam dunia sebenarnya merupakan bagian dari image of God (gambar-rupa Allah). Kita keliru jika berpikir bahwa konsep Allah Tritunggal adalah fotokopi dari yang kita lihat di dunia. Faktanya, kitalah yang adalah 'fotokopi' dari konsep Allah Tritunggal yang berada dalam kekekalan. Hubungan Bapa di Surga dengan Anak adalah keberadaan yang kekal, yang menjadi model dari hubungan bapa dan anak di dunia, kita jangan memutar-balikkan ini. Konsep ini bukan suatu proyeksi pemikiran manusia yang tidak puas dengan gambaran bapa di dunia ini. Ini adalah pemikiran yang keliru. Kalau kita ingin mengerti hubungan bapa dan anak yang sesungguhnya, kita harus menggali kembali dalam konsep Allah Tritunggal, yaitu hubungan Yesus Kristus dengan BapaNya di Surga. Yesus Kristus memberikan kepada kita teladan yang sempurna. Yesus seumur hidupnya bergantung kepada BapaNya di Surga, Dia adalah Allah yang sempurna dan selalu mengerjakan apa yang Allah Bapa percayakan kepada diriNya. Semua yang Dia kerjakan diterimaNya dari Bapa. Ini berkaitan dengan theology of grace, yaitu dalam seluruh kehidupan kita, kita harus mengerjakan yang Tuhan telah berikan kepada kita, bukan yang Tuhan tidak berikan pada kita (betapa banyaknya orang-orang yang berusaha mengerjakan banyak hal yang sebenarnya tidak Tuhan percayakan dalam dirinya, pekerjaan seperti itu lebih merupakan hasil ambisi pribadi yang berdosa daripada mengerjakan pekerjaan Tuhan).
 
Perkataan "Bapa kami yang di Surga" mengajarkan suatu sikap yang seharusnya mendarah daging dalam kehidupan kita, menyatakan eksistensi kita sebagai anak, pewaris dan orang yang bergantung kepada Bapa di Surga. Ada di Surga berarti bahwa Dia adalah Allah yang transcends, yang melampaui ciptaanNya. Inilah yang seharusnya terjadi dalam doa kita, kita seharusnya diangkat dari keadaan kita dan menuju ke hadirat Allah yang berada dalam kekekalan. Filsafat doa adalah melalui iman kita keluar dari kesementaraan untuk berkait dengan kekekalan. Dalam doa, kita tidak berkata "Selamat pagi Roh Kudus" karena dengan berdoa demikian, justru menjadikan Allah berada dalam kesementaraan, diikat dalam waktu seperti kita (ini sudah pernah dilakukan oleh Allah dalam Yesus Kristus ketika Dia berinkarnasi). Roh Kudus bukan manusia dan tidak menjadi manusia (yang terikat dalam batasan waktu). Ini merupakan suatu kekacauan dalam ajaran kristen.
 
Firman Tuhan mengajarkan bahwa Allah diam di Surga dan waktu kita berdoa kepada Dia, kita seharusnya terangkat dalam iman untuk berjumpa dengan Dia. Itulah yang membebaskan kita dari tekanan kesulitan yang terjadi dalam dunia ini. Bukan berarti kita melarikan diri dari realita atau kesulitan hidup, tetapi justru menimba kekuatan untuk menghadapi realita yang terus menerus berubah dalam kehidupan kita. Orang yang tidak bisa transcends untuk keluar, akan sangat sengsara dan didikte oleh kejadian-kejadian di dunia ini. Akhirnya dia akan menjadi sangat responsive terhadap hal-hal yang sepertinya harus dia selesaikan dan bereskan. Ia akan sangat kelelahan. Tidak mungkin ada kekuatan untuk terus-menerus disibukkan oleh tuntutan persoalan yang tidak habis-habisnya. Akhirnya kehidupannya semakin miskin, dalam pengertian bahwa hidupnya tidak bisa dialirkan kepada orang lain.
 
Dalam doa kita harus belajar 'meninggalkan' kesementaraan itu supaya ketika kita membuka mata kita kembali, kita akan melihat dunia ini dengan suatu pandangan yang berbeda (yaitu pandangan dari Tuhan). Ketika kita menutup mata, kita berada dalam keadaan gelap, secara simbolis ini dapat dimengerti kita menjauhkan diri dari segala cahaya kilauan daya tarik dunia. Dalam 'kegelapan' terhadap dunia itu kita menghampiri tahta Tuhan dan mendapatkan terang Ilahi, sehingga ketika kita membuka mata, kita melihat dunia dengan suatu perspektif yang baru (prinsip ini sangat dimengerti oleh para pendoa pada jaman abad pertengahan). Dalam doa seharusnya terjadi transformasi seperti itu. Orang yang sebelum dan setelah berdoa seharusnya berbeda. Orang yang setelah selesai berdoa masih merasa memikul beban berat berarti dalam doanya belum melampaui kesementaraan.
 
Kalimat yang kedua menyatakan "dikuduskanlah namaMu". Inilah permintaan yang pertama. Permintaan yang pertama berkaitan dengan Tuhan sendiri, yaitu agar nama Tuhan dikuduskan. Luther mengatakan bahwa permintaan yang pertama ini sebenarnya merupakan satu-satunya permintaan dalam Doa Bapa kami. Permintaan yang lain adalah sub atau penjabaran daripada permintaan yang pertama. Doa bukan dibagi seolah-olah ada keinginan Tuhan dan ada keinginan kita, ada urusan Tuhan dan ada keperluan kita. Doa ini bukan sedang mengajarkan dualisme. Sebenarnya kebutuhan kita juga adalah keinginan Tuhan, sesuatu yang juga dikehendaki oleh Tuhan. Tetapi yang menjadi persoalan adalah terkadang keinginan kita tidak di dalam keinginan Tuhan. Inilah yang mencelakakan kita. Kita menyatakan our own will tanpa memikirkan God’s will. Kalau kita memikirkan God’s will saja, itu sebenarnya sudah termasuk juga kebutuhan dan keperluan kita. Bahkan ada kebutuhan kita yang diketahui oleh Tuhan, yang kita sendiri belum tentu menyadarinya, karena seringkali kita salah dalam mengerti kebutuhan kita. Maka, kalimat permintaan yang pertama ini menjadi basis dari semua permintaan yang lain, yaitu dikuduskanlah namaMu. John Piper dalam bukunya Desiring God, mengutip Jonathan Edwards bahwa to glorify God and to enjoy Him is actually the same thing. Waktu seseorang menguduskan nama Tuhan, saat itulah terjadi suatu pemenuhan kehidupan yang paling tinggi. Hidup orang itu akan berada dalam kebahagiaan yang sejati.
 
Shakespeare dalam salah satu karya sastranya menulis "What is a name?" Ini adalah salah satu kalimat terkenal yang jika ditinjau dari perspektif alkitabiah tidak benar. Dalam pengertian Firman Tuhan, nama itu berarti mewakili kualitas atau natur dari orang tersebut. Yesus berarti Juruselamat. Nama-nama adalah kualitas yang seharusnya dihidupi dalam kehidupan. Waktu dikatakan bahwa seseorang mengenal nama Tuhan, itu berarti dia juga memiliki kuasaNya. Demikian dalam kebudayaan Ibrani, mengenal nama seseorang berarti memiliki kuasa dari orang tersebut. Tetapi seringkali dalam kehidupan sekarang nama itu menjadi tidak berarti, sehingga ketika kita membaca bagian ini, kita merasa nama Tuhan adalah nama Tuhan, ya itu saja. Alkitab menyatakan agar kita tidak menyebut nama Tuhan sembarangan. Artinya, janganlah kita seolah-olah merasa layak menyebut-nyebut nama Tuhan padahal kita sendiri bukan orang yang mengenal Tuhan. Dengan kata lain, itu tidak menguduskan nama Tuhan. Pengertian "dikuduskan namaMu" dapat diartikan memperhitungkan atau menganggap Dia sebagai Tuhan yang Maha kudus. Ketika kita mengatakan "dikuduskan namaMu" berarti kita mengakui bahwa Dia satu-satunya tujuan dalam hidup kita. Di tengah-tengah keadaan dunia di mana banyak orang yang tidak memperhitungkan nama Tuhan, ya, bahkan menghujat nama Tuhan, doa ini menjadi suatu permohonan kudus yang sangat langka, yang merupakan keunikan dari kehidupan orang-orang yang mengenal namaNya.
 
Ayat yang ke-10 menyatakan "datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu, di bumi seperti di Surga". Ada penafsiran yang mengatakan bahwa ini adalah doa yang diajarkan dengan konsep akhir jaman, dengan penantian kedatangan Yesus yang kedua. Tema kerajaan Allah adalah suatu tema yang besar dalam pengajaran Yesus Kristus. Di sini Dia mengajarkan agar murid-murid berdoa agar kerajaan Allah datang. Di jaman Yesus sendiri sebenarnya kerajaan itu sudah datang. Dalam konsep Kristen, kita mengerti akan aspek already and not yet. Dalam satu sisi, kerajaan Allah sudah datang: Dia mengusir setan, melenyapkan segala kelemahan, di situ Ia menyatakan diriNya sebagai Raja yang sudah datang. Tetapi kita melihat bahwa secara penuh kerajaanNya belum digenapi. Di dunia ini masih banyak orang yang melawan Tuhan, sehingga kita perlu terus menerus berdoa agar kerajaan Allah datang.
 
Ayat ini mengajarkan bahwa kedatangan kerajaan Allah dikaitkan dengan terjadinya kehendakNya. Datangnya kerajaan Allah berarti terjadinya kehendak Tuhan dengan semakin sempurna dalam dunia ini. Kehendak Tuhan memang pasti terjadi dalam pengertian God’s sovereign will. Kehendak Tuhan kita mengerti dalam dua perspektif, yaitu God’s sovereign will yang memang pasti selalu terjadi, dan God’s moral will sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Kita tidak percaya konsep deisme yang menyatakan bahwa setelah Tuhan mencipta dunia, Dia tidak melakukan intervensi, tidak melakukan pengontrolan sampai Dia datang kembali. Kita percaya bahwa Tuhan mengontrol (baca: menopang) segala sesuatu. Sedangkan God’s moral will tidak selalu ditaati oleh manusia, sehingga kehendak Tuhan ini tidak selalu terjadi secara sempurna. Sementara di Surga, God’s moral will terjadi bersamaan dengan God’s sovereign will. Surga dapat didefinisikan sebagai tempat di mana God’s sovereign will dan God’s moral will terjadi secara sempurna. Karena itu persoalan paradoks kehendak Allah ini akan terselesaikan secara sempurna di Surga.
 
Di dunia ini, persoalan paradoks membuat kita seolah-olah hidup dalam dua kutub. Kitab Pengkhotbah membicarakan prinsip ini dengan indah. Dia menyelesaikan paradoks ini dalam konsep waktu. Dia mengatakan ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa, demikian seterusnya dengan paradoks lainnya. Ada waktu kita harus membangun dalam kehidupan kita, ada waktu juga di mana kita harus menghancurkan yang salah. Waktu menjadi satu wadah yang diberikan untuk menyelesaikan masalah paradoks yang kita harus alami selama masih hidup di dunia ini (yang terbatas oleh waktu). Orang yang mengerti dalam menghidupi waktu secara benar disebut sebagai orang yang bijaksana. Dalam Pengkhotbah dikatakan bahwa Tuhan menjadikan segala sesuatu indah pada waktuNya. Maksudnya perpindahan dari satu waktu ke waktu lain menjadi suatu yang indah dalam rajutan Tuhan. Ini merupakan konsep yang berkaitan erat dengan konsep God’s sovereign will. Waktu kita tidak taat kehendak Tuhan, kita berpotensi merusak kehidupan kita sendiri. Sebaliknya ketika kita taat kepada kehendakNya, kita tidak akan kesulitan untuk menghadapi paradoks dalam kehidupan ini, karena sama seperti di sorga, God's sovereign will dan God's moral will sebenarnya merupakan 1 kehendak Allah (dengan perspektif yang berbeda) dan bukan 2 kehendak Allah. Dengan kata lain, kita dengan bebas dapat menerima Allah dengan kehendak kedaulatanNya ketika kita sepenuhnya taat kepadaNya (disintegrasi itu bukanlah disintegrasi dalam kehendak Allah, melainkan disintegrasi dalam kehidupan kita yang tidak selalu taat kepadaNya).
 
Ketika kita menjadi orang Kristen yang menggumulkan kehendak Tuhan, janganlah pikiran kita dibatasi hanya dalam batasan individu. Contohnya sering kali ketika kita membicarakan holiness, kita menyebut tentang personal holiness. Ini memang tidak salah. Tetapi bagaimana membicarakan holiness sebagai konsep komunitas? Dalam ayat ini kita sekali lagi juga diingatkan bahwa scope kerajaan Allah itu adalah sangat luas, bahkan lebih luas daripada Gereja itu sendiri. Kita tidak bisa mengatakan kerajaan Allah adalah sama dengan Gereja. Ajaran Katolik pada jaman abad pertengahan cenderung mengidentikkan kerajaan Allah dengan gereja yang institusional. Sekarang kita melihat bahwa Tuhan mengijinkan Vatikan menjadi salah satu negara yang paling kecil di dunia. Apa maksudnya? Tuhan tidak mengijinkan perluasan Kerajaan Allah dimengerti sebagai expansi institusional gereja! Alkitab mengajarkan agar kita tidak terjebak dalam konsep ekspansi institusional. Ketika kita berdoa "datanglah kerajaanMu", kita minta agar kehendak Tuhan semakin terjadi dengan sempurna. Sehingga ketika kita berdoa demikian, kita tetap bisa mendoakan orang-orang yang bukan Kristen (dalam pemerintahan misalnya), karena melalui mereka juga kehendak Tuhan bisa digenapi. Kita tidak bersikap sempit dengan mendoakan hanya orang-orang kristen saja. Namun ini tidak berarti bahwa orang yang tidak percaya nantinya juga akan berbagian dalam kerajaan Allah. Yang dimaksudkan ialah, orang-orang yang di luar Tuhan sekalipun tetap dapat dipakai Tuhan untuk menggenapi kehendak dan rencanaNya. Tugas penginjilan menjadi mandat yang harus kita lakukan dengan setia. Ada orang-orang yang tidak percaya yang dipakai Tuhan, namun bagaimanapun pengertian, kepekaan dan cinta terhadap kebenaran sangat terbatas. Mereka tetap memerlukan suatu perubahan hati, kelahiran baru yang hanya dapat dikerjakan oleh Roh Kudus. Sehingga dalam mendoakan "datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu" juga berarti suatu tugas memberitakan Injil kepada mereka yang belum mengenal Dia. Kiranya Tuhan yang terus berkarya sampai hari ini, menggerakkan dan melibatkan kita untuk berbagian dalam rencanaNya yang mulia. S.D.G.

Billy Kristanto

Mimbar Reformed Injili Indonesia - Berlin dan Hamburg  
Kebaktian Minggu:                                                                                                   04.00 PM Evangelische Kirchengemeinde Martin-Luther, Fuldastr. 50, 12045 Berlin   4.00 PM FeG Holstenwall (JugendKeller), Michaelispassage 1, 20459 Hamburg 
=
http://www.grii.de =                                                                                                         
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Fil 1:21-22



-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
     Mailing List Jesus-Net Ministry Indonesia - JNM -
Daftar : [EMAIL PROTECTED]
Keluar : [EMAIL PROTECTED]
Posting: jesus-net@yahoogroups.com

JNM Mailing list are managed by :
Indonesian Pentecostal Revival Fellowship (IPRF) Denver, USA (or GPdI Denver)
If you have any comment or suggestion about this mailing list, to : [EMAIL PROTECTED]
or If you want to contact IPRF Denver USA, to : [EMAIL PROTECTED]
Web Site : http://www.iprf.us
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke