From: Mundhi Sabda Lesminingtyas Berjuang Sepanjang Masa (Resensi Buku) (Oleh : Lesminingtyas)
Gereja yang pengertian dasarnya berasal dari kata ekklesia (Yunani), adalah umat kepunyaan Tuhan yang telah dipanggil keluar dari kegelapan menuju kesalamatan ke dalam terangNya yang ajaib, yang diutus kembali untuk memberitakan pekerjaan-pekerjaanNya yang besar. Gereja dipanggil sebagai mitra Allah untuk menjalankan misi keselamatan bagi manusia. Bukan gereja yang berkehendak menjadi mitra Allah, tetapi Allah sendiri yang memanggil gereja. Panggilan gereja untuk bersaksi dan melayani memang tidak mudah dan penuh tantangan. Tetapi sebagai mitra Allah, gereja sanggup melakukan segala sesuatu karena Tuhan sendirilah yang mengerjakannya. TB Simatupang (Alm) memberikan ilustrasi perjalanan sejarah dan perjuangan panjang bangsa Indonesai ibarat "long march" sedangkan gereja berfungsi sebagai ambulan dan para perawat yang siap memberikan pertolongan. Peran gereja adalah mengawal proses perkembangan yang sedang terjadi dengan memberikan pencerahan serta pembekalan tentang sikap dan peran yang seharusnya dilakukan oleh umat Kristen dalam proses perkembangan tersebut. Pada masa revolusi, gereja bertugas memproklamasikan dan mendemonstrasikan kehadiran Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat dan bangsa yang sedang mengalami revolusi. Orang Kristen ditempatkan di dunia bersaksi tentang pembebasan, pembaharuan, keadilan dan pengampunan yang hakiki dari Tuhan Yesus, sambil melayani sesama manusia tanpa membedakan status sosial, ekonomi ataupun pandangan mereka tentang revolusi (baik yang pro maupun yang kontra revolusi). Dalam era pembangunan atau orde baru (1966-1997) di mana negara sedang mensukseskan modernisasi dan industrialisasi, gereja dipanggil untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran teologi yang memberikan dasar bagi jemaat untuk berperan aktif dalam proses modernisasi dan industrialisasi. Tugas gereja pada awal Orde Baru adalah membangun optimisme dengan meyakinkan bahwa Tuhan telah melakukan pembaharuan total melalui Yesus Kristus. Ungkapan "mencari yang tercecer dan terlupakan" yang dimunculkan oleh Pdt. DR. Daud Palilu (almarhum), menjiwai semangat pelayanan gereja untuk tetap concern dan konsisten mempedulikan dan melayani kaum miskin yang tercecer, terlupakan dan terpinggirkan oleh sistem pembangunan. Pada masa reformasi, gereja menyadari tugas dan panggilannya untuk terus memperbaharui diri sehingga menjadi serupa dengan Kristus. Reformasi dan tranformasi hanya dapat dilakukan oleh umat Kristen dengan cara back to basic, back to Bible, back to Jesus. Idealnya, gereja harus proaktif untuk memperbaharui diri dan mengembangkan pemikirian-pemikiran teologi yang kontekstual, sehingga benar-benar mampu menjadi garam dan terang dunia. Memang sungguh disayangkan jika gerakan-gerakan gereja di dunia dan khususnya di Indonesia, masih merupakan tindakan yang reaktif. Bahkan dalam banyak hal gereja sering ketinggalan atau tidak berpartisipasi dalam menata kehidupan berbangsa sampai pada aras nasional. Walupun tidak terlibat dalam politik praktis, gereja harus tetap mendorong jemaatnya supaya secara pribadi memiliki pandangan politik kekristenan yang benar dan bertanggung jawab. Kepada para individu Kristen yang terjun di kancah politik dan penyelenggaraan negara, gereja hendaknya dapat memberikan pencerahan dan pembekalan sehingga mereka dapat menampilkan diri sebagai politisi, pejabat ataupun pegawai pemerintah yang Kristiani. Mereka tidak boleh sama dengan dunia dan harus berani menggunakan nuraninya. Dengan demikian individu-individu Kristen dapat menjadi pelopor dan teladan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bebas dari money politic, suap dan KKN. Gereja juga harus kembali kepada amanat Injil yang menghendaki pelaksanaan pemberitaan bersamaan dengan perbuatan atau tindakan kasih kepada sesama. Gereja harus memberikan dorongan dan pencerahan kepada jemaat sehingga mampu melakukan pelayanan kasih yang bisa dirasakan oleh banyak orang, tidak terbatas untuk orang-orang Kristen atau yang potensial menjadi Kristen. Pelayanan tersebut tidak boleh dipakai sebagai "alat" untuk Pekabaran Injil, tetapi sebagai ungkapan syukur atas keselamatan yang telah kita terima. Pelayanan kasih juga tidak boleh sekedar tontonan dan bersifat karitatif tetapi harus benar-benar membawa damai sejahtera dan memerdekakan. Jika gereja-gereja diibaratkan sebagai kapal yang sedang berlomba, kesaksian dan pelayanan gereja akan diamati, dilihat dan dirasakan oleh "penonton" atau pihak-pihak non Kristen. Donny Adi Wiguna menggambarkan bahwa dalam perlombaan tersebut semua orang memperhatikan secara cermat apa yang dilakukan oleh setiap peserta (gereja). Ibarat kapal sedang berlomba, masing-masing gereja menawarkan daya tariknya sendiri, namun pilihan terakhir ada di tangan para penumpang untuk menentukan sendiri kapal yang dikehendakinya. Satu hal yang harus diingat oleh setiap gereja adalah seperti apa pun perlombaan itu terjadi, tujuan yang hendak dicapai dan jalan yang dilalui adalah sama, yaitu Kristus. Selain menggalang kebersamaan dan keterbukaan antar gereja, umat Kristen juga harus aktif menyerukan dan memberikan keteladanan untuk hidup bersama dalam perbedaan dengan menghargai pluralisme. Dengan berbuat baik, mengasihi dengan tulus, menghargai keyakinan dan nilai-nilai yang diyakini umat beragama lain, berarti umat Kristen telah memberikan andil yang besar dalam menciptakan kerukunan dan menghindari konflik antar agama. Senada dengan hal tersebut, Andreas A. Yewangoe mengemukakan bahwa gereja dan umat Kristen di Indonesia harus semakin terbuka kepada lingkungannya. Berbagai upaya lintas-agama dan lintas-suku harus diprakarsai, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan bersama dalam polis Indonesia. Agama harus diletakkan pada posisinya yang benar, untuk menyuarakan suara-suara kenabian dan menyerukan perdamaian, persaudaraan dan moralitas. Bersamaan dengan ini, kita harus berusaha menemukan kembali kerukunan otentik yang memang sudah ada di kalangan masyarakat akar rumput. P Senada dengan hal tersebut, Marthin Lukito Sinaga menyatakan bahwa keterbukaan gereja dapat dilihat dari ada tidaknya pengembangan pemikiran dan refleksi teologis terhadap pluralisme. Artinya, keterbukaan gereja diuji lewat apakah ada apresiasi yang positif dari iman Kristen atas eksistensi agama-agama yang lain. Pemikiran tentang pluralisme tersebut akan membuktikan ketulusan dalam berinteraksi dengan umat beragama lain. Dalam hubungannya dengan lingkungan, Pdt. RP. Borong menyatakan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta untuk tujuan-tujuan luhur. Manusia diciptakan sebagai penatalayan yang ditugaskan untuk memakai dan memelihara bumi dan ciptaan lain, tidak semata-mata untuk menguasai dan menaklukkannya. Menurut keyakinan Kristen, merusak lingkungan merupakan perbuatan dosa karena melawan kehendak Sang Pencipta. Sebaliknya, tindakan menjaga dan memelihara lingkungan dipandang sebagai ibadah yang harus dilakukan oleh mitra Allah untuk mendatangkan syaloom. Dalam kaitannya dengan lingkungan dan sosial budaya, Efron menawarkan teologi warung kopi. Bagaimana potret sebenarnya sebuah warung kopi? Warung kopi bukanlah ditujukan dan menjadi tujuan orang-orang dari lapisan atas, walaupun tidak menutup kemungkinan kalangan tersebut mampir. Selain menyediakan kopi, warung kopi juga menyajikan penganan dan minuman khas rakyat. Orang berkunjung ke warung kopi tentulah bukan sekadar minum kopi sambil mengudap, tetapi karena rindu suasana kumpul bareng, dimana perbincangan dapat mengalir lancar tanpa basa-basi dan kemunafikan. Dengan budaya kumpul bareng, maka orang Kristen dapat hidup bersama dan memandang orang lain dalam hubungan "Aku- Engkau". Untuk mendatangkan damai sejahtera bagi sesama, Albert Hasibuan dan Luhut M Pangaribuan mengemukanan bahwa gereja harus menjadi organisasi yang demokratis, jujur dan bersih dari KKN, sehingga pantas dijadikan teladan. Karena pernyataan teologis tentang HAM berasal dari antropologi Kristen yang menyatakan bahwa manusia dibentuk menurut rupa Allah atau The image of God, Imago Dei, maka gereja harus lebih jelas dan lantang lagi menyerukan dan memperjuangkan penegakan hukum, keadilan dan HAM. Gereja-gereja melaui PGI perlu lebih aktif lagi untuk memberikan "fatwa", pernyataan sikap, seruan, himbauan atau saran-saran atas kasus-kasus pelanggaran hukum, keadilan dan HAM yang menyangkut harkat dan martabat rakyat banyak. Gereja juga harus mendorong semua komponen gereja untuk mendukung lahirnya produk hukum yang adil, memihak pada perbaikan nasib dan kesejahteraan rakyat banyak serta menjunjung tinggi martabat manusia. Menurut Bramantyo Djohanputro, dalam pembangunan ekonomi gereja harus berperan dalam membenahi kompetensi lunak atau soft competence seperti sikap, percaya diri, nilai-nilai pribadi dan masyarakat, serta motivasi berekonomi. Hal-hal tersebut dirasa sangat penting sebagai modal dasar pembangunan trust economy. Ada dua agenda besar di mana gereja harus turun tangan; yaitu pengentasan pengangguran dan pemberantasan korupsi. Salah satu model pengentasan pengangguran adalah melalui program pengembangan kewirausahaan atau enterpreneur development program (EDP). Untuk memberantas korupsi, gereja harus terlibat aktif membenahi umat supaya bersikap dan berperilaku anti korupsi. Sikap anti korupsi juga harus diwujudkan dalam tindakan untuk tidak membiarkan orang lain melakukan korupsi. Menurut Guno Tri Tjahjoko, moral bangsa hanya bisa diperbaiki melalui pendidikan yang benar yang mendidik hati nurani seperti yang dilakukan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya. Dengan kata lain, pendidikan yang berorientasi pada hati nurani akan menjadi muara kasih terhadap Allah, diri sendiri dan sesama. Hati nurani sebagai "panglima" pendidikan akan menjadikan anak didik hidup dengan ketulusan, kebenaran dan solidaritas sejati. Dengan pendidikan yang berbasis hati nurani, maka kita akan menghasilkan manusia Indonesia yang bermartabat dan memiliki integritas yang tinggi. Untuk mencerdaskan anak bangsa, pendidikan harus melampaui batas-batas kurikulum dan tanpa diskriminasi; antara yang pandai dengan yang bodoh, dan antara yang kaya dengan yang miskin. Peran gereja dalam konteks ini adalah menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, yang ditandai adanya pembebasan rakyat dari kebodohan, kemiskinan, kesejahteraan lahir dan batin. Gereja juga dituntut untuk memfasilitasi keluarga sehingga berfungsi sebagai lembaga pendidikan iman, spiritualitas dan moralitas untuk menyiapkan anak-anak menjadi pribadi yang matang dan hidup berkenan di hadapan Allah. Anak-anak yang takut akan Tuhan inilah yang akan menjadi embrio bagi pembangunan keluarga kudus. Senada dengan hal itu, Susilowati menekankan bahwa ketangguhan dan ketegaran orang Kristen dalam menghadapi tantangan serta kegigihannya dalam mempertahankan kebenaran, merupakan kesaksian dari kehidupan spiritualitasnya. Sebagai persembahan syukur atas kasih, kemurahan dan keselamatan dari Tuhan Yesus, maka orang Kristen harus melayani dengan rendah hati, sehingga tidak menjadikan perut sebagai "tuhan", tidak memuliakan aib, dan tidak memusatkan perhatian pada masalah-masalah duniawi saja. Pemberdayaan sumber daya manusia di gereja juga harus mampu menghasilkan jemaat yang berkarakter kuat, memiliki kepekaan dan kepedulian serta mampu berkarya dengan karya-karya nyata yang menyentuh, kontekstual dan sesuai kebutuhan. Pengembangan jemaat yang demikian harus dimulai dengan landasan thanks-giving service yang di dalamnya mencakup kompetensi berdasarkan keunggulan dan karakter, seperti yang dikemukakan Sabarudin Napitupulu. Untuk bisa menjadi mitra Allah di masa kini dan esok, Sigit Triyono menekankan pentingnya gereja memperhatikan layanan prima untuk memenuhi harapan para stakeholdernya. Sebenarnya konsep layanan prima yang banyak dipakai oleh organisasi sekuler berdasarkan nilai-nilai Kristiani. Namun tragisnya justru kalangan gereja sering jauh tertinggal dalam penerapan dan pengembangan layanan prima ini. Dengan memperhatikan layanan prima, diharapkan gereja dapat memenuhi harapan semua pihak, sambil mendidik internal dan eksternal stakeholder dan untuk menyenangkan hati stakeholder utama gereja, yaitu Tuhan. Sekarang pertanyaannya adalah : Dapatkah organisasi gereja memuaskan semua stakeholdernya? Jawabannya adalah : harus terus diperjuangkan sepanjang masa ! Catatan : Setelah diedit seperlunya, tulisan ini dimuat untuk Resensi Buku yang dimuat di Sinar Harapan edisi Sabtu 27 November 2004 (hal 11). Mau tahu lebih lengkap buah pikiran para pemikir dan penulis Kristen tsb di atas? Jangan tunda-tunda lagi..segera miliki buku "Menjadi Mitra Allah: Kemarin, Kini dan Esok" ===================================================== From: Erwin Siregar Bapa-bapa di dalam Tuhan Dunia penuh dengan anak-anak yatim rohani dan emosional.Ali Aqca lahir di sebuah desa terpencil di Yesiltepe, Turki Ayahnya meninggal ketika Ia berusia sepuluh tahun-dan ia tersenyum terus sepanjang pemakaman ayahnya.Ali sangat membenci ayahnya.Adegan-adegan kekerasan dan kekejaman ayahnya telah terpatri dalam ingatan Ali. Tidak lama setelah kematian Ayahnya, ia membuat "daftar kebencian" yang terdiri dari orang-orang dan hal-hal yang menjadi fokus sikap permusuhannya.Hanya karena menghormati Ibunya-ia menghapus nama ayahnya dari daftar. Ali Aqca bertumbuh dengan serangan-serangan depresi disertai pengasingan diri dengan berdiam diri dalam waktu lama, serta penyakit anorexa nervosa yang sering kambuh.Ia menderita rasa bersalah akibat permusuhannya dengan ayahnya, dan akhirnya ia percaya bahwa kebencian adalah satu-satunya jalan keluar untuk membersihkan diri dari perasaan-perasaan tersebut.ia ditinggalkan sebagai yatim tanpa mengenal kasih. Sebagai seorang remaja ia melewati jalan yang penuh tragedi dan kejahatan, termasuk penggunaan obat bius dan kekerasan, termasuk penggunaan obat bius dan kekerasan.Ia terlibat dalam sekolah teroris di Libanon, yang mengajarkan "teknik pembebasan" terbaru. Pada tanggal 13 Mei 1981, perjalanan teror dalam kehidupan Mehmet Ali Aqca berakhir dengan mendadak, setelah para penyiar di seluruh dunia dengan tersendat-sendat berusaha mengucapkan nama pemuda Turki itu.Ia diidentifikasi sebagai orang yang-hanya beberapa jam sebelumnya-menembak Paus Yohanes Paulus II. Kini Ali duduk dibalik jeruji sel penjara dengan dinding putih di penjara Rebibia, Roma.Ke sel inilah Paus Yohanes mengadakan ziarah pengampunannya yang dramatis dia akhir Desember 1983.Meskipun pada satu tingkat itu merupakan tranksaksi yang amat intim antara dua laki-laki, itu juga merupakan contoh dari kasih kristiani yang dramatis.Yohanes Paulus duduk selama 21 menit, sambil menggenggam tangan yang telah diugunakan untuk menggenggam senjata sebelumnya.Apakah seseorang adalah Protestan atau Katolik, tentunya qta tidak dapat mengingkari pentingnya tindakan Yohanes Paulus.Yang ia lakukan adalah tindakan kristen yang nyata.Ia mencari musuhnya dan mengampuninya Dengan berbuat demikian, ia memberikan Ali Aqca pengertian baru tentang Allah dan menawarkan sebuah jalan keluar dari kegelapan dan kepahitan jiwanya.Selama 21 menit yang singkat, Yohanes Paulus, yang dikatakan menyebut Ali " .....sebagai saudara," menunjukkan kepadanya sebuah jalan menuju Bapa---- by: Floyd Mc Lung The Father heart of God.. Youth With A Mission www.ywam.org [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/IYOolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=- Mailing List Jesus-Net Ministry Indonesia - JNM - Daftar : [EMAIL PROTECTED] Keluar : [EMAIL PROTECTED] Posting: [EMAIL PROTECTED] Bantuan Moderator : [EMAIL PROTECTED] WebSite: http://jnm.clear-net.com (Webmaster wanted!) -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=- Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/jesus-net/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/