Yesus Menurut Para Ahli
   
  oleh: Pdt. Ir. Victor Mangapul Sagala, D.Th.
   
   
   
   
  Sekalipun Alkitab, khususnya keempat Injil telah menulis dengan jelas siapa 
Yesus, bahwa Dia adalah Allah yang patut dipuji dan dipuja, namun cukup banyak 
ahli (scholars) memiliki pandangan yang sangat berbeda dengan apa yang 
diajarkan oleh Alkitab. Sebagai contoh, izinkan saya mengutip pandangan 
beberapa theolog tertentu, yang disebut sebagai theolog liberal, khususnya 
theolog abad lalu yang banyak memiliki pandangan yang sangat negatif terhadap 
Yesus. Jika kita membaca dan mengamati tulisan-tulisan mereka, maka kita dapat 
menyimpulkan bahwa mereka telah meninggalkan pengajaran Alkitab dan membangun 
pandangan sendiri yang seringkali bersifat spekulatif.
   
  Mengapa theolog-theolog tersebut menolak pengajaran Alkitab? Alasan mereka 
adalah karena penulis-penulis Alkitab tidak menulis Yesus yang sesungguhnya 
(the real Jesus), tapi mereka telah memoles Yesus sesuai dengan kehendak mereka 
yang cenderung terlalu meninggikan Yesus. Tuduhan seperti itu khususnya 
ditujukan kepada Injil Yohanes yang menegaskan bahwa Yesus, yang disebut dengan 
Firman itu, bukan saja sejak kekekalan telah bersama-sama dengan Allah, tetapi 
Dia sendiri adalah Allah. (Yoh.1:1) Itulah sebabnya mereka memberi istilah 
“Yesus sejarah” (the historical Jesus) dan “Kristus yang diimani” (Christ of 
faith). Mereka menolak Kristus yang diimani oleh para rasul, tapi menerima 
Yesus sejarah. Namun demikian, bicara soal Yesus sejarah, juga masih menjadi 
masalah bagi mereka. Yesus sejarah yang mana?
   
  Marilah kita melihat beberapa dari pandangan theolog tersebut. Kita mulai 
dengan Adolf Harnack yang menegaskan bahwa kita tidak dapat membangun doktrin 
Kristologi dari Injil. Mengapa? Menurut Harnack, Injil tidak bicara mengenai 
Yesus, tetapi mengenai Bapa. Harnack menulis, “The Gospel, as Jesus proclaimed 
it, has to do with the Father only and not with the Son.” Di pihak lain, H. J. 
Holtzmann berbeda dengan Harnack, karena dia mengakui adanya pengajaran Yesus 
dalam Injil. Namun demikian, Holtzmann tidak mengakui keAllahan Yesus. Karena 
baginya Injil tidak mengajarkan Yesus sebagai Allah, tetapi hanya sebagai 
manusia saja. Holtzmann menulis, “This Gospel describes a purely human Jesus 
for whom no claims to divinity are made.” Pandangan negatif lainnya diberikan 
oleh David F. Strauss yang mengatakan, “Jesus was a legendary figure whose 
historicity was debatable.” 
   
  Setelah melihat beberapa pandangan tersebut di atas, kelihatannya, kurang 
lengkap jika kita tidak menyebut pandangan theolog yang satu ini, yaitu Rudolph 
Bultmann. Diakui atau tidak, disadari atau tidak, Bultmann telah banyak 
mempengaruhi theolog-theolog sejagad, termasuk theolog Indonesia. Bultmann juga 
menolak Yesus yang disaksikan Alkitab. Bagi Bultmann, Yesus yang disaksikan 
Alkitab adalah Kristus yang diimani para Rasul, bukan Yesus yang sesungguhnya. 
Karena itu, perlu diragukan. Bultmann menegaskan: “It is impossible to 
recapture Jesus as He moved in Galilee and Jerusalem and to know precisely what 
took place in the years AD 30-33.”
   
  Dengan mengatakan demikian, itu tidak berarti bahwa Bultmann secara mutlak 
menolak pengakuan tentang Yesus. Dia tetap mengakui Yesus, tetapi bukan Yesus 
dalam Alkitab yang menurutnya telah dipoles oleh para Rasul. Bultmann 
menegaskan: “The mere thatness is sufficient.” Barangkali pandangan yang paling 
negatif dari semuanya adalah pandangan G. A. Wells, di mana bagi Wells, Yesus 
tidak pernah ada. “Did Jesus ever exist?”, demikian dia memberi judul kepada 
bukunya. Menurut Wells, “Jesus was a mythical figure arising out of Paul's 
mystical experience, for whom an earthly 'history' had later to be invented.”
   
  Apa gunanya kita mengutip pandangan-pandangan tersebut di atas? Tentu saja 
bukan untuk diikuti, karena secara jelas pandangan tersebut tidak berdasarkan 
kepada kesetiaan kepada pandangan kitab Suci, Alkitab. Kiranya pandangan 
seperti itu juga jangan dibiarkan untuk menggoncangkan iman kita. Alasan kita 
yang pertama adalah karena kita ingin secara jujur dan terbuka menunjukkan 
kenyataan adanya pandangan seperti itu. Untuk apa? Supaya kita tidak 
bertheologi seperti orang yang sedang memakai kaca mata kuda. Maksud saya, ada 
orang memahami theologi tertentu, karena memang hanya pandangan seperti itulah 
yang diketahuinya. Hanya itu pilihan yang ada di depannya. Dengan perkataan 
lain, orang tersebut digiring dan dipaksa hanya melihat ke satu arah dan tidak 
diberi kesempatan untuk melihat adanya kemungkinan arah lain. Dengan demikian, 
pandangan seperti itu belum tahan uji. Selanjutnya, penting sekali kita 
mengamati kenyataan ini: bila pengajaran Alkitab tidak lagi berotoritas,
 maka semua orang dapat membangun teorinya sendiri. Jika demikian halnya, apa 
lagi dasar menilai pandangan tersebut? Rasio? Subjektivitas pribadi?
   
  Apakah semua ahli memiliki pandangan demikian? Jika demikian halnya, maka 
sebaiknya tidak perlu belajar theologi sampai tingkat sedemikian. Belajar 
theologi, cukuplah seadanya, tidak perlu tinggi-tinggi; karena buat apa belajar 
theologi kalau akhirnya merusak iman sendiri serta umat Allah lainnya? Bukankah 
Tuhan Yesus pernah menegaskan agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang 
lain? Memang ada yang beranggapan demikian. Karena itu, mereka akan menolak dan 
‘alergi’ terhadap orang-orang yang belajar sampai ke tingkat tertentu, yang 
menurut mereka sudah terlalu ilmiah dan tidak memiliki iman lagi.
   
  Tapi dalam kenyataannya, tidaklah demikian. Sesungguhnya, saya ingin 
menegaskan bahwa meski cukup banyak pandangan yang sedemikian radikal yg 
meragukan serta menolak pengajaran Alkitab, kita bersyukur karena banyak ahli 
theologi lainnya yang percaya dan menerima kesaksian Alkitab. Kita dapat 
menyebut sederetan nama besar yang sangat ahli dan sedemikian berpengaruh namun 
tetap setia kepada pengajaran Alkitab. Sebagai contoh: J. B. Lightfoot, H. P. 
Liddon, A. E. J. Rawlinson, Vincent Taylor, Oscar Cullmann, C.K. Barrett, 
Rudolph Schnackenburg, Raymond Brown, Graham Stanton, Peter Stuhlmacher, I. H. 
Marshall, F. F. Bruce, N. T. Wright, Ralph Martin, R. T. France, G. E. Ladd, D. 
A. Carson, John Stott, Luke Timothy Johnson, Donald Bloesch, Millard J. 
Erickson, dan banyak lainnya lagi. Orang-orang tersebut di atas menerima 
pengajaran Alkitab bahwa Yesus adalah pribadi yang sangat mulia, di mana 
kemuliaan-Nya sama dengan kemuliaan yang dimiliki oleh Allah Bapa di dalam
 Perjanjian Lama. Karena itu, mereka dengan segenap hati menyembah pribadi 
Yesus serta mengajarkan hal yang sama melalui buku atau berbagai artikel yang 
mereka tulis.
   
  Saya sengaja menyebut cukup banyak nama yang sangat ahli dan telah dikenal di 
seluruh dunia. Hal itu saya lakukan untuk menyangkali pandangan yang mengatakan 
bahwa seolah-olah hanya orang-orang bodoh dan kaum fundamentalis lah yang 
mempercayai Alkitab, apa adanya. Dalam kenyataannya, tidaklah demikian. Sikap 
meragukan serta menolak atau percaya dan menerima Alkitab ternyata adalah 
masalah sikap hati dan iman, BUKAN MASALAH BODOH ATAU PINTAR. Artinya, jika 
hati dan pikirannya sudah ditetapkan untuk menganut satu pemahaman tertentu, 
apa pun kata Alkitab serta para ahli lainnya, hal itu tidak terlalu berarti 
baginya. Sebaliknya, jika dengan iman, orang belajar dan membuka diri kepada 
pernyataan-pernyataan Alkitab, maka orang tersebut –tidak bisa tidak– akan 
dibawa kepada pengenalan dan penyembahan kepada Yesus.
   
  Saya bersyukur, dalam rangka melengkapi bahan disertasi, pada waktu yang 
lalu, saya mendapat kesempatan mengadakan penelitian selama 6 (enam bulan) di 
Tyndale House, Cambridge, Inggis. Dalam masa itu saya menikmati persekutuan 
yang sangat indah dengan para scholar yang datang dari berbagai penjuru dunia. 
Sungguh, saya tidak melewatkan kesempatan yang sangat berharga itu. Dalam 
setiap kesempatan yang ada, saya berusaha keras untuk berdiskusi secara pribadi 
dengan mereka, termasuk dengan beberapa orang yang namanya telah saya sebutkan 
di atas. Selain mengalami persekutuan informal setiap harinya, yaitu ketika 
acara tea/coffee time di pagi dan sore hari, para ahli tersebut juga mengadakan 
ibadah persekutuan sekali seminggu. Dalam salah satu ibadah yang dipimpin oleh 
David I. Brewer (salah seorang tim peneliti tetap di Tyndale House), dia 
memulainya dengan sebuah kalimat yang sangat berkesan bagi saya: “It is good to 
be a scholar but it is better to be a believer.” 
   
  Kiranya kita semua juga secara bersama-sama mencintai kebenaran sebagaimana 
diajarkan oleh Alkitab; karena itu, kita semakin ahli. Tetapi lebih dari situ, 
kiranya semua itu membawa kita semakin beriman kepada-Nya dan memiliki ambisi 
suci untuk terus menerus memuliakan nama-Nya. Hidup di dalam Dia dan hidup 
hanya bagi Dia. 
  
Soli Deo Gloria.
   
   
  Sumber: Tabloid Reformata Juli 2005.
   
   
   
  Disarikan dari: www.mangapulsagala.com
   
   
   
  Profil Pdt. Dr. V. Mangapul Sagala:
  Pdt. Ir. Victor Mangapul Sagala, D.Th. adalah pendeta yang melayani di 
Persekutuan Antar Universitas (PERKANTAS) dan dosen Perjanjian Baru di Sekolah 
Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII) Jakarta dan STT lain. Beliau 
lahir di Bonandolok, Samosir, 19 Mei 1956. Beliau menyelesaikan studi Master of 
Divinity (M.Div.), Master of Theology (M.Th.), dan Doctor of Theology (D.Th.) 
di Trinity Theological College, Singapore. Beliau menjalani studi riset selama 
6 (enam bulan) di Cambridge, Inggris. Beliau menikah dengan Dra. Junicke br. 
Siahaan dan dikaruniai lima orang anak: Billy (1988), Abdiel (1991), si kembar 
Stefan & Filip (1993), Ekharisti (1995).
   
  Pengalaman Internasional:
  -                Asian Evangelists Coference. Singapura, 7-12 Juli 1985
  -                International Conference for Itenerant Evangelists (ICIE), 
Amsterdam 12-21 Juli 1986
  -                IFES Conference, Amsterdam 4-11 Juli 03
  -                SBL: Seminar of Biblical Literature, International Meeting: 
Cambridge, Inggris: 21-25 Juli 2003.
   
  Karya Tulis yang telah diterbitkan:
  1.           Pemimpin Pujian yang Kreatif
  2.           Superioritas dan Keistimewaan Alkitab
  3.           Petunjuk Praktis Menggali Alkitab
  4.           Kristus Pasti Datang Kembali
  5.           Roh Kudus dan Karunia Roh
  6.           Bagaimana Kristen Berpacaran
  7.           Pekabaran Injil Secara Pribadi 


"Faith does not depend on miracles, or any extraordinary sign, but is the 
peculiar gift of the spirit, and is produced by means of the word … There is to 
which the flesh is more inclined than to listen to vain revelation." 
(Dr. John Calvin)




       
---------------------------------
  Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru  
 Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. 
br>Cepat sebelum diambil orang lain!

Kirim email ke