Ass Wr Wb
Dari milis tetangga, monggo ditelaah bersama...

wassalam,
dodi
--- In [EMAIL PROTECTED], "Zalnefis - Survey"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:


harus ikut salah satu madzhab kah???

Pertanyaan:

Assalamu"alaikum... 
Ustadz, apakah kita harus mengikuti salah satu maadzhab daari keempat
imam??Yg pernah ane dengar ketika kita diaakhirat nanti kita ditaanya
pengikut madzhaab yang manakah kita, apakah itu benar?? kalo' ane
pikir itu
hal yang salah, mohon penjelasan...syukron jazaakallah ya ustadz...
Wasalamu'alaikum...

al_akh

Jawaban:
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh 
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba?d. 

Kalau kita menyebut istilah mazhab, maka konteksnya secara umum adalah
mazhab fiqih yang 4 atau 5 paling termashyur itu. Sebenarnya jumlahnya
lebih
banyak lagi. Yang dikenal di Indonesia adalah mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi`i
dan Hambali
 
Hakikat Bermazhab 

Banyak orang terkecoh dengan anggapan seolah-olah kalau kita bermazhab itu
berarti tidak berislam sesusai dengan ajaran asli dari Rasulullah SAW dan
para shahabat. Ini adalah pandangan yang kurang tepat. 

Yang benar adalah bahwa mazhab itu sebenarnya justru merupakan upaya yang
sungguh-sungguh untuk kembali kepada orisinalitas ajaran Islam yang paling
murni sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat.
Sebab mazhab itu sebenarnya adalah sebuah metode untuk mengistimbath
sebuah
hukum dari sumber aslinya yaitu Al-Quran Al-Kariem dan As-Sunah
An-Nabawiyah. Kalau hasilnya berbeda antara satu mazhab dengan lainnya,
tentu bukan hal yang perlu dibikin heran. Sebab jangankan para fuqaha
mazhab, sedangkan para shahabat yang hidup hampir 24 jam bersama
Rasulullah
SAW pun seringkali berbeda pendapat dalam memahami beberapa detail hukum
tertentu. 

Misalnya dalam kasus Shalat Ashar di perkampungan Bani Quraishah. Saat itu
pesan Rasulullah SAW kepada pasukan yang sedang menuju ke perkampungan
yahudi itu adalah mereka harus shalat Ashar disana. Namun kenyataannya,
pasukan itu sangat terlambat sementara matahari hampir terbenam. Bila
melakukan shalat Asgar di Bani Quraidhah, pastilah lewat malam baru tiba.
Tapi bila melakukan pada waktunya, tidak mungkin juga karena jaraknya
masih
jauh. Karena itu pasukan itu terbelah menjadi dua pendapat. Sebagian
shalat
Ashar pada waktunya dan sebagian lagi berpegang pada pesan Rasulullah SAW
untuk tidak shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidhah. 

Ketika Rasulullah SAW mengetahui hal ini, tidak ada satu pun dari kedua
pendapat itu yang beliau salahkan. Karena keduanya telah berijtihad dengan
dasar yang sama-sama kuat. Dengan demikian, perbedaan hasil ijtihad itu
bukanlah suatu masalah, tetapi justru ada banyak hikmah yang bisa diambil.
Diantaranya makin kayanya kazanah fiqih Islam. 

Kalau para shahabat Rasulullah SAW bisa berbeda pandangan dalam
mengistimbath hukum dan hal itu tidak menjadi masalah, maka apalagi buat
generasi sesudahnya. Tentu bukan hal yang harus disesali perbedaan itu.
Bahkan saat seorang faqih berijtihad, maka dia akan mendapatkan 2 pahala
sekaligus bila hasilnya benar. Apalagi ada banyak sekali perkembangan
zaman
yang dahulu memang tidak ada keterangannya di masa Rasulullah SAW. Maka
pintu ijtihad pun harus dibukan lebar tapi hanya boleh dimasuki oleh
mereka
yang punya kompetensi dan otoritas yang diakui. Mereka itu adalah para
fuqaha dari masing-masing mazhab. Dan di belakang mereka ada deretan para
muttabi` dan juga para muqallid. 

Hukum Berpegang Pada Satu Mazhab 

Sebenarnya para ulama memandang bahwa bertaqlid kepada imam tertentu dan
bermazhab pada satu mazhab saja  bukan merupakan kewajiban. Meskipun
hukumnya tetap boleh untuk bertaqlid kepada imam yang dia meresa tsiqah /
percaya atas ilmu dan pandangannya. 

Menurut mereka seseorang dibenarkan untuk bermazhab dengan mazhab tertentu
seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyyah,
Al-Hanabilah dan
mazhab fiqih lainnya. Tetapi tidak berarti dia harus terpaku pada pendapat
dalam mazhab itu saja. Sebab memang tidak ada perintah dari Allah maupun
Rasul-Nya yang mewajibkan untuk bertaqlid kepada satu imam saja. Yang ada
justru perintah untuk bertanya kepada ahli ilmu secara umum, yaitu mereka
yang memang memiliki kemampuan pemahaman syariat Islam, tetapi tidak harus
terpaku pada satu orang atau mazhab saja. 

Allah SWT berfirman : 



Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (QS. An-Nahl : 43) 



Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu , melainkan beberapa
orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah
olehmu
kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS.
Al-Anbiya`
: 7) 


Para shahabat Rasulullah SAW dahulu dan juga para tabi`in pun tidak tepaku
pada satu pendapat saja dari ulama mereka. Mereka akan bertanya kepada
siapa
saja yang memang layak untuk memberi fatwa dan memiliki ilmu tentang hal
tersebut. 

Selain itu terpaku pada satu mazhab saja justru merupakan kelemahan dan
kesempitan, padahal fenoma banyak mazhab itu sendiri adalah kenikmatan,
keutamaan dan rahmat dari Allah SWT. 

Bagaimaana Dengan Gonta Ganti Mazhab ? 

Lalu ada sekelompok orang yang berpindah-pindah mazhab, baik karena
mencari
yang paling mudah dari semua fatwa atau memang karena dia tidak tahu
mazhab
siapakah ini. 

Para ulama memberikan pandangan dalam fenomena ini dalam beberapa point : 

a. Ashabus Syafi`I, Asy-syairazi, Al-Khathib Al-Baghdadi, Ibnu Shibagh,
Al-Baqillany dan Al-Amidy mengatakan bahwa seseorang berhak untuk memilih
mana saja dari pendapat para ulama mazhab, termasuk mencari yang
mudah-mudahnya saja. Dasarnya adalah ijma` para shahabat yang tidak
mengingkari seseorang mengambil pendapat yang marjuh sementara ada
pendapat
yang lebih rajih. Dan sebaliknya, justru Rasulullah SAW selalu memilih
yang
termudah dari pilihan yang ada. 


Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW sangat menyukai apa-apa yang termudah
buat umatnya. (HR. Bukhari) 



Bahwa Rasulullah SAW tidak pernah didudukkan pada dua pilihan kecuali
beliau
selalu memilih pilihan yang paling mudah, selama tidak berdosa. (H.R.
Al-Bukhari , Malik dan At-Tirmizy). 



Rasulullah SAW bersabda,"Aku diutus dengan agama yang hanif dan toleran".
(HR. Ahmad) 


b. Ahluz Zahir mengatakan bahwa seseorang wajib mengambil pendapat yang
paling berat dan paling sulit. 

c. Kalangan Al-Malikiyah dan Al-Ghazali serta Al-Hanabilah mengatakan
bahwa
tidak boleh seseorang berpindah-pindah mazhab hanya sekedar mengikuti hawa
nafsu dan mencari yang paling ringan saja. Karena syariat melarang
seseorang
mengikuti hawa nafsunya saja. Allah SWT berfirman : 


Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul ,
dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul , jika kamu benar-benar
beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan
lebih baik
akibatnya. (QS. An-Nisa : 59). 


Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab, 
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

--- End forwarded message ---


Kirim email ke