Dibawah adalah cerita yg cukup lama, tapi sepertinya masih tetap akan
terus berlanjut sampai hari kiamat.....SELAMAT MEMBACA.

Salam 
Agung AL-Pacitan 
www.alpacitan.com
www.alpacitan.multiply.com

------------------------------------------------------------------------
----------------
Ghazwul Fikri


Seorang wanita berjilbab rapi tampak sedang bersemangat mengajarkan 
sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya.

Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Sang 
guru berkata, "Saya punya permainan... Caranya begini, di tangan 
kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat 
kapur ini, maka berserulah "Kapur!", jika saya angkat penghapus ini, 
maka berserulah "Penghapus!" Murid muridnya pun mengerti dan 
mengikuti. Sang guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan 
kiri tangannya, semakin lama semakin cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, "Baik sekarang 
perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah "Penghapus!", 
jika saya angkat penghapus, maka katakanlah "Kapur!". Dan 
dijalankanlah adegan seperti tadi, tentu saja murid-murid kerepotan 
dan kelabakan, dan sangat sulit untuk merubahnya.

Namun lambat laun, mereka bisa beradaptasi dan tidak lagi sulit.

Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada 
murid-muridnya.

"Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, 
yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun 
kemudian,musuh-musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai 
cara, untuk membalik sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan 
sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sulit bagi kita menerima hal tersebut, 
tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh 
mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan 
kalian mulai mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti 
membalik nilai."

"Pacaran tidak lagi sesuatu yang tabu, selingkuh dan zina tidak lagi 
jadi persoalan, pakaian mini menjadi hal yang lumrah, sex before 
married menjadi suatu hiburan, materialistis dan permisive kini 
menjadi suatu gaya hidup pilihan, tawuran menjadi trend pemuda... 
dan lain lain."

"Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi 
sedikit menerimanya. Paham?" tanya Ibu Guru kepada murid-muridnya.

"Paham buu..."

"Baik permainan kedua..." begitu Bu Guru melanjutkan. "Bu Guru punya 
Qur'an, Ibu letakkan di tengah karpet. Nah, sekarang kalian berdiri 
di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil 
Qur'an yang ada di tengah tanpa menginjak karpet?" Nah, nah, nah. 
Murid-Muridnya berpikir keras. Ada yang punya alternatif dengan 
tongkat, dan lain-lain.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, ia gulung karpetnya, dan 
ia ambil Qur'annya. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet.

"Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya... Musuh-musuh 
Islam tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan... 
Karena tentu kalian akan menolaknya mentah mentah. Premanpun tak 
akan rela kalau Islam dihina di hadapan mereka. Tapi mereka akan 
menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak 
sadar."

"Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka dibangunnyalah 
pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah 
aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu 
susah kalau membongkar pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan 
dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, lemari 
disingkirkan dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan..."

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan 
menghantam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mencopot 
kalian. Mulai dari perangai kalian, cara hidup kalian, model pakaian 
kalian, dan lain-lain, sehingga meskipun kalian muslim, tapi kalian 
telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka... 
Dan itulah yang mereka inginkan."

"Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan 
inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kalian... Paham anak-anak?"

"Paham buu!"

"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Islam, 
Bu?" tanya mereka.

"Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, semisal 
Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak 
lagi."

"Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan 
sadar, akhirnya ambruk. Tapi kalau diserang serentak terang-
terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadar."

Kalau saja ummat Islam di Ambon tidak diserang, mungkin umat Islam 
akan lengah terhadap sesuatu yang sebenarnya selalu mengincar mereka.

"Paham anak-anak?" "Paham Buu.."

"Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari 
kita berdoa dahulu sebelum pulang..."

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan 
tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya. 




Kirim email ke