Hukuman ALLAH untuk amerika

 Krisis makroekonomi yang terjadi di Amerika Serikat masih akan
berlanjut ke sesuatu yang lebih dalam dan serius. Pasalnya, paket
penyelamatan (bailout) yang digelontorkan sebesar 700 miliar dollar AS
itu tidak cukup efektif meredam gejolak dampak krisis yang menyebabkan
jatuhnya harga properti di negara tersebut. Demikian pernyataan Ekonom
INDEF Ikhsan Mojo, dalam diskusi Antisipasi Krisis Keuangan Global di
Restoran Bebek Bali, Jakarta, Rabu (8/10).

Isi paket bailout tersebut hanya memuat tiga hal, yakni pertama,
diperbolehkannya Pemerintah AS mengucurkan dana hingga 700 miliar dollar
AS untuk membeli utang kredit perumahan yang bermasalah secara bertahap.
Kedua, dibukanya kemungkinan bagi lembaga penjamin simpanan (Federal
Deposit Insurance Corporation/FDIC) untuk menaikkan limit penjaminan
dari 100.000 dollar AS menjadi 250.000 dollar AS per orang. Ketiga, FDIC
diperbolehkan meminjam dana talangan sebesar apa pun kepada Departemen
Perbendaharaan jika dibutuhkan.

Dari ketiga klausul tersebut, dikatakan Ikhsan, tak memuat pasal yang
membolehkan intervensi secara langsung pemerintah untuk menopang harga
rumah yang justru menjadi kunci persoalan.

"Maka bisa diprediksi krisis di AS akan terus berlanjut dan akan lebih
banyak lembaga keuangan yang berguguran," ujarnya.

Pemerintah Salah atasi Krisis

Pengamat Ekonomi INDEF, Fadhil Hasan beranggapan kebijakan pemerintah
untuk mengantisipasi penularan krisis global pada perekonomian domestik
dengan cara menempuh mekanisme transmisi perdagangan dengan segala
penurunanannya kurang tepat.

INDEF menilai kajian teori tradisional tersebut memang tidak salah.
Namun, dalam kajian kontemporer, transmisi ini kurang berpengaruh.
Sebenarnya salah satu masalah yang menyebabkan terjadinya krisis
keuangan global saat ini adalah kompetisi yang menyebabkan terjadinya
fleksibel term of trade antar negara.

Menurutnya, untuk konteks Indonesia sendiri pengalaman yang ada
menunjukkan, transmisi dan efek penularan dari satu krisis tidak terjadi
melalui perdagangan. Pengalaman dari krisis moneter 1997-1998
menunjukkan, laju ekspor Indonesia tetap menunjukkan tingkat pertumbuhan
yang positif.

Untuk menangani krisis keuangan di Indonesia, Ia menyarankan agar
pemerintah menjaga stabilitas moneter dengan cara menjaga indepedensi
dalam mengambil kebijakan dan mencegah sejauh mungkin intervensi luar,
dan mempertahankan suku bunga.

"Waspadai juga politik dumping dari negara-negara yang ingin merelokasi
ekspornya ke Indonesia, tentunya dengan terus menyesuaikan tarif bea
masuk," katanya.

Ia juga menegaskan pentingnya peran Pemerintah daerah untuk menyiapkan
insentif bagi pengusaha lokal agar menggarap pasar domestik sebagai
bentuk import competition. "Pemerintah daerah perlu melebarkan arena
agar investasi bari lebih leluasa masuk. Penghapusan retribusi dan
pungutan-pungutan juga harus ditanggalkan, berikut perda-perda yang
menghambat masuknya investasi," ujar Fadhil.

Selain itu, Pemerintah pusat juga perlu menerapkan reward bagi daerah
yang mampu mengembangkan pasar domestik dan punishment bagi daerah yang
gagal menerapkannya. Juga perlu pemberian prioritas yang sama bagi
pengusaha domestik dan asing dalam hal berinvestasi.

(novel)

<<dollar.jpg>>

Kirim email ke