Syari'at Islam yang bermuatan: aqidah (pokok keimanan), jalannya hukum dan akhlaq, meliputi cakrawala yang luas, yaitu petunjuk untuk mengatur baik kehidupan nafsi-nafsi (individu), maupun kehidupan kolektif dengan substansi yang bervariasi seperti keimanan, ibadah ritual (spiritualisme), karakter perorangan, akhlaq individu dan kolektif, kebiasaan manusiawi, ibadah non-ritual seperti: hubungan keluarga, kehidupan sosial politik ekonomi, administrasi, teknologi serta pengelolaan lingkungan, hak dan kewajiban warga-negara, dan terakhir yang tak kurang pentingnya yaitu sistem hukum yang teridiri atas komponen-komponen: substansi aturan-aturan perdata-pidana, damai-perang, nasional-internasional, pranata subsistem peradilan dan apresiasi hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang berakhlaq.
Semua substansi yang disebutkan itu bahasannya ada dalam Serial Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu. one liner 29/4-2008 insya-Allah akan diposting hingga no.800 no.terakhir 825 ******************************************************************** BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU [Kolom Tetap Harian Fajar] 029. Kepuasan Intelektual, Apresiasi Rasa, dan UlulAlbab Marilah kita buka tulisan ini dengan menyajikan sekelumit kalkulasi di dalam bidang ilmu hidrodinamika, khususnya dalam hal masalah bagaimana prosesnya angin membentuk ombak pada permukaan laut melawan viskositas. Singkatnya terjadinya ombak oleh tiupan angin. Kalkulasi itu antara lain seperti berikut. Gaya-gaya eksternal p'yy dan p'xy yang bekerja pada permukaan air dinyatakan oleh persamaan: p'yy/gre = ([EMAIL PROTECTED]@^2)A-i(s^2+2nkma)C g^k(A-iC) dan seterusnya, dan seterusnya, kalkulasi tentang terjadinya ombak oleh tiupan angin itu mengambil tempat 2 halaman. Kalkulasi itu akhirnya menghasilkan kesimpulan-kesimpulan berikut: Pada kecepatan bertiup 1,5 km per jam, angin itu menyebabkan permukaan laut diliputi oleh kerut-kerut air yang kecil-kecil, katakanlah ombak sehalus rambut. Saya masih ingat waktu kecil ketika bermain-main sampan layar, saya yang sedang memegang kemudi di bagian belakang sampan berteriak jagako kepada teman yang bertugas mengimbangi kemiringan sampan, yang berdiri dipinggir sampan pada sisi yang berlawanan dengan layar. Biasanya sampan mempunyai cadik/kengkeng, semacam tangkai yang menganjur keluar kiri kanan sampan untuk keseimbangan sampan. Tetapi waktu saya masih anak-anak dalam soal sampan layar mempunyai nilai tersendiri: Anak-anak/remaja yang melayarkan sampan layar yang memakai cadik dicap penakut. Teriakan jagai itu saya ucapkan untuk memperingatkan teman tadi agar siap siaga akan datangnya angin, karena melihat kerutan kecil air laut yang melaju ke arah sampan layar kami itu. Setelah belajar ilmu hidrodinamika itu barulah saya ketahui, angin sebagai penyebab kerut-kerutan kecil pada muka laut itu kecepatannya sekitar 1,5 km per jam. Kembali kepada kesimpulan perhitungan di atas, apabila kecepatan angin di bawah 750 m per jam tidak membawa kesan pada permukaan laut. Tiupan angin itu tetap ditampung oleh layar sampan, dan sampan tetap melaju, namun permukaan laut tidak dipengaruhinya. Pada kecepatan 3 km per jam ke atas akan terjadilah apa yang disebut dengan gravity waves dan inilah yang dalam istilah sehari-hari disebut dengan gelombang. Pada pihak yang lain saya masih teringat bait permulaan dari sebuah nyanyian jenis seriosa, kalau tidak salah judul nyanyian itu Nyiur. Bait permulaan itu berbicara juga tentang terjadinya ombak oleh tiupan angin. Apa yang masih tersimpan dalam ingatan saya, mudah-mudahan tidak salah, sebagai berikut: Tofan dahsyat membadai tepi. Ombak membuih tinggi. Siang malam tiada henti. Daya menggempar sunyi. Kata-kata dalam bait itu mengandung pesona. Apalagi jika dinyatakan dalam getaran tali suara berupa nada dan irama. Diri kita seakan-akan berada di tengah-tengah amukan ombak. Merasakan kedahsyatan topan yang menggempur kesunyian. Lebih dahsayat rasanya ketimbang berlayar dengan sampan layar waktu masih anak-anak ditiup angin. Permulaan bait dalam nyanyian Nyiur di atas itu dapat membawa kita ke tengah-tengah suasana kedahsyatan alam oleh topan. Ini berbeda dengan kesan intelektual dalam menghitung dengan persamaan-persamaan dan rumus-rumus dalam hidrodinamika itu. Suatu keadaan alam terjadinya ombak oleh angin memberikan kepuasan hasrat intelek kita dengan hidrodinamika, yang juga memberikan apresiasi oleh rasa kita dengan bait permulaan dari nyanyian Nyiur tersebut. Namun kepuasan intelektual kita dan apresiasi oleh rasa kita, yang berupa output berpikir itu, belumlah cukup. Itu baru merupakan sasaran antara. Untuk mencapai sasaran selanjutnya yang lebih jauh yaitu kepribadian yang bersikap UlulAlab, maka unsur pikir itu harus didahului oleh dzikir. Dan dengan sikap UlulAlbab ini insyaAllah dapat mengantar kita kepada sasaran maksimal, yaitu derajat Taqwa. Dan bagaimanakh sikap yang disebut UlulAlbab itu? Bacalah S. Ali 'Imran ayat 190 seperti berikut: -- Alladziena yazkuruna Llaha qiyaman wa qu'udan wa 'ala junubihim wa yatafakkaruna fie khalqi ssamawati walardhi, rabbana ma khalaqta hadza bathilan subhanaka faqina 'adzaba nnar, artinya: -- Yaitu mereka yang dzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, atau duduk, atau berbaring, dan berpikir tentang kejadian (benda-benda) langit dan bumi, kemudian berucap: Ya Maha Pengatur kami, tidaklah Engkau ciptakan semuanya ini dengan percuma, maka peliharalah kami dari azab neraka. WaLlahu a'lamu bishshawab. *** Makassar, 17 Mei 1992 [H.Muh.Nur Abdurrahman] http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/029-kepuasan-intelektual-apresiasi-rasa.html