Wa'alaikumussalam warohmatulloh wabarokatuh,

Alhamdulillah saudara Nizami sudah membantu menjelaskan tentang Tassawuf dan 
atau sufi dan tidak aneh dan heran jika menilai sesuatu dengan landasan dalil 
Al Qur'an dan Sunnah. Itu sudah menjadi kewajiban setiap muslim.

Saudara Nizami mengaku Muslim dan saudara Kartika juga mengaku Muslim khan?
Selayaknya segala apa yang muslim lakukan haruslah bersandar pada landasan 
hokum Islam yakni Al Qur'an dan As Sunnah bukan yang lainnya.

Saudara Nizami mengingatkan kita semua apa yang beliau pelajari dari Al Qur'an 
dan As Sunnah tidaklah menunjukkan perlunya kita mengikuti ajaran-ajaran sufi 
yang baru diadakan setelah syariat Islam itu completed.

Saudara kartika membantahnya hanya dengan pendapat dan logika belaka bagaimana 
bisa perkataan Allah dan Rosul-Nya dikalahkan hasil pendapat manusia?

Saudara Nizami Muslim dan anda Muslim maka jika berbeda pendapat kembalikan 
kepada Allah dan Rosul-Nya itulah orang beriman disitu tidak disebutkan 
dikembalikan kepada akal logika kita yang satu sama lain berbeda-beda tingkat 
pemahamannya.

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil 
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, 
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu 
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih 
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisaa':59)

Metode memahami agama melalui konsep sufi malah semakin jauh dari prinsip Islam 
sebagaimana yang telah dipaparkan syaikh Muhammad Jamil Zainu mantan pengikut 
Sufi atau Tasawwuf.

Coba saja perhatikan sirah nabawiyyah adakah yang serupa cara menjalankan 
syariatnya dengan para sufi seperti manunggaling kawula gusti? Coba ditunjukkan 
riwayat dalam riwayat shahih mana terdapat para shahabat atau penerusnya yang 
shalih (salafush shalih) melakukan ritual-ritual yang dilakukan para pengikut 
sufi.

Masalah dzikirpun ada kesamaan walaupun tidak semua. Dzikir dan doa yang 
dilakukan haruslah sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan Rosul-Nya selain 
itu tertolaklah karena bisa jadi dibuat-buat sendiri.

Tahu sendiri khan dalilnya dari Hadits larangan membuat-buat sendiri amalan 
tanpa ada dasar syar'ie?

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أحْدَثَ فيِ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ 
رَدٌّ. 
وفي رواية لمسلم: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Dari 'Aisyah radliyallâhu 'anha dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa 
Sallam bersabda, "Barangsiapa yang mengada-ada (memperbuat sesuatu yang baru) 
di dalam urusan kami ini (agama) sesuatu yang bukan bersumber padanya (tidak 
disyari'atkan), maka ia tertolak." (HR.al-Bukhari) 

Di dalam riwayat Imam Muslim dinyatakan, "Barangsiapa yang melakukan suatu 
amalan yang bukan termasuk urusan kami (agama), maka ia tertolak." 

Lalu ilmu-ilmu kesaktian yang salah satunya anda contohkan bisa menetralkan 
arus listrikpun tidak dicontohkan oleh nabi sholallahu 'alaihi wasalam.
Kalopun dicontohkan maka Nabi tidak akan berdarah-darah ketika beliau berjihad 
sehingga riwayatnya akan berubah. Nabi akan kebal ditimpukin batu di bukit 
Thaif saat mendakwahkan Islam. Kalo memang ilmu itu dicontohkan Rosul.

Sufi juga menihilkan Jihad fie sabilillah bil ma'na qital. Jihad dalam artian 
perang. Padahal sepanjang sejarah para salafush shalih itu banyak yang menjadi 
ahluts tsughur. Sudah 'aliim termasuk ahluts tsughur pula. Ulama yang berjihad 
membela agama Allah pula tidak berdiam saja di masjid tholabul 'ilmi, beribadah 
sesuai Qur'an dan Sunnah. Sudah puluhan peperangan yang diikuti Rosul dan 
shahabat dan salafush shalih dalam menegakkan dan menjaga Hukum Allah tetap 
tegak berdiri sampai ada kesesatan-kesesatan yang melemahkan kekuatan kaum 
muslimin sendiri.

Pernah saya baca di koran bahwa para sufi kalo menanggapi jihad di Irak malah 
mengirimkan jin muslim untuk membantu muslim irak dari gempuran teroris Amerika 
dan sekutunya. Yang disuruh maju Jin Muslim. Dalam riwayat yang ada manusianya 
dulu yang maju berjihad maka pasukan ghaib tanpa disuruh juga ikut mendukung.

Bisa antum teliti lagi persaksian Syaikh Muhammad Jamil Zainu yang pernah 
menggeluti ajaran Sufi di negerinya. Kitab terjemahannya yang cukup murah mudah 
di dapat dipasaran. 

FYI, Sayapun pernah menjadi pengikut sufi.

Mohon periksalah lagi lebih teliti lagi mana yang boleh dilakukan Allah dan 
Rosul-Nya agar kedepannya kita tidak menyesal.

Wallahu'alam bishshowwab
Abu Fahmi

-----Original Message-----
From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of 
Kartika, Bambang
Sent: Friday, December 23, 2005 10:31 AM
To: media-dakwah@yahoogroups.com
Subject: FW: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf

Assalamu'alaikum wr.wb.,

Saudara-saudaraku,saya heran mengapa kok masih ada orang yang membenci bahkan 
ada yang mengecam tentang tassawuf dengan berdalil Qur'an dan Hadis, padahal Al 
Qur'an dan Hadis adalah sumber utama segala ilmu, sebagai seorang Muslim 
mengapa hanya mengupas bagian luar Al Qur'an dan Hadis saja? tanpa mencoba 
menggali lebih dalam. Saudaraku kalau saya melihat suatu benda seperti buah 
apel maka saya tidak akan langsung mengatakan itu buah apel karena bisa saja 
itu apel-apelan yang dari plastik. Bagaimana cara memakan buah apel? ada yang 
lansung di gigit,ada yang dicuci terus digigit,ada yang dikupas dahulu,dst, 
barulah kita memasukanya ke mulut kemudian kita merasakan buah apel, disinilah 
contoh kehati-hatian orang tassawuf, artinya kalau orang yang sudah menggali Al 
Qur'an dan Hadis jauh lebih dalam maka dia akan selalu menjaga mulut, lidah dan 
hatinya untuk meghujat orang, bahkan sekalipun ada orang yang menghujatnya dia 
selalu mengembalikanya kepada Allah, Apakah orang tassawuf!
  termasuk orang pintar ? "Ya" Bisakah semua orang belajar tassawuf? "Bisa" 
hanya mungkin tingkatanya berbeda, mengapa ? karena nafsu seseorang 
berbeda-beda, olehkarena itu hindari sombong, takabur, kepada 
siapapun,hati-hati dalam segala ucapan, perbuatan,apa lagi mengecam para Sufi 
dll agar lebih mudah terjadi kontak "Manunggaling kawula Gusti Gusti lan 
kawulane".
Ingat kejadian di Ambon tahun lalu ?.. Orang-orang Mumin yang datang kesana 
bukanlah hanya sekedar orang yang pandai Berkoar saja diantara mereka ada yang 
bisa menetralisir arus listrik yang dimasukan kedalam sungai oleh orang kafir 
yang airnya mengalir sehingga menewaskan banyak orang ketika mereka mau 
menyeberangi sungai tsb namun hanya dengan Do'a dan Allah pun mengabulkan 
sehingga saudara-saudara kita muslim yang lain bisa menyelamatkan diri dari 
pengejaran orang kafir. yang jelas dari pada mulut,hati,nalar kita gunakan 
untuk menghujat/mengadili orang lebih baik untuk mendekatkan diri kepada Allah 
dan mengadili diri sendiri dengan Intropeksi dan kemudian mohon ampunanNya.
 
Salam
BBK

-----Original Message-----
From: media-dakwah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of .:.cintasaja.:.
Sent: Thursday, December 22, 2005 2:32 PM
To: media-dakwah@yahoogroups.com
Subject: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf


Assalamu'alaikum wr.wb.,

Ikhwani yang dirahmati Allah,

Menurut saya, sebenarnya yang bisa menjawab apa itu tasawuf atau sufi ya
mereka yang 'menggeluti'-nya ...  sehingga informasi yang diterima lebih
akurat.  Tidak semua tarikat itu sesat, dan juga tidak semuanya itu lurus
..  CMIIW

Berkaitan dengan munajat kaum sufi terhadap syurga dan neraka, berikut ada
pendapat lain dari seorang sahabat ...  semoga menjadi bahan masukan dan
telaahan.  Kalau kurang berkenan, mohon maaf sebelumnya.

---

Dalam Al-Qur'an dan Hadits soal syurga dan neraka disebut berkali-kali dalam
berbagai ayat dan surat . Tentu saja, sebagai janji dan peringatan Allah
swt. Namun memahami ayat tersebut atau pun hadits Nabi saw, harus dilihat
dari berbagai sudut pandang, tidak sekadar formalisme ayat atau teks hadits
saja.
Contoh soal rasa takut. Dalam Al-Qur'an disebut beberapa kali bentuk takut
itu. Ada yang menggunakan kata Taqwa, ada yang menggunakan kata Khauf dan
ada pula Khasyyah, dan berbagai bentuk kata yang ditampilkan Allah Ta'ala
yang memiliki hubungan erat dengan bentuk takut itu sendiri, sesuai dengan
kapasitas hamba dengan Allah Ta'ala. Makna takut dengan penyebutan yang
berbeda-beda itu pasti memiliki dimensi yang berbeda pula, khususnya dalam
responsi psikhologi keimanan yang berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya, berkaitan dengan frekwensi dan derajat keimanan seseorang.

Begitu juga kata Jannah dan Naar, syurga dan neraka. Penekanan-penekanan
kata Naar dalam Al-Qur'an juga memiliki struktur hubungan yang berbeda. Naar
disebutkan untuk orang kafir, memiliki tekanan berbeda dengan orang munafik,
orang fasik, dan orang beriman yang ahli maksiat. Itu berarti berhubungan
dengan kata Naar, yang disandarkan pada macam-macam ruang neraka: Ada Neraka
Jahim, Neraka Jahanam, Neraka Sa'ir, Neraka Saqar, Neraka Abadi, dan
penyebutan kata Naar yang tidak disandarkan pada sifat dan karakter neraka
tertentu.

Jika Naar kita maknai secara gradual, justru menjadi zalim, karena faktanya
tidak demikian. Hal yang sama jika para Sufi memahami Naar dari segi
hakikatnya neraka, juga tidak bisa disalahkan. Apalagi jika seseorang
memahami neraka itu sebagai api yang berkobar.

Kalimat Naar tanpa disandari oleh Azab, juga berbeda dengan Neraka yang
ansickh belaka. Misalnya kalimat dalam ayat di surat Al-Baqarah, "Wattaqun
Naar al-llaty waquduhannaasu wal-Hijarah" dengan ayat yang sering kita baca,
"Waqinaa 'adzaban-Naar," memiliki dimensi berbeda. Ayat pertama, menunjukkan
betapa pada umumnya manusia, karena didahului dengan panggilan Ilahi "Wahai
manusia". Maka Allah langsung membuat ancaman serius dengan menyebutkan kata
Naar. Tetapi pada doa seorang beriman, "Lindungi kami dari siksa neraka,"
maknanya sangat berbeda. Karena yang terakhir ini berhubungan dengan
kualifikasi keimanan hamba kepada Allah, bahwa yang ditakuti adalah Azabnya
neraka, bukan apinya. Sebab api tanpa azab, jelas tidak panas, seperti api
yang membakar Ibrahim as.

Oleh sebab itu, jika seorang Sufi menegaskan keikhlasan ubudiyahnya hanya
kepada Allah, memang demikian perintah dan kehendak Allah. Bahwa seorang
mukmin menyembah Allah dengan harapan syurga dan ingin dijauhkan neraka,
dengan perspektifnya sendiri, tentu kualifikasi keikhlasannya di bawah yang
pertama. Dalam berbagai ayat mengenai Ikhlas, sebagai Ruh amal, disebutkan
agar kita hanya menyembah Lillahi Ta'ala. Tetapi kalau punya harapan lain
selain Allah termasuk di sana harapan syurga dan neraka, sebagai bentuk
kenikmatan fisik dan siksa fisik, itu juga diterima oleh Allah. Namun,
kualifikasinya adalah bentuk responsi mukmin pada syurga dan neraka paling
rendah.

Semua mengenal bagaimana Allah membangun contoh dan perumpamaan, baik untuk
menjelaskan dirinya, syurga maupun neraka. Kaum Sufi memilih perumpamaan
paling hakiki, karena perumpamaan neraka yang paling rendah sudah
dilampauinya. Sebagaimana kualitas moral seorang pekerja di perusahaan juga
berbeda-beda, walau pun teknis dan cara kerjanya sama.

Orang yang bekerja hanya mencari uang dan untung, tidak boleh mencaci dan
mengecam orang yang bekerja dengan motivasi mencintai pekerjaan dan
mencintai direktur perusahaan tersebut. Walau pun cara bekerjanya sama,
namun kualitas moral dan etos kerjanya yang berbeda. Bagi seorang direktur
yang bijaksana, pasti ia lebih mencintai pekerja yang didasari oleh motivasi
cinta yang luhur pada pekerjaan, perusahaan dan mencintai dirinya,
disbanding para pekerja yang hanya mencari untung be laka, sehingga mereka
bekerja tanpa ruh dan spirit yang luhur.

Karena itu syurga pun demikian. Persepsi syurga bagi kaum Sufi memiliki
kualifikasi ruhani dan spiritual yang berbeda dengan persepsi syurga kaum
awam biasa. Hal yang sama persepsi mengenai bidadari. Bagi kaum Sufi
bidadari yang digambarkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah, adalah Tajalli
(penampakan) sifat-sfat dan Asma Kemahaindahan Ilahi, yang tentu saja
berbeda dengan kaum awam yang dipersepsi sebagai kenikmatan bilogis
seksual-hewani.

Syurga bagi kaum Sufi adalah Ma'rifatullah dengan derajat kema'rifatan yang
berbeda-beda. Karena nikmat tertinggi di syurga adalah Ma'rifat Dzatullah.
Jadi kalimat Rabi'ah Adawiyah tentang ibadah tanpa keinginan syurga adalah
syurga fisik dengan kenikmatan fisik yang selama ini kita persepsikan. Dan
hal demikian memang bisa menjadi penghalang (hijab) antara hamba dengan
Allah dalam prosesi kema'rifatan.

Bahkan Allah pun membagi-bagi syurga dengan symbol berbeda-beda, ada
Jannatul Ma'wa, Jannatul Khuldi, Jannatun Na'im, Jannatul Firdaus, yang
tentu saja menunjukkan kualifikasi yang bersifat lahiriyah maupun
bathiniyah. Bagi orang beriman yang masih bergelimang dengan nafsunya, maka
perspesi tentang nikmat syurga, adalah pantulan nafsu hewaninya dan
syahwatnya, lalu persepsi kesenangan duniawi ingin dikorelasikan dengan rasa
nikmat syurgawi yang identik dengan syahwatiyah.

Rabi'ah Adawiyah dan para Sufi lainnya ingin membersihkan jiwa dan hatinya
dari segala bentuk dan motivasi selain Allah yang bisa menghambat perjalanan
menuju kepada Allah. Dengan bahasa seni yang indah dan tajam, mereka hanya
menginginkan Allah, bukan menginginkan makhluk Allah. Amaliyah di dunia
sebagi visa syurga hanyalah untuk menentukan kualifikasi kesyurgawiannya,
bukan sebagai kunci masuk syurganya. Karena hanya Fadhal dan RahmatNya saja
yang menyebabkan kita masuk syurga. "karena Fadhal dan Rahmat itulah kamu
sekalian bergembira..." Demikian dalam Al-Qur'an. Bukan gembira karena
syurgaNya.

Syurga dan neraka adalah makhluk Allah. Apakah seseorang bisa wushul (sampai
kepada) Allah, manakala perjalanannya dari makhluk menuju makhluk? Apakah
itu tidak lebih dari sapi atau khimar yang menjalankan roda gilingan, yang
berputar-putar terus menerus tanpa tujuan?
Nah anda bisa merenungkan sendiri, betapa tudingan-tudingan mereka yang anti
tasawuf soal persepsi syurga dan neraka ini, bisa terbantahkan dengan
sendirinya, tanpa harus berdebat lebih panjang.

Hanya mereka yang mungkin belum mengerti saja, jika ada ucapan seperti ini
dikecam habis, "Tuhanku, hanya engkau tujuanku, dan hanya ridloMulah yang
kucari. Limpahkan Cinta dan Ma'rifatMu kepadaku..." Ucapan yang menjadi
munajat para Sufi. Lalu mereka mengecam ucapan ini, sebagai bentuk anti
syurga dan tak takut neraka?

-----

Salam sayang,
Hidayat

On 12/22/05, A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Wa'alaikum salam wr wb,
>
> --- Aria Subekti <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> > Assalamu'alaikum wr.wb...
> >   Dari milis tetangga tentang tasawuf :
> >     Di zaman para sahabat Nabi saw, kaum Muslimin
> > serta pengikutnya mempelajari tasawuf, agama Islam
> > dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, tanpa
> > kecuali.
>
> Jika kita kaji Al Qur'an dan Hadits, kita tidak akan
> menemui satu kata pun tentang tasawuf. Bahkan tasawuf
> itu sendiri bukan berasal dari bahasa Arab. Klaim di
> atas tidak ada dasarnya.
>
> Cukuplah sudah Al Qur'an dan Sunnah Nabi sebagai
> pedoman kita. Janganlah kita berpegang kepada bid'ah
> atau selain dari 2 yang di atas.
>
> >   Dalam syairnya, Rabi'ah Al-Adawiyah telah berkata:
> >   "Semua orang yang menyembah Allah karena takut
> > akan neraka dan ingin menikmati surga. Kalau aku
> > tidak demikian, aku menyembah Allah, karena aku
> > cinta kepada Allah dan ingin ridhaNya."
>
> Di situ Rabi'ah seperti pamer atau riya. Salah satu
> pernyataan Rabi'ah: "Jika aku menyembahMu karena ingin
> masuk surga, maka tutuplah pintu surga bagiku. Jika
> aku menyembahMu karena takut neraka, masukkanlah aku
> ke dalam neraka" itu berbau sombong pamer dan
> bertentangan dgn do'a yang diajarkan Nabi:
>
> "Robbana aatina fid dunya hasanah. Wa fil akhiroti
> hasanah. Wa qiina 'adzaaban naar" (Ya Allah berilah
> kami kebaikan di dunia dan akhirat. Dan hindarkanlah
> kami dari api neraka)
>
> >   Kemudian pandangan mereka itu berubah, dari
> > pendidikan akhlak dan latihan jiwa, berubah menjadi
> > paham-paham baru atas Islam yang menyimpang, yaitu
> > filsafat; dan yang paling menonjol ialah Al-Ghaulu
> > bil Hulul wa Wahdatul-Wujud (paham bersatunya hamba
> > dengan Allah).
> >   Paham ini juga yang dianut oleh Al-Hallaj, seorang
> > tokoh sufi, sehingga dihukum mati tahun 309 H.
> > karena ia berkata, "Saya adalah Tuhan."
>
> Itulah akibatnya karena belajar Islam bukan bersumber
> dari Al Qur'an dan Hadits. Tapi dari sumber lain
> seperti kisah2 yang tidak jelas riwayatnya.
>
>
--- deleted ---


[Non-text portions of this message have been removed]






Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links



 
--------------------------------------------------------

This message (including any attachments) is only for the use of the person(s) 
for whom it is intended. It may contain Mattel confidential, proprietary and/or 
trade secret information. If you are not the intended recipient, you should not 
copy, distribute or use this information for any purpose, and you should delete 
this message and inform the sender immediately.





Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links



 




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke