Assalammu'alaikum wr wb,

Sdr. Fahmi Amhar menulis:

JIL terbelenggu
>>
>> Saya setuju dengan pendapat Ulil bahwa Islam itu semacam
>> organisme dan bukan monumen yang mati. Untuk itulah,
>> realitas sejarah Islam di masa awal membuka pintu ijtihad
>> yang membuat peradaban Islam berkembang pesat.
>>
>> Namun, 'paradigma organisme' ini jangan menjadi belenggu
>> baru bagi kita, bila kenyataannya memang ada yang tidak
>> memberi kesempatan ijtihad, karena sudah begitu terang
>> (qath'i). Andai paradigma organisme ini begitu menonjol,
>> Islam tidak akan tersisa lagi. Salat, puasa, atau haji
>> bisa-bisa dianggap aktivitas mubazir yang tidak relevan
>> dengan pembebasan manusia dari keterpurukannya.

KOMENTAR:

Al-Dinu Al-Islam itu bukan sesuatu "semacam organisme", menurut hemat saya. 
Islam, katakanlah demikian, adalah Al-Shiroth Al-Mustaqiim dan Jalan Lurus 
ini TELAH DITETAPKAN bentuk dan konstruksi FRAME yang membingkainya. Dia 
demikian ADANYA, siapapun tidak dapat MERUBAH atau MENYESUAIKANNYA dengan 
sitkon setempat. Dan apabila hal ini dilakukan sebagaimana pengalaman kaum 
Muslimin hampir 15 abad ini maka, hasilnya ya seperti yang kita nikmati 
sekarang ini. Jalan Lurus ini TIDAK MENGENAL KOMPROMI BUDAYA dengan seluruh 
bangunan masyarakat yang menyangga budaya masyarakat. Ditinjau secara 
IDEOLOGI, Al-Dinu Al-Islam dengan TEGAS tidak memperkenankan apa yang 
dinamakan AL-SYIRKU BI AL-ILLAH. Dan konsekwensinya maka segala atribut 
lainnya juga HARUS BERSESUAIAN dengan dan bertolak dari ideologi Islam. 
Sejak mula penurunan wahyu kepada rasulullah Muhammad saw Allah swt sudah 
menyampaikan peringatan yang juga sekaligus KRITIK terhadap mereka yang 
berislam TIDAK KAFFAH. Ini berarti munculnya di kalangan sahabat dan 
pengikut rasulullah, pada masa itu, TINDAK atau PRAKTEK kompromi, sinkretik, 
yang mengabaikan prinsip-prinsip ideologi Islam. Kompromisme dan sinkretisme 
ini ditinjau secara sosiologi merupakan warisan TRADISI dan GERAK PIKIR 
masyarakat primitif manusia. Coba perhatikan firman Allah swt yang secara 
sarkastis mencela ketidak mampuan rasul dan pengikutnya yang tidak dapat 
menahan nafsu seksualnya sehingga kepada rasul dan pengikutnya masih 
diperkenankan menikah lebih dari seorang isteri dengan syarat dimilikinya 
kemampuan bertindak 'adil dalam masalah kasih-sayang dan pengadaan rizki. 
Dan ketidakmampuan rasul (secara manusiawi) serta pengikutnya dalam hal 
'ADIL telah di VONIS oleh Allah swt dengan firman: "Walan Tastathii'uuu 
Anta'diluu Baina La Al-Nisaaa-i Walau Harostum Falaa Tamiluu Kulla Al-Maili 
Fatadzaruuhaa Ka Al-Mu'allaqoti - Dan tidaklah kamu sanggup berlaku 'adil 
kepada isteri-isterimu sekalipun kamu sangat menghendakinya. Karena itu 
janganlah kamu terlalu condong kepada salah seorang isterimu, sedangkan yang 
lain kaubiarkan seperti benda yang tergantung" (Al-Nisa'[4]; ayat 129). 
Tradisi bangsa Arab yang masih bersandar kepada sistim klan, suku, keluarga, 
dan jalan pemikiran yang terbelenggu oleh kebiasaan negatif dari cara hidup 
murru'ah tidak mungkin bisa diakurkan dengan prinsip-prinsip tanggungjawab 
individual yang ditetapkan Allah swt sebagai salah satu prinsip BERISLAM. 
Maka metodologi yang digunakan Allah swt dalam MENGUBAH masyarakat Arab 
Mekah dan sekitarnya ke arah Islam adalah dengan model bertahap dan sabar 
yang dapat kita simak dari sunnah dan hadits rasulullah Muhammad saw. Jadi 
yang bisa di "organisme"-kan atau "dikembangkan, disesuaikan" itu adalah 
proses (urusan taktis) arah pengubahan dari non-Islam ke Islam dan bukan 
PRINSIP Islam itu sendiri.

JIL sesungguhnya adalah suatu model sekte pemikiran di dalam agama Kristiani 
yang berbaju gamis dan tutup kepala putih. Aliran pemikiran ini dijelujuri 
oleh gerakan pembaruan pemikiran Eropa Barat abad pertengahan, ketika ilmu 
pengetahuan kealaman (science) dapat menumbangkan kekuasaan politik dan 
ekonomi para pendeta gereja-gereja Eropa Barat dan para penguasa ningrat 
yang menghasilkan pemisahan AGAMA dari POLITIK. Para ilmuwan dengan 
pembeayaan pemilik modal berhasil menterapkan hasil-hasil ilmu pengetahuan 
kealaman dari teori ketingkat praxis industri dan menghasilkan barang 
dagangan yang mengandung nilai lebih (riba). Lahirlah sistim Kapitalisme di 
Eropa Barat yang mendorong berlangsungnya perebutan daerah pengaruh 
imperialistis dan kepentingan ekonomis. Dinjau dari PRINSIP-PRINSIP 
KEMANUSIAAN YANG AZAZI sesungguhnya AL-DINU AL-ISLAM adalah suatu sistim 
yang akan MAMPU MENCEGAH LAHIRNYA KAPITALISME di dalam masyarakat manusia. 
Oleh sebab itu sampai detik ini kaum Kapitalis SANGAT MEMBENCI Al-Dinu 
Al-Islam dan berusaha menghancurkannya. Cobalah baca firman Allah swt yang 
mengkisahkan exodus bangssa Israel yang dipimpin rasulullah Musa as dan nabi 
Harun as. Di dalam kisah tsb diungkapkan oleh Allah swt betapa kecenderungan 
Kapitalisme telah merata di kalangan anak keturunan nabi Yaqob as, terutama 
di kalangan kaum intelektuilnya (al-samir). Kekayaan milik bersama yang 
dipikul dari Mesir telah digelapkan menjadi milik segelintir pemimpin dan 
kemudian disucikan sebagai pengganti Allah swt dan karenanya mereka tidak 
bersedia merebut kembali tanah airnya dari musuh yang mendudukinya. Oleh 
Allah swt bangsa Israel yang membangkang tsb dinyatakan telah menghianati 
perjanjian mereka dengan Allah swt dan dikutuk sebagi gerombolan manusia 
yang tidak bertanahair. Memang Kapitalisme tidak memiliki tanahair. 
Kapitalisme cenderung pergi ke mana saja dibumi selama dapat mengalirkan 
nilai lebih (nirlaba) ke dalam koceknya semaksimal mungkin. Sistim Kapitalis 
bukanlah sistim yang bersahabat dengan HAM tetapi adalah yang mencemooh dan 
menginjak-injak HAM. Sebaliknya Al-Dinu Al-Islam secara alami adalah HAM itu 
sendiri. Tetapi Al-Dinu Al-Islam juga bukan semacam sistim kolektif 
sebagaimana ide-ide kemasyarakatan Sosialisme dan Komunisme yang mendasarkan 
diri kepada kolektif ideologi mayoritas klas tertindas dan terhisap 
(Marxisme-Leninisme-Maoisme). Kolektif model sistem Al-Dinu Al-Islam adalah 
di dasarkan kepada IDEOLOGI ISLAM yang ditetapkan oleh Allah swt dengan 
firmannya: "Wamaa Holaktu al-Jinna wa al-Insa Illaa Liya'buduun - Dan AKU 
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengadi kepadaKU" (Surah 
Adz-Dzaariyaat [51] ayat 56). Dan pengabdian manusia kepada Allah swt 
dituntut secara SUKARELA, SADAR dan BERTANGGUNGJAWAB, tidak terpaksa dan 
ikut-ikutan. Ideologi Islami inilah SATU-SATUNYA IDEOLOGI yang DAPAT 
MENJAMIN kestabilan sistim masyarakat berbudaya tinggi, makmur, aman dan 
inklusif.

Semoga para netters dapat memahami pemikiran ini.

Wassalam,
A.M

----- Oorspronkelijk bericht ----- 
Van: "indrawan dwi p" <[EMAIL PROTECTED]>
Aan: <media-dakwah@yahoogroups.com>
CC: <[EMAIL PROTECTED]>; <keluarga-sejahtera@yahoogroups.com>; 
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; "jejen yudhi 
dasmana" <[EMAIL PROTECTED]>; "Abdul Latif" <[EMAIL PROTECTED]>; 
"Airil" <[EMAIL PROTECTED]>; "Safety GAD" <[EMAIL PROTECTED]>; 
"P7-8Electrical" <[EMAIL PROTECTED]>
Verzonden: donderdag 11 augustus 2005 3:21
Onderwerp: [media-dakwah] Fw: [daarut-tauhiid] Membebaskan Belenggu JIL


>
> ----- Original Message -----
> From: "F Amhar" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent: Wednesday, August 10, 2005 2:26 PM
> Subject: [daarut-tauhiid] Membebaskan Belenggu JIL
>
>
>> http://www.mediaindo.co.id
>> OPINI Rabu, 10 Agustus 2005
>>
>>
>>
>> Membebaskan Belenggu JIL
>> Fahmi Amhar, pengajar Pascasarjana Universitas Paramadina
>>
>>
>>
>>   JARINGAN Islam Liberal (JIL) adalah sebuah fenomena
>> menarik di Indonesia karena dianggap mendobrak kemapanan
>> dan kejumudan berpikir. Hal itu bisa dimengerti karena
>> rata-rata aktivis JIL memiliki latar belakang Islam
>> tradisional, yang berorientasi masalah ubudiyah dan
>> tradisi yang dogmatis, yang praktis harus diikuti tanpa
>> diskusi. Padahal, aturan-aturan itu sering tidak relevan
>> dengan pembebasan umat Islam dari kemiskinan, kebodohan,
>> ataupun penindasan.
>>
>> Di sisi lain, kelompok-kelompok Islam revivalis, yang
>> ingin menyelamatkan umat dengan syariat sering bersikap
>> simplistis, misalnya menekankan syariat sekadar kewajiban
>> mengenakan jilbab pada muslimah, atau hukum-hukum hudud
>> pada kasus pidana, namun mereka jarang memiliki konsep
>> yang komprehensif dan rasional tentang mekanisme
>> pembebasan manusia dari berbagai keterpurukannya. Bahkan,
>> cita-cita memunculkan Islam sebagai rahmatan lil alamin
>> terkadang diwujudkan dengan cara-cara kekerasan, dan
>> inilah trade mark Islam radikal yang menjadi salah satu
>> pendorong sehingga JIL merasa perlu bersuara lebih
>> lantang.
>>
>> Dengan demikian, saya melihat JIL sebagai suatu antitesis
>> atas latar belakang jumud dan alternatif radikal yang
>> miskin konsep. Ini suatu hal yang bisa dimengerti, namun
>> tidak boleh dibiarkan.
>>
>> JIL terbelenggu
>>
>> Saya setuju dengan pendapat Ulil bahwa Islam itu semacam
>> organisme dan bukan monumen yang mati. Untuk itulah,
>> realitas sejarah Islam di masa awal membuka pintu ijtihad
>> yang membuat peradaban Islam berkembang pesat.
>>
>> Namun, 'paradigma organisme' ini jangan menjadi belenggu
>> baru bagi kita, bila kenyataannya memang ada yang tidak
>> memberi kesempatan ijtihad, karena sudah begitu terang
>> (qath'i). Andai paradigma organisme ini begitu menonjol,
>> Islam tidak akan tersisa lagi. Salat, puasa, atau haji
>> bisa-bisa dianggap aktivitas mubazir yang tidak relevan
>> dengan pembebasan manusia dari keterpurukannya.
>>
>> Demikian juga dengan 'paradigma nonliteral'. Sesungguhnya,
>> teks-teks Islam (Quran dan hadis) memiliki makna literal
>> dan makna syar'i (hukum). Makna syar'i memang harus
>> dipahami dalam konteks pelaksanaan syariat lain yang lebih
>> luas, namun juga bisa lebih terbatas. Istilah salat, yang
>> bermakna literal doa, memiliki makna syar'i aktivitas
>> tertentu yang dimulai dari takbiratulihram dan diakhiri
>> dengan salam. Justru JIL saya lihat lebih sering memakai
>> makna literal untuk ditafsirkan sesuka hawa nafsunya.
>>
>> Dalam kejumudannya, umat Islam di Indonesia memang sering
>> melakukan suatu ritual yang sebenarnya hanya budaya, tanpa
>> dasar syar'i. Namun, dalam masyarakat tradisional, hal-hal
>> seperti itu (seperti memakai jubah), atau bahkan yang
>> termasuk TBC (tahayul-bidah-churafat), bisa disakralkan.
>> Dan inilah (sesuai latar belakang JIL) yang pantas dikaji
>> ulang. Namun, bukan hal-hal yang memang bukan tradisi,
>> bahkan di Arab sendiri. Jilbab, misalnya, bukanlah tradisi
>> Arab di masa Nabi. Kalau sekarang di sana menjadi semacam
>> tradisi, apa salahnya kalau Islam yang dulu memulai
>> tradisi itu?
>>
>> Konsep Ulil tentang adanya 'nilai-nilai universal' yang
>> mewajibkan umat Islam tidak memandang dirinya terpisah
>> dari umat manusia yang lain, seperti nilai 'kemanusiaan'
>> atau 'keadilan' pada tataran praktis akan menemui jalan
>> buntu. Manusia di mana pun memang diciptakan Tuhan untuk
>> memiliki berbagai sifat yang sama, misal suka diperlakukan
>> adil. Namun, bagaimana adil itu diciptakan ternyata tidak
>> bisa berhenti pada dataran filosofis, namun harus turun ke
>> dataran yuridis, bahkan pada beberapa hal harus turun lagi
>> ke dataran aritmetis (misalnya pada pengenaan pajak
>> progresif atau juga pembagian warisan).
>>
>> Karena itu, kalau Ulil usul untuk mengamendemen aturan
>> yang membedakan muslim dan nonmuslim (karena konon
>> melanggar prinsip kesederajatan), konsekuensinya mestinya
>> salat id boleh diimami oleh nonmuslim, atau kalau yang
>> agak kurang ritual ya nonmuslim harus ikut bayar zakat.
>> Tentunya banyak hal-hal yang lalu menjadi absurd.
>>
>> Cita-cita bahwa agama adalah urusan pribadi, sedangkan
>> pengaturan kehidupan publik sepenuhnya hasil kesepakatan
>> masyarakat melalui proses demokrasi, realitasnya justru
>> sering dilanggar para penganjurnya sendiri, begitu Islam
>> yang keluar sebagai pemenang proses itu. Ketika jilbab
>> dikenakan muslimah profesional secara sukarela, yang
>> mengemuka bukanlah kebebasan pribadi untuk beragama,
>> melainkan kecurigaan atas fundamentalisme, bahkan
>> terorisme.
>>
>> Bahwa Islam pada tataran praktis hanya akan terealisasi
>> jika kekuatan real-politis di masyarakat sepakat
>> menerapkannya, ya. Kalau ini disebut proses demokrasi,
>> silakan. Namun, kalau pada tataran ide umat Islam
>> memperjuangkan agar syariat Islam yang diterapkan, apanya
>> yang salah? Bukankah ada kekuatan-kekuatan lain yang juga
>> ingin menerapkan ide-ide yang lain?
>>
>> Tentang Rasul Muhammad SAW, memang benar kita tidak
>> diwajibkan mengikuti secara harafiah. Dalam kajian ushul
>> fiqh kita tahu, ada perbuatan Rasul yang jibilliyah (wajar
>> sebagai manusia Arab abad VI M), misalnya makan kurma atau
>> pakai jubah. Orang kafir pun saat itu demikian. Ada juga
>> perbuatan Rasul yang khas untuk beliau, tak boleh diikuti
>> umatnya, misalnya boleh berpuasa tanpa berbuka, atau
>> menikahi sampai sembilan istri. Namun, selebihnya adalah
>> dalil syar'i. Tentunya dalil ini ada yang sifatnya fardu,
>> mustahab, atau mubah. Tidak semua yang dikerjakan Rasul
>> itu fardu. Di sinilah pentingnya belajar ushul fiqh.
>> Namun, Ulil menggeneralisasi, menganggap Islam yang dibawa
>> Rasul hanya one among others, salah satu jenis Islam di
>> muka bumi. Kalau begitu, Islam yang lain mencontoh siapa?
>>
>> Memang kebenaran bukanlah milik satu golongan saja. Namun,
>> peradaban ataupun disiplin ilmu mana pun pasti memiliki
>> suatu frame. Islam, tentu saja, hanya layak dipahami atau
>> ditafsirkan oleh orang yang percaya bahwa dia <>frame yang
>> sah untuk dijadikan pandangan hidup. Akan absurd mengikuti
>> penafsiran Quran dari nonmuslim yang tidak percaya bahwa
>> Quran adalah wahyu Ilahi, seabsurd mengikuti pendapat
>> tentang sains dari paranormal yang tidak percaya sains.
>>
>> Saya setuju bahwa misi Islam yang terpenting adalah
>> menegakkan keadilan, terutama di bidang politik dan
>> ekonomi. Dan tentu ada syariat yang mengatur masalah ini,
>> dan itu memang bukan syariat jilbab, memelihara jenggot,
>> atau hal-hal furu'iyah, melainkan syariat yang mengatur
>> masalah kepemilikan, muamalah, sistem moneter, dan
>> hubungan luar negeri.
>>
>> Namun, kembali absurd ketika Ulil mengatakan upaya
>> menegakkan syariat adalah wujud ketidakberdayaan umat
>> Islam atau mengajukan syariat Islam adalah sebentuk
>> kemalasan berpikir.
>>
>> Memang kalau melihat 'habitat' Ulil dari kalangan
>> tradisional yang jumud atau menghadapi kalangan radikal
>> yang miskin konsep, pemahamannya adalah refleksi
>> pengalamannya yang terbatas. Namun, generalisasinya tadi
>> sungguh tidak ilmiah.
>>
>> Fakta, ada kelompok-kelompok yang berupaya menegakkan
>> syariat namun bukan sebagai wujud ketidakberdayaan ataupun
>> malas berpikir. Gerakan Ikhwanul Muslimin ataupun Hizbut
>> Tahrir, misalnya, banyak menerbitkan buku-buku yang memuat
>> ide-ide tentang pengentasan kemiskinan (sistem ekonomi
>> Islam) atau mengatasi kezaliman (sebagai lawan
>> ketidakadilan) secara syariat. Mereka berjuang tanpa
>> kekerasan.
>>
>> Dan kalau Ulil keberatan dengan pandangan bahwa syariat
>> adalah suatu 'paket lengkap' untuk menyelesaikan masalah
>> di dunia di segala zaman, selain barangkali ini karena
>> keterbatasan pemahaman Ulil atas syariat itu sendiri, juga
>> keterbatasan dia memahami apa itu ideologi.
>>
>> Ideologi adalah suatu ide dasar yang di atasnya dibangun
>> suatu paket lengkap sistem untuk solusi problematik
>> manusia.
>>
>> Maka, kalau Ulil mengkritik orang-orang yang memahami
>> Islam sebagai ideologi yang mengajukan syariat sebagai
>> paket lengkap solusi, mengapa dia tidak melakukan kritik
>> yang sama atas ideologi sekulerisme, yang juga mengajukan
>> paket solusi yang sama hanya atas dasar yang berbeda?
>>
>> Sesungguhnya ide liberalisme JIL hanyalah salah satu unsur
>> dalam paket sekulerisme, yang unsur lainnya adalah
>> demokrasi, kapitalisme, dan last but not least:
>> imperialisme. Di sinilah, saya katakan, kawan-kawan di JIL
>> harus melepaskan belenggu mereka dulu. Dalam bahasa ESQ
>> perlu zero mind process dulu.***
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>> ===================================================================
>>         Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
>> ===================================================================
>> Yahoo! Groups Links
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>
>
> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
> Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
> 




Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke