Kamerawan LBC: "Saya Banyak Meliput Peperangan, tapi Kengerian di Bint Jbail
Luar Biasa" Rabu, 2 Agu 06 08:45 WIB *Diskusikan
(0)*<http://www.eramuslim.com/news/comment/44cff540.htm>| Kirim
teman <http://www.eramuslim.com/news/send/44cff540.htm>

Angin semilir membawa aroma kematian berhembus dari setiap arah. Mayat di
bawah reruntuhan gedung, nyaris tak ada yang menyelamatkannya. Tidak ada
rambu-rambu jalanan, setelah rumah dan gedung-gedung rata dengan tanah.
Semua pejalan kaki harus melewati pegunungan batu tembok yang telah hancur.
Seperti itulah pemandangan yang dilihat para wartawan dan relawan
internasional di kota Bint Jbail, Selatan Libanon.

Para wartawan dan relawan baru dibolehkan masuk ke wilayah itu untuk pertama
kalinya setelah 21 hari peperangan. Dihentikannya serangan udara oleh Israel
selama 48 jam, adalah rentang waktu yang paling mungkin digunakan para
wartawan dan tenaga medis untuk masuk ke Bint Jbail.

Dalam komunikasi dengan Islamonline, para utusan itu yang mendatangi kota
Bint Jbail sepakat menyebut Israel sengaja menghancurkan Bint Jbail sebagai
pembalasan atas kematian pasukannya akibat serangan Hizbullah. Namun
kerugian besar dan kehancuran luas itu, sepertinya takkan terhapus dari
sejarah meskipun kelak bekas-bekasnya telah dibersihkan. Peristiwa
penghancuran itu akan tetap dikenang. Seperti itulah pandangan walikota Bint
Jbail. Bint Jbail akan tetap dikenang sebagai benteng perlawanan yang gigih,
untuk membangun kembali Timur Tengah di atas reruntuhannya. Bint Jbail yang
akan menjadi saksi kuat atas kekuatan pasukan Hizbullah melawan penjajah
Zionis Israel.

"Kami tidak melakukan aktifitas meliput dan jurnalistik lainnya di sini.
Kami menyelamatkan korban. Termasuk 10 orang lansia, tiga di antara mereka
menyebutkan namanya, tapi kebanyakan dalam kondisi depresi," seperti itulah
ungkapan kamerawan Sulthan Sulaiman, wartawan LBC, yang turut dalam
kunjungan ke Bint Jbail. Sulthan sadar bahwa kunjungannya sangat terkait
dengan tugas mengambil gambar, tapi ia kepada harian As Safeer mengatakan,
"Dalam kondisi seperti ini, menyelamatkan nyawa manusia lebih penting
ketimbang mengambil gambar."

Usai menyelamatkan para korban yang mungkin dilakukannya, Sulthan sempat
mengambil sejumlah gambar. Tapi ia mengaku tak kuasa menahan bau anyir darah
dan bau mayat yang muncul dari rongga reruntuhan gedung dan rumah di Bint
Jbail. Toh itupun bukan berarti membuat dirinya dan rekan-rekannya
menghindar. Justeru itulah yang mereka cari. Masing-masing wartawan akan
berteriak kepada sesamanya jika mendapatkan gejala ada korban yang mungkin
diselamatkan. "Saya belum pernah melihat pemandangan mengerikan seperti ini
seumur hidup. Meskipun saya berulangkali hadir dalam medan perang. Saya
pernah hadir dalam perang Irak, juga dalam perang Libanon tahun 1982. Tapi
yang saya saksikan sekarang jauh lebih memprihatinkan," ujarnya. Suasana
kota sunyi senyap. Para jurnalis sengaja diam, dan berusaha mendengar
kalau-kalau ada sura rintihan dari sela-sela reruntuhan. "Berjalan di antara
puing-puing itu, benar-benar pemandangan yang melupakan kehidupan," katanya.

Di antara para korban yang diselamatkan adalah Amin Ayoub (77) dan Raim
Syarara (85), juga Zainab Darwish dan Zainab Isa. Saat ditanya apa yang
mereka makan dalam beberapa hari kemarin, mereka menjawab, "Roti kering dan
sedikit air...." Ada pula sejumlah korban lansia yang tak ingat lagi siapa
namanya. Ia tidak dapat bicara, meski tim medis telah membawanya melalui
ambulan untuk ditolong.

Ali Bezi, walikota Bint Jbail meriwayatkan pemandangan seperti neraka yang
menimpa kotanya. "Sekitar 30 hignga 40 bom jatuh dalam satu menit. Dan itu
berlangsung dalam satu hari. Kami tidak mampu menyelamatkan para korban yang
masih berada di bawah reruntuhan gedung. Kami perlu alat-alat berat untuk
menyelamatkan jenazah mereka. Tapi itu hanya mungkin dilakukan jika ada
gencatan senjata," ujar Ali. Tantangan yang harus dijawab dalam waktu dekat,
kata Ali, adalah menjamin makanan dan perlengkapan hidup bagi enam ribu
orang pengungsi yang berada di berbagai daerah di Libanon. Sementara dana
cadangan yang dimiliki Bint Jbail, adalah 200 juta dolar.

Seorang yang selamat dari serangan udara Israel menyebutkan bahwa serangan
udara Israel menargetkan kota tua dan pasar yang menjadi fokus kehidupan
masyarakat dari 34 desa. "Bom yang dijatuhkan itu tidak hanya untuk mencabut
nyawa kami tapi Israel ingin menghancurkan mental penduduk di sini agar mau
berdiri menghalangi perlawanan. Tapi keinginan itu pasti tidak akan pernah
berhasil," ujarnya. (na-str/iol)


[Non-text portions of this message have been removed]





Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke