Mutiara Pemikiran Syaykh Al-Zaytun (1) 
 Aplikasi dan Transformasi Toleransi
Oleh : Ch. Robin Manulang*)

Mulai edisi ke 18 Majalah Berita Indonesia ini, secara berturut kami 
menyajikan pemikiran, visi dan misi Syaykh Abdussalam Panji 
Gumilang, seorang tokoh yang merupakan personifikasi dari Al Zaytun, 
dalam rangka kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan 
bernegara, Serta aplikasinya dalam proses belajar di Al-Zaytun dan 
dalam interaksi social di tengah masyarakat. Kami memberi judul 
utama : Mutiara Pemikiran Syakh Al-Zaytun. Tulisan ini merupakan 
bentuk pengenalan dan apresiasi kami, selaku wartawan Tokoh 
Indonesia (yang menganut jurnalisme damai) kepada Al-Zaytun, yang 
mudah-mudahan berguna bagi pembaca dan keluarga besar Al-Zaytun. 
Amin.
Sangat banyak tokoh, pemikir dan pemimpin yang mencetuskan dan 
mewacanakan pemikiran, pemahaman dan pemaknaan ajaran agama dengan 
cerdas dan cemerlang. Namun tidak semua mereka mampu mentransformasi 
sekaligus mengaplikasikannya, baik dalam suatu sistem pendidikan 
terpadu maupun dalam interaksi sosial.

Salah seorang tokoh yang tidak hanya cerdas mewacanakan pemahaman 
ajaran agama Islam, tetapi sekaligus mengaplikasikannya secara 
nyata, baik dalam suatu system pendidikan terapdu maupun dalam 
interaksi sosial itu adalah Syaykh Al-Zaytun, Dr. Abdussalam Rasyidi 
Panji Gumilang.

Namanya baru mencuat ke puncak tataran publik setelah di wujudkan 
impian mendirikan kampus terpadu Al-Zaytun (pesantren spirit but 
modern system), yang awal pembelajarannya dimulai 1 juli 1996. 
Sebuah pondok pesantren modern (kampus) yang bermotto : Pusat 
Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian.

Syaykh Abdussalam Panji Gumilang mewujudkan impian mendirikan dan 
mengelola Al-Zaytun dalam kebersamaan dengan beberapa sahabat. Namun 
sebagaimana kelaziman dalam semangat kepesantrenan, Panji Gumilang 
sebagai pendiri, pemimpin, Syaykh adalah persnoifikasi Al-Zaytun. 
Dalam hal ini bermakna, pemikiran Al-Zaytun adalah wujud dari 
pemikiran Syaykh Panji Gumilang.

Kehadiran Al-Zaytun yang diresmikan Presiden RI BJ Habibie, 27 
Agustus 1999, itu tampak sangat mengejutkan beberapa kalangan, 
Kampus Terpadu (modern) bersemangat pondok pesantren ini benar-benar 
mrubah paradigma berpikir khalayak ramai dari anggapan bahwa pondok 
pesantren itu kumuh menjadi pesantren itu bersih, megah, gagah dan 
modern.

Kampus ini tidak hanya megah dan modern secara fisik (sarana dan 
prasarana) tetapi juga gagah, cerdas dan modern bahkan pionir dalam 
konsep dan aplikasinya. Inilah lembaga pendidikan terpadu pertama 
yang menganut sistem pendidikan satu pipa (one pipe education 
system), mulai dari tingkat sekolah dasar sampai strata 3.

Kehadiran Al-Zaytun yang sudah diimpikan pendirinya sejak berpuluh 
tahun, terasa seperti muncul tiba-tiba saat negeri ini mengalami 
krisis moneter yang berlanjut pada krisis multi-dimensional. Ia 
muncul laksana pohon raksasa berdaun ribun lebat di tengah hutan 
ilalang yang dilanda kemarau kekeringan. Tiupan angin pun mengempas 
dari berbagai penjuru. Bagi sementara pihak, tampaknya ia seperti 
barang asing dan aneh, baik secara fisik maupun gagasan dan sistem.

Kehadirannya diperdebatkan, terutama saat-saat menjelang penerimaan 
santri (siswa-mahasiswa). Ada yang bertanya, darimana dananya? Ada 
juga yang berprasangka : Jangan-jangan ajarannya sesat? Ada juga 
yang mengklaim bahwa itu milik NII (Negara Islam Indonesia). Bahkan 
ada majalah mengisukan bahwa Osama bin Laden ada di sana.

Namun berbagai perdebatan, prasangka, klaim dan isu itu, tidak 
menyurutkan perkembangannya. Bahkan lembaga pendidikan Islam modern 
itu makin berkembang pesat, yang ditandai semakin banyaknya jumlah 
santri setiap tahun dan resmi berdirinya Universitas Al-Zaytun 
Indonesia, mengenapi sistem pendidikan satu pipa yang dianutnya.

Al-Zaytun ! Kehadirannya saja sudah merupakan fenomena yang menarik. 
Apalagi setelah beberapa kali berkunjung dan berdialog di sana, 
sehingga dapat mengenalnya lebih dekat dan lebih dalam, tidak hanya 
secara penampilan fisik, tetapi juga pemikiran, visi dan misi serta 
aplikasinya, fenomena Al-Zaytun bertambah menarik dan bermakna.

Pertama kali berkunjung ke sana, kami memperkenalkan diri sebagai 
orang berbeda aliran agama. Kami seorang kristiani ¡ Perkenalan kami 
itu langsung direspon dengan jawaban bersahabat oleh Syaykh Al-
Zaytun. Petikannya : " Sebagai suatu bangsa Indonesia, kita sudah 
punya keyakinan, satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Dan kejayaan 
kita ini justru ada kebhinekaan. Ini yang harus kita syukuri. Jadi 
kami tidak merasa berbeda."
Kemudian pada bagian akhir, Syaykh Al-Zaytun mengatakan : "Terima 
kasih, Anda sudah sudi datang ke mari, tapi saya minta jangan 
mengatakan beda aliran. Tuhan kita sama. Anda beriman, kita beriman, 
itu kesamaannya. Nggak usah dikatakan benar tidak benar. Yang tahu 
benar itu Cuma yang di atas sana (Tuhan). Yang penting kita 
praktekan kebenaran, kita berjalan pada nilai-nilai kebenaranm nanti 
yang di atas sana yang menilainya. Indonesia kalau sudah begitu, 
udah beres. Karena kita majemuk ¡."
Jawaban spontan ini cukup bermakna bagi kami untuk ingin lebih jauh 
mengenal dan mendalami pemikiran, visi dan misi Al-Zaytun. Kemudian, 
menulis apa yang kami lihat, dengar dan rasakan setiap kali 
berkunjung dan berdialog mengenai berbagai hal, terutama dalam 
kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sampai kami tidak dalam suatu pengenalan bahwa dia (Syaykh Al-
Zaytun) seorang pelopor pendidika terpadu (kampus peradaban)2), yang 
mampu mentransformasi dan mengaplikasikan toleransi dan perdamaian 
dalam proses belajar sejak dini di lingkungan kampus maupun dalam 
interaksi sosial di luar kampus (masyarakat). Dia seorang pembawa 
damai ¡ Bukan untuk tujuan politik praktis kepentingan jangka pendek 
(the next position), tetapi tujuan damai berjangka panjang (the next 
generation). Dia sunggu mengaplikasikan ajaran agama Islam yang 
rahmatan lil a'alamin.

Alumni Ponpes Gontor dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN), 
sekarang menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, 
Ciputat, Jakarta, itu seorang pemangku pendidikan yang memiliki 
wawasan jauh ke depan (visioner) menembus abad dan milenium, 
menembus sekat, golongan, suku, agama, bangsa dan negara. 
Berpengetahuan luas berwibawa, tegas, kebapakan, cerdas, serta 
memiliki sifat dan sikap lainnya yang layak dimiliki oleh seorang 
pemimpin dan pemangku pendidikan.

Patutlah di dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa bidang Management 
Education and Human Resources oleh IMCA (International Management 
Centres Association) Revans University, sebuah universitas action 
learning yang berbasis di Buckingham, Inggris dan Amerika Serikat.

Dr. Antony Hii selaku Regional Director and associate Professor IMCA 
menyebut beberapa pertimbangan penganugerahan gelar tersebut, antara 
lain, karena Syaykh AS Panji Gumilang dianggap berjasa melakukan 
perubahan besar dalam transformasi kependidikan di Indonesia. Dia 
dinilai telah sukses mewujudkan ide baru dalam sebuah paradigma baru 
pendidikan Islam melalui Al-Zaytun. 3)

Menurut Dr. Antony Hii, Syaykh Panji Gumilang adalah seorang yang 
senantiasa sungguh-sungguh belajar sambil mengambil aksi agung dalam 
rancangannya. "Tak ada kata tak bisa. He is a man with great of 
action learning," puji Dr. Antony Hii, lalu menyebut serangkaian 
partisipasi Syaykh Al-Zaytun di bidang pendidikan dan manajemen 
sumber daya manusia seperti sebagai anggota komisaris Akademi Arab 
di Kairo, sebagai anggota Organisasi Asosiasi Perdamaian Taiwan, 
Ketua Ikatan Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan Ketua 
Masyarakat Ekonomi Pesantren Indonesia.

Lalu, dengan penganugerahan gelar doktor itu, Syaykh Al-Zaytun pun 
menjadi anggota Dewan Kehormatan IMCA bersama para peraih 
penghargaan sebelumnya seperti duet inovator di bidang kependidikan 
Charles Handy dan John Kotter, pengusaha multi-nasional seperti 
Richard Branson dan John Harvey-Jones.

Pria kelahiran, Gresik 30 Juli 1946 ini, telah berhasil mewujudkan 
ide agung pendidikan terpadi Al-Zaytun. Di pondok pesantren modern 
ini, dia mewujudkan sistem pendidikan satu pipa dan pendidikan 
terpadu yang disimpulkan pada pendidikan-ekonomi dan ekonomi-
pendidikan, di mana pendidikan harus diciptakan sebagai gula dan 
ekonomi sebagai semutnya.

Jangan malah ekonomi yang diciptakan sebagai gula dan pendidikan 
(rakyat) jadi semutnya. Bila pendidikan sebagai gula dan ekonomi 
sebagai semut, makan semut (ekonomi) akan mendatangi orang yang 
terdidik. Karena semut adalah makhluk yang mengerti kualitas dirinya 
terhadap gula, sehingga semut tidak akan terkena sakit gula.

Itulah prinsip dasar dalam pendidikan terpadu yang diwujudkannya di 
Al-Zaytun, sebuah kampus peradaban milenium ketiga sebagai pusat 
pendidikan dan pengembangan budaya toleransi dan perdamaian. Lembaga 
pendidikan sekaligus lembaga ekonomi mandiri yang diimpikannya seja 
belia.

Bersifat Universal

Dalam beberapa kali percakapan dengan Syaykh Al-Zaytun, terpancar 
pemahaman bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil a'lamiin, 
bersifa universal artinya berlaku menyeluruh untuk semua bangsa, 
keadaan dan waktu, serta memiliki watak shalih li kulli zamanin wa 
makanin (kontekstual di setiap zaman dan tempat).

Syaykh Al-Zaytun juga mengaplikasi pemahaman agama tidak hanya dari 
sudut pandang normatif. Memahami dan memaknai agama dapat pula 
didekati dari sudut pandang kesejarahan. Dari khotbanya bertajuk : 
Toleransi Akidah dalam Beragama 4), tersirat pengertian adalah 
ahistoris memahami agama hanya pendekatan normatif atau hanya dari 
sudut pandang dokrinal. Pendekatan agama yang ahistoris justru akan 
menjauhkan agama dari misi kemanusiannya.

Sejarah agama menunjukkan sesungguhnya agama-agama besar dunia, 
seperti Yahudi, Kristen, dan Islam, berasal dari satu rumpun agama 
Semitik. Sama-sama mempercayai dan memuliakan Allah yang dimuliakan 
Ibrahim (Abraham). Namun sejarah menunjukkan justru konflik sering 
muncul di antara penganut agama yang berasal dari satu rumpun 
Semitik itu.

Dalam hal ini, pengalaman sejarah sebagai guru yang baik, juga 
mengajak kita memahami realitas empiris sejarah agama itu sendiri. 
Bahwa terjadinya kekerasan, dan konflik atas nama agama, harus 
diletakkan secara proporsional sebagai kenyataan sejarah agama dan 
bukanlah doktrin agama itu sendiri. Sebab doktrin agama tidak 
menolerir kekerasan dan penindasan. Mengutip Prof. Dr. Komaruddin 
Hidayat 5), dalah keliru bila doktrin agama disamakan dengan sejarah 
agama. Kendati juga harus kita pahami bahwa agama adalah wahyu yang 
membumi atau menyejarah.

Memang, adalah kenyataan sejarah juga yang menunjukan agama (wahyu 
yang membumi, menyejarah)n telah melahirkan dinamika dan aneka 
penafsiran para pemeluknya, yang pada kurun waktu dan tempat 
tertentu, kadang kala sampai memicu konflik dan kekerasan.

Dalam konteks ini, Syaykh Al-Zaytun mengajak umat beragama memaknai 
(belajar dari sejarah) dengan kembali kepada fitrah beragama, yaitu 
toleransi yang harus ditegakkan sebagai keyakinan pokok (akidah) 
dalam beragama.

Itu maknanya, pengamalan toleransi harus menjadi suatu kesadaran 
pribadi dan kelompok yang selalu dihabitualsisasikan dalam wujud 
interaksi sosial. Toleran maknanya, bersifat atau bersikap 
menghargai, membiarkan pendirian, pendapat pandangan, kepercayaan, 
kebiasaan, kelakuan, dan lain-lain yang berbeda atau bertentangan 
dengan pendirian sendiri.

Menurutnya, toleransi/toleran dalam pengertian seperti itu terkadang 
menjadi sesuatu yang sangat berat bagi pribadi-pribadi yang belum 
menyadarinya. Padahal perkara tersebut bukan mengakibatkan kerugian 
pribadi, bahkan sebaliknya akan membawa makna besar dalam kehidupan 
bersama dalam segala bidang, apalagi dalam domain kehidupan 
beragama. Dia menegaskan, toleran dalam kehidupan beragama menjadi 
sangat mutlak adanya, dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun 
agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.

Dalam kaitan ini, Syaykh Al-Zaytun mengutip pesan Tuhan yang bersifa 
universal kepada umat manusia dalam Q.S. 42 (Asy Syuuraa) Ayat 
13 : "Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama, apa yang 
telah diwasiakan kepada Nuh, dan apa yang telah diwahyukan kepadamu 
(Muhammad) dan apa yang telah diwahyukan kepada Ibrahim, Musa dan 
Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah 
dalam urusan agama."

Pesan lainnya terkandung dalam Q.S. 3 (Ali Imraan) Ayat 103 : „Dan 
berpegang teguhlah kamu kepada agama Allah dan janganlah kamu 
bercerai-berai."

Pesan universal ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia 
tidak terkecuali, yang intinya dalam menjalankan agama harus 
menjauhi perpecahan antar umat beragama maupun sesama umat beragama. 
Pesan dari langit ini menghendaki umat manusia itu memeluk dan 
menegakkan agama, karena Tuhan sang Pencipta alam semesta ini telah 
menciptakan agama-agama utuk umat manusia, kehendak-Nya hanyalah 
jangan berpecah-belah dalam beragama maupun atas nama agama.

Tegakkanlah agama dan jangan berpecah-belah dalam beragama, 
merupakan standar normatif Ilahiyah sebagai patokan baku untuk 
pembimbingan perilaku umat manusia dalam beragama. Estándar yang 
bersifa universalistik ini bermakna ruang lingkupnya berlaku di mana 
pun dan kapanpun. Yakni umat beragama dalam berinteraksi antar-agama 
wajib mengutamakan standar universal ini.

Tegakkkan agama dan jangan berpecah-belah dalam beragama. Perintah 
ini juga merupakan standar yang bersifat partikularistik, yang ruang 
lingkupnya berlaku bagi kelompok pemeluk agama tertentu di tempat 
mereka berada. Dalam menjalankan agama hendaknya menjauhi perpecahan 
sesama agama, terlebih perpecahan itu dibungkus oleh orientasi 
motivasional maupun orientasi nilai keagamaan.

Tindakan manusia beragama itu selalu memiliki orientasi, berarti 
selalu diarahkan kepada tujuan. Menurut Syaykh Al-Zaytun , ada dua 
elemen penting dalam orientasi tindakan manusia termasuk tindakan 
manusia dalam beragama yaitu orientasi motivasional dan orientasi 
nilai. Orientasi motivasional adalah yang berhubungan dengan 
keinginan individu yang bertindak untuk memperbesar kepuasan dan 
mengurangi kekecawaan, atau dalam makna lain, motivasi untuk 
memperbesar kepuasan jangka panjang dan jangka pendek.

Sedangkan elemen lainnya adalah Orientasi nilai. Orientasi nilai 
menunjuk kepada standar-standar normatif yagn memengaruhi dan 
mengendalikan pilihan-pilihan individu terhadap tujuan yang dicapai 
dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan itu.

Walhasil, kata Syaykh AL-Zaytun, kebebasan individu dalam bertindak 
dibatasi oleh standar-standar normatif yang ada dalam masyarakat, 
baik yang bersifat Ilahiyah maupun budaya. Segala norma-norma itu 
bukan hanya berarti mengeliminir kebebasan manusia dalam beragama, 
justru menawarkan berbagai alternatif dalam bertindak, bermakna juga 
bahwa manusia itu dalam beragama mempunyai kebebasan penuh yang 
dibatasi oleh kebebasan yang dimiliki oleh selainnya.

"Itu berarti bahwa setiap umat beragama dalam interaksi sosialnya 
mempunyai kebebasan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas 
pemeluknya. Interaksi seperti ini sudah barang pasti berkonsekuensi, 
minimal saling singgung. Sebab strategi, metode dan teknik interaksi 
masing-masing agama dan para pemeluknya bahkan dalam kalangan suatu 
agama dan para pemeluknya, sangat mungkin terjadi perbedaan baik 
secara prinsip maupun non-prinsip," jelas Syaykh Panji Guminga.

Ini bermakna, dapat kita lihat bahwa individu-individu itu dalam 
beragama memungkinkan dapat menggunakan agama sebagai kekuatan yang 
mempersatukan dan sebaliknya juga dapat menggunakannya sebagai 
pencerai-beraian, yang mengakibatkan timbulnya konflik.

Aplikasi Toleransi

Pertanyaan kepada setiap diri individu penganut agama, bagaimana dia 
mengaplikasikan ajaran agama yang dianutnya. Apakah menjadi kekuatan 
yang mempersatukan atau sebaliknya menjadi kekuatan yang mencerai-
beraikan? Dalam konteks ini, Syaykh Al-Zaytun selalu menyuarakan dan 
mengaplikasikan pesan lainnya terkandung dalam Q.S. 3 (Ali Imraan) 
Ayat 103 : „Dan bepegang teguhlah kamu kepada agama Allah dan 
janganlah kamu bercerai-berai."

Salah satu contoh aplikasi nyata, Hari sabtu 31 Juli 2004, kami 
menyaksikan sebuah prosesi toleransi dan perdamaian nyata di Al-
Zaytun. Suatu prosesi persahabatan monumental, pertama kali, telah 
terjadi dalam sejarah kehidupan keberagamaan di Indonesia."

Sebuah peristiwa aplikasi toleransi nyata terjadi di sebuah pondok 
pesantren di Indonesia, sejumlah umat Kristen dan umat Islam 
berkumpul bersama, saling mendoakan, makan bersama, berolah-raga 
bersama, bahkan bernyanyi sambil bergandengan tangan untuk 
menyatakan bahwa mereka adalah satu kasih, bersahabat dan bersaudara.

Mereka berjumpa dan bersuka-cita membuka hati dalam kebersamaan dan 
persaudaraan tanpa melihat perbedaan. Mereka saling memberi dan 
saling mendoakan sesuai iman dan kepercayaan masing-masing.

Hari itu, laksana satelit mengorbit memancarkan sinyal pesan damai 
dan toleransi ke seluruh penjuru bumi. Syaykh AS Panji Gumilang dan 
segenap eksponen, gurum karyawan, dan santri Al-Zaytun menyambut 
hangat dan mesra kedangan Pdt Rudolf Andreas Tendean, Ketua Majelis 
Jemaat Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Koinonia 
Jakarta, bersama rombongan jamaat sebanyak kurang lebih 200 orang.

Al-Zaytun membuktikan memang benar-benar di-setting sebagai 
laboratorium toleransi dan perdamaian. Para pendiri, eksponen, guru 
dan segenap santri dipersiapkan menjadi teladan dalam aplikasi 
toleransi dan persaudaraan tanpa memandang latar belakang dan 
perbedaan lainnya. Mereka menghendaki bangsa Indonesia bangkit dalam 
zona damai dan demokrasi (zone of peace and democracy).

Mereka bekehendak kuat mengimplementasikan cita-cita para pendiri 
bangsa untuk bangkitnya sebuah bangsa besar dan negara besar, 
Republik Indonesia, yang bertujuan : Pertama, melindungi segenap 
bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia ; Kedua, memajukan 
kesejahteraan umum; Ketiga, mencerdaskan kehidupan berbangsa; dan 
keempat, ikut serta menjamin perdamaian dunia yang adil dan beradab.

Sementara, bila kita berkaca pada kondisi riil Indonesia kini, 
agaknya masih sangat tidak memadai untuk mengklaim diri bahwa kita 
telah mewujudkan kerinduan para founding fathers itu, sebagai bangsa 
besar. Bahkan ironisnya, pertanyaan yang pantas mengemuka justru : 
Mampukah bangsa Indonesia mempertahankan eksistensinya?

Syaykh Al-Zaytun berprinsip teguh bahwa jawaban utama ada dalam 
bidang pendidikan. Dan, tampaknya itulah yang ingin dijawab oleh Al-
Zaytun yang kini tengah menapaki langkah menjadi pilar dan simbul 
kekuatan kebangkitan peradaban bangsa ini.


(Footnotes) 
1. Zone of Peace and Democracy, Wawancara Wartawan Tokoh Indonesia 
dengan Syaykh Panji Gumilang, Kamis malam 19 Februari 2004. 
2. Pelopor Pendidikan Terpadu, Tokoh Utama Majalah Tokoh Indonesia 
Edisi 08. 
3. Sambutan pada acara penganugerahanDoctor Of Managemen in 
Education anda Human Resources Development dari International 
Management Centres Association (IMCA) Buckingham, United Kingdom & 
Revans University, The University of Action Learning at Boulder 
Colorado, Unite States of America kepada Abdussalam Panji Gumilang – 
Syaykh Al-Zaytun, di Kampus Al-Zaytun, Sabtu, 24 Mei 2003M -23 
Rabi'al-Awwal 1424H 
4. Syaykh Abdussalam Panji Gumilang, Toleransi Akidah dalam 
Beragama, Khotbah Idul-Fitri 1424H/2003M di Al-Zaytun, pada tanggal 
1 Syawal 1424H / 25 November 2003M 
5. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Wahyu di Langit Wahyu di Bumi 
Doktrin dan Peradaban Isalam di Panggung Sejarah, Paramadina Cetakan 
I, 2003 
6. Al-Zaytun Pancarkan Toleransi, Majalah Tokoh Indonesia, Edisi 
Khusus, Volume 18

(Sumber Majalah Berita Indonesia – 18/ 2006)
NB. BILA ADA YG BERMINAT ARTIKEL INI DLM BENTUK FORMAT MS WORD, 
SILAHKAN EMAIL KE [EMAIL PROTECTED]









Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke