*The Pope's Evil Legend : Mohammed's Sword*
*Oleh : Redaksi <http://swaramuslim.net/> 09 Oct 2006 - 4:55 am*

Uri Avnery <http://www.avnery-news.co.il/>
[image: image] [image: image]Mengapa Paus Benediktus XVI mengutip kata-kata
tersebut di depan umum? Dan mengapa sekarang?

Sejak masa ketika para kaisar Romawi menjadikan orang-orang Kristen mangsa
singa-singa, hubungan para kaisar itu dengan pemimpin-pemimpin Gereja terus
mengalami pasang-surut.

Konstantin yang Agung, yang bertakhta pada 306—pastinya 1700 tahun yang
lalu—mendukung Kristen sebagai agama yang dipraktikkan di imperium tersebut,
yang termasuk di dalamnya wilayah Palestina. Berabad-abad kemudian, Gereja
pun terbelah menjadi Timur (Ortodoks) dan Barat (Katolik). Di Barat, Uskup
Roma, yang mendapat gelar Paus, menuntut sang kaisar untuk menerima
superioritasnya.

Konflik antara para kaisar dan para paus memainkan peranan sentral dalam
sejarah Eropa serta menciptakan polarisasi masyarakat. Konflik tersebut pun
mengalami pasang dan surutnya. Beberapa kaisar menolak otoritas atau
mengucilkan seorang paus sementara beberapa paus juga menolak otoritas atau
mengutuk seorang kaisar. Salah seorang kaisar, Henry IV, sampai harus
"berjalan ke Canossa" (sebuah desa di pegunungan Apennine, bagian utara
Italia—penerj.) dan berdiri di atas salju dengan bertelanjang kaki selama
tiga hari di depan Kastil sang Paus (yang dimaksud adalah Paus Gregory
VII—penerj.) hingga Paus memutuskan untuk membatalkan kutukannya.

Namun, juga terdapat periode ketika para kaisar dan paus bergandengan tangan
dalam keharmonisan. Dan hari ini, kita menyaksikan sebuah periode seperti
itu. Antara Paus Benediktus XVI dan sang Kaisar George Bush II, terjadi
keharmonisan yang menakjubkan. Kuliah sang Paus beberapa waktu yang lalu,
yang memicu kontroversi di seluruh dunia, tampaknya seiring jalan
dengan " *perang
salib" ala Bush melawan "Islamofasisme*", dalam konteks "*clash of
civilizations*".

Dalam kuliahnya pada sebuah universitas di Jerman, Paus yang ke-265 ini
memaparkan apa yang ia lihat sebagai sebuah "perbedaan besar" antara Kristen
dan Islam: Kristen didasarkan atas akal sedangkan Islam menolak akal;
Kristen memahami logika dari tindakan-tindakan Tuhan sementara Islam
mengingkari bahwa terdapat sejenis logika di dalam tindakan-tindakan Allah.

Sebagai seorang Yahudi ateis, saya tidak bermaksud untuk memasuki perdebatan
ini. Adalah di luar kemampuan saya untuk memahami apa yang dimaksud dengan
logika oleh Paus. Namun, saya tidak dapat melewatkan satu bagian yang
menjadi perhatian saya sebagai seorang Israel yang hidup dekat dengan
inkonsistensi "perang peradaban" ini.

Untuk membuktikan bahwa Islam tidak menghargai akal, Paus menyatakan bahwa
Nabi Muhammad memerintahkan para pengikutnya untuk menyebarkan agama mereka
melalui jalan pedang. Menurut Paus, hal tersebut tidaklah rasional karena
iman lahir dari dalam jiwa, bukan dari tubuh. Bagaimana pedang dapat
mempengaruhi jiwa?

Untuk mendukung pendapatnya ini, Paus mengutip—dari banyak kutipan yang
mungkin—seorang kaisar Byzantium, yang tentu saja merupakan rival Gereja
Timur (Ortodoks). Pada akhir abad ke-14, sang kaisar tersebut, Manuel II
Palaeologus bercerita tentang sebuah perdebatan—peristiwa ini diragukan
pernah terjadi—antara dirinya dengan seorang ulama Muslim asal Persia yang
namanya tidak disebutkan. Di tengah panasnya perdebatan tersebut, sang
kaisar (berdasarkan ceritanya sendiri) mengucapkan kata-kata berikut kepada
lawan debatnya tersebut.

[image: image]*"Tunjukkan kepadaku ajaran baru yang Muhammad bawa, dan pasti
kamu tidak akan mendapatkan apa pun kecuali hal-hal yang jahat dan
anti-kemanusiaan, seperti perintahnya untuk menyebarkan apa yang dia
sampaikan melalui pedang." *



Perkataan di atas memunculkan tiga pertanyaan: [a] kenapa sang kaisar
berkata seperti itu; [b] apakah perkataan itu benar adanya; dan [c] mengapa
Paus mengutip perkataan itu.

[image: image] Ketika menuliskan risalah di atas, Manuel II adalah kaisar
dari sebuah imperium yang sedang sekarat. Dia bertakhta pada 1391, ketika
hanya segelintir propinsi yang tersisa dari imperium sebelumnya.
Propinsi-propinsi yang masih tersisa ini pun pada masanya berada di bawah
ancaman Turki.

Pada masa itu, kekuasaan Turki Utsmani telah mencapai tepi Sungai Danube.
Mereka telah menaklukkan Bulgaria dan bagian utara Yunani, dan telah dua
kali mengalahkan pasukan bantuan yang dikirim Eropa untuk menyelamatkan
Imperium Timur. Pada 29 Mei 1453, hanya beberapa tahun setelah Manuel
mangkat, ibukota imperiumnya, Konstantinopel (kini Istanbul), jatuh ke
tangan orang-orang Turki. Inilah akhir dari sebuah imperium yang telah
berkuasa selama lebih daripada ribuan tahun.

Selama berkuasa, Manuel banyak mengunjungi ibukota-ibukota Eropa dalam
upayanya untuk memobilisasi dukungan. Dia berjanji untuk mempersatukan
kembali gereja. Tidak diragukan lagi bahwa Manuel menuliskan risalah
keagamaannya itu dalam upaya untuk memprovokasi negara-negara Kristen agar
melawan Turki dan meyakinkan mereka untuk memulai kembali sebuah perang
salib yang baru. Tujuannya amatlah pragmatis dan teologi datang untuk
melayani kepentingan politik.

[image: image]Dalam hal ini, tampaknya kutipan (yang dikutip Paus) tersebut
benar-benar melayani kepentingan sang Kaisar modern kini, George Bush II.
Bukankah Bush juga hendak mempersatukan kembali dunia Kristen untuk melawan
"Poros Setan" Muslim. Lebih jauh, bukankah Turki lagi-lagi mengetuk pintu
Eropa meski kali ini secara damai. Sudah umum diketahui bahwa Paus Benedik
XVI mendukung kekuatan-kekuatan yang berkeberatan dengan masuknya Turki ke
dalam Uni Eropa.

Lalu, apakah ada kebenaran dalam argumen Manuel?

Paus sendiri menyampaikan sebuah kata yang patut diperhatikan. Sebagai
seorang teolog yang serius dan ternama, dia semestinya tidak berupaya untuk
memfalsifikasi teks-teks tertulis. Karenanya, dia mengakui bahwa al-Quran
secara khusus melarang penyebaran keyakinan dengan kekuatan. Dia mengutip
Surah kedua (al-Baqarah—penerj.) yang berkata: Tidak ada paksaan dalam
persoalan keyakinan.

Bagaimana mungkin seseorang dapat mengabaikan sebuah pernyataan yang sangat
eksplisit tersebut? Paus dengan mudahnya berpendapat bahwa perintah dalam
ayat tersebut diabaikan sang Nabi pada permulaan karirnya, yakni ketika
masih lemah, tetapi kemudian sang Nabi memerintahkan penggunaan pedang untuk
menyebarkan keyakinan tersebut (Islam). Namun demikian, sebuah perintah
seperti itu tidaklah pernah ada di dalam al-Quran. Memang Muhammad
menyerukan penggunaan kekuatan dalam perang melawan suku-suku Arab yang
membangkang—Kristen, Yahudi, dan suku-suku lainnya—ketika tengah membangun
negaranya. Namun, hal itu adalah tindakan politik dan bukan tindakan
religius; yang pada dasarnya hanyalah sebuah perjuangan untuk mempertahankan
wilayah, bukan untuk menyebarkan keyakinan.

Yesus berkata, "Dari buahnyalah (perbuatan) kamu akan mengenal mereka."
(Matius 7:15—penerj.) Perlakuan Islam terhadap agama-agama lain haruslah
ditimbang melalui sebuah tes yang sederhana: bagaimanakah penguasa-penguasa
Muslim berperilaku selama lebih daripada seribu tahun ketika mereka memiliki
kuasa untuk "menyebarkan keyakinan dengan jalan pedang".

Jelasnya, mereka tidak melakukan hal itu (menyebarkan Islam dengan
kekuatan—penerj.).

Selama beberapa abad, Muslim menguasai Yunani. Apakah orang-orang Yunani
menjadi Muslim? Apakah seseorang ketika itu berusaha mengislamkan mereka?
Sebaliknya, bukankah banyak orang Yunani Kristen, pada saat itu, menjabat
posisi-posisi tinggi di pemerintahan Utsmani. Bangsa Bulgaria, Serbia,
Rumania, Hungaria, dan bangsa Eropa lainnya hidup di bawah pemerintahan
Utsmani pada satu dan lain waktu dengan tetap memeluk iman Kristen mereka.
Tak ada seorang pun yang memaksa mereka untuk menjadi Muslim dan mereka
semua tetaplah para penganut Kristen yang taat.

Memang benar bangsa Albania memeluk Islam dan demikian juga bangsa Bosnia.
Namun, tak seorang pun menyatakan bahwa mereka melakukan ini di bawah
tekanan. Mereka mengadopsi Islam agar disukai pemerintahan saat itu dan
kemudian memperoleh keuntungannya.

Pada 1099, Pasukan Salib menaklukkan Yerusalem dan membantai warganya yang
Muslim dan Yahudi atas nama kasih Yesus. Pada saat itu, selama 400 tahun di
bawah pendudukan Muslim, Kristen di Palestina tetaplah mayoritas. Sepanjang
periode tersebut, tidak pernah ada upaya untuk memaksakan Islam terhadap
mereka. Terkecuali setelah pengusiran Pasukan Salib dari Palestina, maka
mayoritas penduduk wilayah itu mulai mengadopsi bahasa Arab dan keyakinan
Muslim—dan merekalah leluhur sebagian besar bangsa Palestina sekarang.

Demikian pula, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya upaya untuk
memaksakan Islam terhadap Yahudi. Sebagaimana banyak diketahui, di bawah
pemerintahan Muslim, Yahudi Spanyol menikmati suasana kondusif yang tidak
pernah mereka nikmati di tempat mana pun hingga masa kita. Para penyair
Yahudi seperti Yehuda Halevy menulis dalam bahasa Arab, dan demikian juga
Maimonides yang agung. Pada pemerintahan Muslim di Spanyol, Yahudi adalah
para menteri, penyair, dan saintis. Di Toledo, para sarjana Kristen, Yahudi,
dan Muslim bekerja sama dalam menerjemahkan teks-teks filsafat dan sains
Yunani kuno. Inilah yang disebut "Zaman Keemasan". Bagaimana mungkin hal ini
terjadi sekiranya Nabi memerintahkan "penyebaran keyakinan dengan pedang"?

Apa yang terjadi setelah itu jauh lebih jelas. Ketika merebut kembali
Spanyol dari tangan Muslim, Katolik menciptakan rezim teror keagamaan.
Yahudi dan Muslim dihadapkan pada sebuah pilihan yang kejam: menjadi
Kristen, dibantai, atau pergi. Dan ke manakah ratusan ribu Yahudi, yang
menolak untuk menanggalkan iman mereka, berlindung? Sebagian besar dari
mereka disambut dengan tangan terbuka di negeri-negeri Muslim. Yahudi
Sephardi (Spanyol) hidup di seluruh dunia Muslim, dari Maroko di Barat
hingga Irak di Timur, dari Bulgaria (yang kemudian menjadi bagian dari
Khilafah Utsmani) di utara hingga Sudan di selatan. Itulah tempat-tempat di
mana mereka tidak dibantai. Mereka (yang hidup di negeri-negeri Muslim) sama
sekali tidak mengenal siksaan-siksaan model Inkuisisi, auto-da-fe,
pembantaian massal, dan pengusiran-massal, yang terjadi di hampir seluruh
negeri Kristen, hingga terjadinya peristiwa Holocaust.

Mengapa? Karena Islam secara jelas melarang setiap penindasan atas "ahlul
kitab". Dalam masyarakat Islam, sebuah tempat khusus akan disiapkan bagi
Yahudi dan Kristen. Mereka menikmati hak-hak yang hampir sama dengan
penduduk Muslim. Mereka harus membayar pajak khusus (jizyah—penerj.) tetapi
dikecualikan dari wajib militer—suatu perjanjian yang disambut hangat warga
Yahudi. Dikabarkan bahwa para penguasa Muslim enggan mengajak Yahudi untuk
menjadi Muslim bahkan dengan bujukan yang paling lembut sekalipun karena hal
itu akan berbuntut pada hilangnya pemasukan negara dari pajak.

Setiap Yahudi jujur yang mengetahui sejarah bangsanya pasti akan merasakan
apresiasi yang dalam kepada Islam, yang telah melindungi Yahudi selama lima
puluh generasi sedangkan dunia Kristen justru membantai Yahudi dan berusaha
berkali-kali memaksa mereka menanggalkan iman mereka dengan "jalan pedang".

Kisah tentang "penyebaran iman dengan pedang" adalah sebuah legenda jahat,
salah satu mitos yang tumbuh di Eropa selama perang-perang besar melawan
Muslim—penaklukan Spanyol oleh Kristen, Perang-perang Salib, dan pengusiran
orang-orang Turki, yang hampir menguasai Wina. Saya mencurigai bahwa sang
Paus dari Jerman ini pun begitu jujur sehingga percaya kepada omong kosong
ini. Ini berarti bahwa pemimpin dunia Katolik, yang merupakan seorang teolog
Kristen, tampaknya tidak berupaya untuk mengkaji sejarah agama-agama lain.

Mengapa dia melontarkan kata-kata tersebut di depan umum? Dan mengapa
sekarang?

Tampaknya kita tidak memiliki pilihan lain kecuali memandangnya dari sudut
pandang "Perang Salib Baru" ala Bush dan para pendukung evangelisnya, dengan
slogan-slogan "Islamofasisme" dan "perang global melawan teror"—ketika
"terorisme" telah menjadi sebuah sinonim bagi Muslim. Bagi para pendukung
Bush, inilah upaya sinis guna menjustifikasi dominasi atas sumber-sumber
minyak dunia. Bukan untuk pertama kalinya dalam sejarah, sebuah jubah agama
dibentangkan untuk menutupi ketelanjangan kepentingan-kepentingan ekonomi
dan bukan untuk pertama kalinya, sebuah ekspedisi para pencoleng menjadi
sebuah Perang Salib.

Pidato Paus merupakan bagian dari upaya ini. Lalu, siapakah yang dapat
meramalkan akibat-akibatnya yang menyedihkan?

*Uri Avnery* <http://www.avnery-news.co.il/> adalah seorang penulis dan
aktivis Israel. Dia merupakan pemimpin gerakan perdamaian Israel, "Gush
Shalom". http://zope.gush-shalom.org/home/en

Diterjemahkan oleh: Irman Abdurrahman dan Arif Mulyadi (Staff Redaksi
al-Huda/icc- jakarta.com )
Artikel Asli :
The Pope's Evil Legend : Mohammed's
Sword<http://www.d-n-i.net/fcs/pope_evil_legend.htm>
[image: image]


[Non-text portions of this message have been removed]





Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke