----- Original Message ----- 
From: Muhammad Shalahuddin 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Saturday, August 25, 2007 12:13 PM
Subject: [pantau-komunitas] Informasi: Kekerasan di Cairo


Rekan-rekan semua yang saya hormati,

Kondisi Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) saat ini sedang resah. 
Masalahnya soal kekerasan. Sudah bertahun-tahun ada oknum-oknum tertentu yang 
suka menyelesaikan permasalahan dengan kekerasan. 

Menjelang HUT RI ke-62, ada tiga kasus kekerasan yang mencuat ke permukaan. 
Bisa jadi, yang di bawah permukaan lebih banyak. Memang dalam beberapa kasus 
terakhir ini, tidak ada korban luka serius. Tetapi kejadian yang terus-menerus 
seperti melanjutkan suasana teror di kalangan mahasiswa. 

Yang paling disesalkan mahasiswa tentunya pihak KBRI Cairo. Dari dulu mereka 
terkesan membiarkan kekerasan terjadi tanpa tindakan tegas. Bahkan sepertinya 
mereka melindungi para pelaku kekerasan. Contoh nyatanya terlihat dalam kasus 
terakhir, pada 15 Agustus lalu, atau dua hari sebelum perayaan HUT RI ke-62. 
Saat itu, sekelompok oknum menyerang kantor salah satu buletin mahasiswa karena 
memuat editorial perlunya menegakkan perdamaian dalam penyelesaian konflik 
kecil. Tulisan itu dipicu oleh kasus-kasus aksi kekerasan, termasuk pemukulan 
pemain di lapangan bola dalam rangkaian acara peringatan HUT RI yang digelar 
KBRI Cairo. Sebelumnya, pihak KBRI pun setelah melihat kekisruhan pada acara 
yang mereka adakan, ber"gembar-gembor" akan langsung menindak tegas para pelaku 
kekerasan di kemudian hari dengan memulangkannya ke Indonesia. 

Tapi dalam kasus penyerangan buletin mahasiswa, KBRI justru membuat keputusan 
yang sangat tidak masuk akal. Ceritanya, KBRI setelah menerima laporan 
penyerangan dan melihat bukti-bukti kekerasan termasuk korban luka-luka dari 
pihak buletin, berkata akan segera mempertemukan pihak buletin dan oknum untuk 
menurunkan sanksi. Keesokan harinya (16/8), sesuai janji, pihak buletin 
dipertemukan dengan oknum. Namun ternyata yang turun bukan sanksi terhadap 
oknum pelaku kekerasan, melainkan justru peringatan berupa pernyataan "tidak 
akan melakukan perbuatan tercela di kemudian hari" yang harus ditanda-tangani 
kedua belah pihak! 

Massa bergejolak. Dinamika terancam. Pers sakit. Kontan saja, reaksi balik dari 
para simpatisan korban membawa mereka berdemonstrasi di KBRI Cairo tepat pada 
acara Malam Gembira peringatan HUT RI ke-62 (18 Agustus). Lebih 500 orang 
demonstran menuntut ketegasan pihak KBRI. Ini bisa jadi adalah penggerakan 
massa terbesar dalam sejarah dinamika Masisir, yang disaksikan oleh para 
hadirin, termasuk tamu undangan dari luar negeri. 

Aneh lagi-lagi aneh. Menyikapi masalah yang semakin memanas, ternyata KBRI 
masih terus melakukan kesalahan-kesalahan yang makin membuat mahasiswa tidak 
percaya: 

Untuk mengatasi masalah ini, KBRI secara terburu-buru meminta bantuan State 
Security Mesir (Badan Keamanan Negara yang paling berwenang di Mesir). Ini 
menunjukkan lemahnya KBRI dalam menyelesaikan konflik internal warganya, dan 
justru seperti menjual wajah bangsa pada orang lain. Bahkan, pihak State 
Security sendiri dalam pernyataannya kepada aktivis sangat menyayangkan 
kegegabahan pihak KBRI. "Mengapa kami harus tahu, dan bahkan kini harus masuk 
ke dalam permasalahan kalian?" Demikian tuturnya. 

Masalah terus berlanjut. KBRI yang tertekan kini ganti mencari mangsa. Bukannya 
mendengarkan tuntutan simpatisan korban, kini KBRI coba mengalihkan masalah 
dengan menebar opini bahwa aksi para simpatisan pada Malam Gembira telah 
mencoreng nama bangsa. 

Selain itu, sebelumnya pada 17 Agustus para simpatisan melakukan aksi upacara 
tanpa bendera di sebuah lapangan sewaan. KBRI kemudian juga -melalui isu yang 
disebar- menilai kegiatan ini berbau makar.

Secara konspiratif, beberapa pihak oknum (pelaku kekerasan) yang tidak senang 
dengan aksi simpatisan korban langsung mendukung opini KBRI! Para simpatisan 
kini diserang balik. Semacam adu domba -mahasiswa lawan mahasiswa- oleh pihak 
KBRI. 

Sudah lebih satu minggu kasus ini bergulir. Penyelesaian tampaknya masih kabur. 
Dinamika mahasiswa berada pada titik jenuh. Para aktivis -yang merupakan 
penerus generasi pendahulunya di mana mereka turut memperjuangkan kemerdekaan 
Indonesia sehingga Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan 
republik kita- kini menunduk capai bercampur geram. Polisi dan agen-agen State 
Security yang selalu tampak bersiaga di daerah pemukiman mahasiswa Indonesia 
membuat suasana tambah lesu. Integritas bangsa yang sudah goyah tampak semakin 
rapuh dari kaca mata para aktivis di Kairo. Semua itu, tidak ada yang peduli. 

Demikian informasi "menyedihkan" dari Cairo. Mohon rekan-rekan turut memberikan 
kontribusi dukungan moril kepada para aktivis. Jaya selalu Indonesiaku!

Tabik,

Muhammad Shalahuddin
Mahasiswa Universitas Al Azhar Cairo, salah seorang simpatisan korban kekerasan
Selama ini aktif membantu pengembangan jurnalisme lokal di Cairo
Kontak email pribadi: [EMAIL PROTECTED]
Kontak SMS/Telepon: + 20 10 867 1589 

P.S. : Mohon kepada rekan-rekan untuk membantu mengangkat masalah ini. Saat 
ini, para simpatisan sudah meluncurkan website: www.antikekerasan.org 

 


--------------------------------------------------------------------------------


No virus found in this incoming message.
Checked by AVG Free Edition. 
Version: 7.5.484 / Virus Database: 269.12.6/971 - Release Date: 8/24/2007 2:59 
PM

Kirim email ke