Ya, dalam banyak hal di bawah ini, saya sepakat dengan Anda. Memang kedokteran 
(khususnya neurologi) masih punya banyak pekerjaan rumah. 

Btw, CBT adalah perpaduan antara cognitive (yang basisnya psikologi evolusi) 
karena mengkaji domain-domain yang ada pada struktur otak serta hubungan 
antardomain tersebut, dengan behaviorisme yang sangat menekankan pentingnya 
faktor lingkungan. Ini adalah upaya mencairkan kebuntuan di antara kedua 
disiplin itu. 

Dalam praktiknya, aspek behavioral banyak dibatasi oleh aspek kognitif, dalam 
arti, apa yang secara kognitif tak punya domain di otak mustahil dapat terwujud 
dalam perilaku. Namun, ketika muncul juga suatu perilaku di luar domain yang 
ada, seperti kompulsi atau kleptomani, maka pendekatan behaviorisme bisa lebih 
luwes mengungkap persoalan.

Take care, Maria.

manneke

-----Original Message-----

> Date: Thu Mar 15 00:57:08 PDT 2007
> From: "GAYa NUSANTARA" <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: Re: [mediacare] Re: Sorry, Manneke -
> To: mediacare@yahoogroups.com
>
> waduh ini enaknya kalo ketemu Pak Manneke, sekalin dapet pencerahan, 
> lumayantambah teman, tambah ilmu. 
> 
> Memang harus aku akui juga kalau kepribadian erat hubungannya dengan genetik 
> dalam keluarga seseorang (meski bukan berarti penentu utama) dan sering kasus 
> yang berhubungan dengan perilaku (seperti kleptomania dan kompulsi) 
> diselesaikannya justru dengan CBT/cognitive behavioral therapy. 
> 
> Hanya saja saya pun sering mendengar bahamana kemudian banyak orang yang 
> mempelajari ilmu kedokteran (termasuk orang-orang  yang menganut psikologi 
> klinis) merasa semua dapat diselesaikan dengan otak dan genetika, termasuk 
> masalah kemiskinan, penjarahan dan perang, tanpa mempertimbangkan segi-segi 
> sosial dan politik. Kada jadi bete aja kalo dah ketemu dengan yang kaya gitu.
> 
> hehehehe Pak, jangan bosen ngajarin en ngingetin aku lho ya...
> 
> maria
> GAYa NUSANTARA
> Mojo Kidul I # 11A
> Surabaya 60285
> East Java-Indonesia
> 
> Phone/fax: + 62 31 591 4668
>   ----- Original Message ----- 
>   From: manneke 
>   To: mediacare@yahoogroups.com 
>   Sent: Thursday, March 15, 2007 1:04 PM
>   Subject: [mediacare] Re: Sorry, Manneke -
> 
> 
> 
>   Waduh, ini ternyata Maria toh? Saya juga minta maaf kalo gitu. Soal 
> pendekatan genetik yang sangat deterministik itu, itu adalah warisan Darwin 
> dari akhir abad ke 19. Sekarang, bahkan paea ahli biologi evolusi pun tak 
> percaya bahwa gen berperan dengan cara sedeterministik itu. Ilmunya 
> berkembang terus, karena banyaknya temuan setiap tahunnya tentang tubuh 
> manusia. 
> 
>   Kita katakan saja bahwa penentu perilaku manusia adalah hasil dari 
> negosiasi antara gen sebagai pemberi potensi, otak sebagai pengolah 
> informasi, tubuh sebagai pelaksana, dan lingkungan sebagai pemantik. Semuanya 
> memainkan faktor penting, dan tindakan yang diambil salah satu pihak tersebut 
> sudah bisa mempengaruhi tindakan pihak-pihak lain. Hasilnya dalam bentuk 
> perilaku tak pernah dapat diprediksi secara tepat. Jadi, tak perlu khawatir 
> dengan evolusi dan teori genetikanya.
> 
>   Tak sangka kita jumpa di mediacare. Salam,
> 
>   manneke
> 
>   -----Original Message-----
> 
>   > Date: Wed Mar 14 19:47:20 PDT 2007
>   > From: "GAYa NUSANTARA" <[EMAIL PROTECTED]>
>   > Subject: Sorry, Manneke - Re: [mediacare] Re: Serem
>   > To: mediacare@yahoogroups.com
>   >
>   > Wah sorry Manneke, berarti aku orangnya ge-eran hehehehe....
>   > 
>   > salah satu yang membatalkan niatku masuk dunia kedukteran dan banting 
> setir ke dunia psikologi adalah kecenderungan melihat masalah, bahkan masalah 
> sosial dapat diselesaikan dari gen, otak dan DNA. Kenapa seseorang jadi 
> kejam, karena ada gen-nya, sudah tertanam dalam otak. Saya hanya punya 
> kecenderungan berusaha melihat manusia sebisa mungkin tidak hanya dari gen, 
> otak dan DNA saja (meski dalam ilmu psikologi ada ilmu klinis yang juga 
> melihat otak sebagai inti dasar perilaku).
>   > 
>   > Anyway, aku tetap saja senang bahwa email saya ditanggapi, minimal saya 
> tidak sedang ngomong sendirian, terima kasih sekali lagi...
>   > 
>   > maria
>   > GAYa NUSANTARA
>   > Mojo Kidul I # 11A
>   > Surabaya 60285
>   > East Java-Indonesia
>   > 
>   > Phone/fax: + 62 31 591 4668
>   > 
>   > 
>   > ----- Original Message -----
>   > From: manneke
>   > To: mediacare@yahoogroups.com
>   > Sent: Wednesday, March 14, 2007 2:05 PM
>   > Subject: [mediacare] Re: Serem
>   > 
>   > 
>   > 
>   > Hmm...tampaknya Anda salah paham. Saya bukan mengomentari tulisan Anda, 
> melainkan posting di paling bawah dari Sdr. Ati Gustiati, yang Anda tanggapi. 
> Yang saya lakukan adalah melanjutkan rantai tanggapan yang sudah Anda mulai.
>   > 
>   > Dalam tulisan itu disebut bahwa ada narasumber bernama Taufik Nasihun, 
> Dekan FK Universitas Islam Sultan Agung. Tapi, lepas dari itu semua, apa sih 
> hubungannya dengan gen, otak dan DNA?
>   > 
>   > manneke
>   > 
>   > -----Original Message-----
>   > 
>   > > Date: Tue Mar 13 20:50:17 PDT 2007
>   > > From: "GAYa NUSANTARA" <[EMAIL PROTECTED]>
>   > > Subject: Re: [mediacare] Re: Serem
>   > > To: mediacare@yahoogroups.com
>   > >
>   > > Perlu dipertanyakan juga zaman edan itu yang seperti apa? Menurut saya 
> kalau menyikapi segala sesuatu dengan kacamata yang mempertahankan 
> nilai-nilai dan norma yang perlu di up-date dan tidak bisa terbuka pada 
> perubahan lingkungan, mungkin kita bukan masuk zaman edan, namun zaman purba.
>   > >
>   > > Saya senang ada yang memberikan reaksi pada pemikiran saya, meski 
> bersebrangan. Jadi saya nggak cuma onani pikiran (maaf kalau istilahnya nggak 
> enak untuk sebagian orang, karena saya belum menemukan kata yang mampu 
> mengekspresikan sama dengan kata itu), ada yang mau merespon.
>   > >
>   > > Kalaupun pemikiran saya dianggap edan, saya merasa tidak, karena saya 
> tidak menyarankan anak kecil dibekali kondom, namun perempuan yang sudah 
> mengalami menstruasi perlu tidak sekedar dibekali pengetahuan bagaimana 
> membersihkan diri saja dan konsekuensi dari perilaku seksnya, namun juga 
> perlu tahu apa haknya atas tubuhnya. Bahwa seks itu sendiri adalah kenikmatan 
> tidak bisa dipungkiri, lalu buat pada dibohongi apalagi ditakut-takuti, 
> perempuan tidak perlu takut dengan hasratnya, namun dia harus tahu kenapa 
> hasrat itu muncul dan bagaimana itu berhubungan dengan menstruasinya. Kalau 
> dia sudah paham, maka dia sudah bisa berdiskusi untuk mengetahui hak atas 
> tubuhnya, bagaimana dia ingin menghargai tubuhnya, dengan siapakah dia akan 
> berbagi kenikmatan seksnya serta semua konsekuensinya termasuk aborsi dan 
> segala konsekuensinya, bahwa dia pun punya hak atas kenikmatan itu dan kenapa 
> seks yang lebih aman dengan menggunakan kondom itu penting bagi keselamatan 
> nyawa dan tu bu!
 h d!
>   ia!
>   > serta hak tawar dalam menikmati tubuh serta seksualitasnya. Bukan dengan 
> memberangus kenyamanan tubuh perempuan dan menjadikannya polisi moral dirinya 
> dan laki-laki sekitarnya, kalo begini sih bagi saya seperti Taliban versi 
> baru saja.
>   > >
>   > > nb: mungkin anda salah dengan orang lain, kebetulan saya belum pernah 
> masuk fakultas kedokteran, karena saya (meski menghormati profesi dokter) 
> tidak tertarik menyelesaikan masalah hanya dari seni gen, otak dan DNA, it's 
> just not me. ;0)
>   > >
>   > > GAYa NUSANTARA
>   > > Mojo Kidul I # 11A
>   > > Surabaya 60285
>   > > East Java-Indonesia
>   > >
>   > > Phone/fax: + 62 31 591 4668
> 
> 
> 
>    
> 
> 
> ------------------------------------------------------------------------------
> 
> 
>   No virus found in this incoming message.
>   Checked by AVG Free Edition.
>   Version: 7.5.446 / Virus Database: 268.18.11/722 - Release Date: 3/14/2007 
> 3:38 PM

Kirim email ke