http://batampos.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=25635&Itemid=75

      Kamis, 12 Juli 2007 

      Rekonstruksi Anarkisme Menuju Negara Ideal 
     
      Oleh: Edy Burmansyah*)


      Tak dapat dipungkiri dewasa ini, masih ada sebagian kalangan yang 
beranggapan bahwa anarkisme sama dengan merusak. Pandangan semacam ini perlu 
diluruskan, anarkisme bukanlah hal semacam itu, anarkisme adalah harmoni. Bahwa 
kondisi asali manusia (The state of nature) dalam keadaan damai dan saling 
menghormati, bukan seperti kondisi the state of nature Thomas Hobbes bahwa 
manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bengis, dan selalu mementingkan 
dirinya sendiri. Sebab itu kodisi asalinya adalah perang.


      Dalam tradisi filsafat modern, anarkisme digolongkan dalam aliran 
Korservatisme. Anarkisme berkembang dalam masa paska  revolusi Prancis. Dengan 
tokoh-tokohnya Cabanis (1757-1808), De Biran (1766-1824), Fourier (1772-1837), 
Saint-Simon (1760-1825), dan Proudhon (1809-1865).


      Paskah revolusi, kehidupan Prancis dilalui dengan terror dan darah yang 
berceceran, tapi sebuah cita-cita lama dicapai disana, yakni; penegaskan akan 
kebebasan manusia. Namun demikian revolusi Prancis juga menimbulkan 
kekhawatiran serius terhadap integritas sosial dan dasar-dasar religius bagi 
moralitas manusia.  Berangkat dari ancaman ini maka sekelompok intlektual yang 
mendukung revolusi yang dikenal dengan "kaum sosialis" memandang bahwa revolusi 
sudah sukses menghasilkan kebebasan (liberte), namun persamaan (egalite) dan 
persaudaraan (fratenite) harus diwujudkan melalui re-organisasi sosial.


      Menurut Fourier kebudayaan borjuis-sebagai kebudayaan hasil 
revolusi-cacat kemanusiaan, karena di dalamnya berkuasa egoisme dan kepentingan 
diri yang akan menghancurkan masyarakat. Masyarakat borjuis diciptakan dari 
refresi dan nafsu, sehingga melenyapkan dua nafsu penting untuk kohesi sosial: 
cinta dan kekeluargaan. Akibatnya harmonis  masyarakat terancam runtuh. Fourier 
menghendaki sebuah tatanan masyarakat yang baru, sebuah masyarakat harmoni 
(anarkis). Fourier mencontoh organisasi masyarakat yang disebut 
"Phalanx"-sekelompok orang beranggota 1.500-2.000 orang dengan berbagai 
kemampuan. Dalam kelompok ini setiap individu bebas memilih pekerjaan yang 
disukainya atau meninggalkan yang disukainya. Didalamnya ada kompetisi, tapi 
harmoni tetap dominant, sehingga tak akan ada perang. 


      Anarkisme sebagaimana di cita-citakan oleh pemikiranya pada masa lalu 
akhirnya hanyalah sebuah utopia. Ia tak bisa diadopsi kafah karena setiap 
pemikiran hidup dengan semangat zamannya sendiri (zeit geist),  dan ada bagian  
yang sudah  tidak relevan lagi dalam kontek kekinian. Sebab itu yang dibutuhkan 
hari ini adalah bagaimana mengkontruksi pemikiran anarkisme agar sesuai dengan 
kebutuhan hari ini?


      Untuk merekontruksi anarkisme, maka Anarkisme harus diletakan pada 
pengertiaan awal; anarkisme sebagai harmoni, bukan semata-mata menolak negara. 
Lalu pertanyaannya dapatkan harmoni hidup berdampingan dengan negara? 
Jawabanya, mungkin ya. Tapi negara seperti apa yang dapat hidup berdampingan 
dengan harmoni? Negara yang ideal, negara yang mengayomi masyarakatnya, yang 
tidak banyak campur dalam kehidupan masyarakatnya, negara yang tidak menindas, 
yang mampu membedakan mana kepentingan publik dan yang kepentingan privat. 
Barangkali sebuah negara yang minimal (minimal state), tapi bukan dalam 
pengertian John Locke. 


      Negara yang minimal adalah negara yang tetap mengelola aset-aset public, 
sebagai hak dasar hidup manusia, seperti; air, listrik dan kekayaan alam yang 
terkandung dalam perut bumi. Tapi negara yang juga memberikan kebebasan 
berusaha kepada setiap warganya tanpa perlu membebankan pajak. Pembiayaan 
negara hanya diperoleh dari penghasilan pengelolaan asset-aset publik. Kendati 
demikian negara, tetap bertugas memberikan tunjangan bagi penduduk yang tidak 
mampu bekerja, karena "sama halnya, terkutuklah orang yang tidak perduli pada 
orang yang lemah, demikian pula penguasa negara yang membiarkan orang miskin 
menghadapi keadaan yang tidak menentu. Namun demikian dimana sebenarnya 
tanggung jawab negara untuk memberikan tunjangan kepada masya rakat,  sementara 
masyarakat tidak dibebani pajak oleh negara. Yang patut di catat adalah 
pendapatan negara dari pengelolaan aset-aset publik pada dasarnya adalah 
pendapatan rakyat, sebab itu negara berkewajiban untuk membangikannya kepada 
sebagian kecil masyarakat yang kurang mampu itu.


      Negara semacam ini adalah negara pengatur (regulative state). Negara 
memang tetap memiliki apartus untuk menjalankan roda pemerintahan, ia masih 
punya polisi untuk menjaga tertib sipil, ia masih punya jaksa untuk melakukan 
penuntutan kejahatan, juga pengadilan yang memutuskan kejahatan. Tapi negara 
tidak punya dirjen pajak, tidak punya menteri bidang ekonomi, tidak punya 
pemerintahan dengan kabinet yang gemuk dan susah bergerak. Sebuah negara yang 
menekankan keutamaan sipil dan menjunjung tinggi nilai-nilai humanisme sipil. 
Negara dalam hal ini hanya berfungsi mengatur interaksi antar individu. 
Tindakan negara dilihat sebagai tindakan tidak langsung dan hanya bersifat 
mengatur. 


      Di sinilah letaknya pemikiran anarkisme baru, anarkisme bukanlah paham 
yang menolak negara, ia tetap dapat berdampingan hidup harmonis dengan negara. 
Anarkisme baru adalah anarkisme yang menolak segala bentuk penindasan. 
Penindasan oleh siapa saja, oleh kelompok masyarakat, oleh individu, bahkan 
entitas yang lebih besar seperti negara, maupun system ekonomi neo-liberalisme 
yang menguasai dunia sekarang ini.


      Neo-anarkisme dan Cita-cita Baru
      Anarkisme baru adalah anarkisme yang menolak segala bentuk penindasan dan 
klaim kebenaran oleh sekelompok orang yang dijustifikasi untuk membenarkan 
tindakan kekerasan oleh satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masya rakat 
yang lain. Anarkisme menolak segala bentuk kekerasan dan klaim kebenaran, sebab 
tak seorangpun bisa memonopoli kebenaran, karena orang yang  berbeda mempunyai 
pandangan yang berbeda pula, karena itu diperlukan institusi yang memungkinkan 
mereka untuk bisa hidup bersama secara damai. 


      Konsep neo-anarkisme adalah menciptakan masyarakat yang terbuka, yang  
menjanjikan perbaikan dan reformasi. Ketidak-sempurnaan dapat diperbaiki 
asalkan disadari dan diakui. Karena itu kebebasan berpendapat dan perbedaan 
berpendapat harus diberi peluang untuk melakukan koreksi, karena koreksi akan 
memberikan peluang kepada perbaikan. 


      Konsepsi ini berangkat dari bahwa kesempurnaan itu berada di luar 
jangkauan kita; desain apapun yang kita pilih untuk tata masyarakat kita 
cenderung mempunyai cacat dan kekurangan, karenanya kita harus puas dengan 
terbaik kedua saj yaitu; organisasi social yang kurang sempurna tertapi terbuka 
untuk perbaikan.


      Anarkisme baru tidaklah meluluh mencita-cita model ekonomi barter, 
seperti yang dianggankan Fourier, anarkisme baru perlu mengakui model ekonomi 
saat ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Namun demikian anarkisme 
baru tidak berarti tenggelam dalam model ekonomi sekarang yang cenderung 
menindas, anarkisme harus melalukan perbaikan terhadap ekonomi sekarang atau 
lebih manusiawi dan tidak menindas. 


      D isisi lain juga Anarkisme tidak perlu memaksakan model ekonomi barter  
Fourier, sebab kaum anarkis sesunguhnya sulit keluar jebakan system yang ada 
sekarang. Contoh kaum anakisme ternyata masih merokok Sampoerna yang sahamnya 
dikuasai oleh Philip Moris, menggunakan Celana Jean merek Lea, naik motor 
Honda, TV merek Toshiba, HP Nokia dan sebagainya. Satu-satu yang dapat 
dilakukan adalah mengakui system ekonomi yang ada, sembari mengurangi 
ketergantungan pada produk-produk luar dan mulai menggunakan produksi dalam 
negeri dan secara bertahap memproduksi produk sendiri.


      Pada bagian lain kaum anarkisme baru, harus memformulasi ulang strategi 
perjuangan. Dari strategi ekstra parlementer, againt culture, menuju perjuangan 
advokasi legislasi, melalui inisiasi pembuatan peraturan perundangan-undangan. 
Hanya dengan cara semacam ini negara dapat diminimalisir perananan seperti yang 
dikehendaki oleh kaum anarkisme. Aksi jalanan akan memunculkan gesekan  dengan 
apartus pemerintah yang meminjam kata-kata Berkman "sumber dari kekerasan, 
pembatasan dan koersi". Cuma rekontruksi pemikiran maka anarksime tak lagi 
sekedar utopia, sehingga dapat hadir dan menjadi system makna dan nilai-nilai 
yang dihayati oleh masyarakat.***


      *)Edy Burmansyah, koluminis, tinggal di Batam
     

Kirim email ke