Dear Mbak Yulia, Mungkin Marselli bisa masuk dalam daftar? Coba saja kontak ke IKJ. Berikut artikel di KOMPAS hari ini tentang dia: Senyum Buddha di Borobudur http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0702/01/Sosok/3282558.htm Marselli Sumarno (51), Dekan Fakultas Film dan Televisi (FFTV) Institut Kesenian Jakarta (IKJ), pernah merasakan senyuman dari Sang Buddha. Itu terjadi saat shooting film dokumenter Sang Buddha Bersemayam di Borobudur sekitar tahun 1999. Waktu itu, kata Marselli, sekitar pukul 16.30, dan matahari di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, mulai beranjak terbenam dengan sinar warna kuning. Setelah capek shooting seharian, tiba-tiba awak film menemukan salah satu patung Sang Buddha di stupa terbuka seperti tampak tersenyum. Senyum itu terlihat jelas dari samping kanan yang tertimpa cahaya matahari dari arah depan. "Senyum itu memberi inspirasi, bagaimana menafsirkan pencerahan secara visual," ungkap Marselli, seusai pemutaran film Sang Buddha Bersemayam di Borobudur di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (31/1) sore. Memang, akhirnya film berdurasi 45 menit tersebut ditutup dengan adegan orang-orang yang tersenyum. Senyum itu mengekspresikan rasa syukur atas karunia Tuhan berupa alam semesta dan kehidupan ini. Itu juga salah satu bentuk pencerahan, yaitu memandang kehidupan ini dengan lebih optimis. (iam) --------------------- Borobudur dan Buddha, Refleksi Hidup Damai http://www.kompas. co.id/kompas- cetak/0702/ 01/humaniora/ 3282626.htm
============ ======== Jakarta, Kompas - Candi Borobudur sebagai bagian dari agama Buddha dapat menjadi refleksi dalam membangun kehidupan yang damai. "Dengan melongok ajaran lain, maka kita akan lebih mengenal agama lain. Pengalaman itu dapat disintesiskan dengan ajaran yang dianut dan memunculkan kesadaran baru, terutama dalam dialog antaragama," ujar Marselli Sumarno dalam diskusi dan pemutaran film dokumenter yang ia sutradarai, Sang Buddha Bersemanyam di Borobudur, di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (31/1). Menurut Marselli, dalam pembuatan film tersebut bukan perbedaan yang ia lihat, melainkan persatuan serta adanya pertemuan-pertemuan . Pertemuan tersebut antara lain ajaran kasih atau welas asih yang nyata dalam ajaran Buddha. Pertemuan lain yang diamati ialah betapa setiap agama mempunyai praktik meditasi dengan caranya masing-masing. "Melihat pertemuan-pertemuan tersebut, menjadi sangat penting mengenal agama lain, terlebih lagi di tengah kerapuhan dialog antarumat beragama," ujar Marselli, Dekan Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta (FFTV-IKJ). Budayawan Mudji Sutrisno yang hadir dalam diskusi itu mengatakan, dalam ajaran agama Buddha di Nusantara sudah terjadi inkulturasi. "Ketika religiositas masuk ke sebuah daerah atau lokal, maka yang muncul ialah wajah budaya," ujarnya. Lebih toleran Film yang digarap Marselli ini, menurut Mudji, merangkum antara teks suci dan kontekstualisasi isinya. Tafsiran tentang Borobudur dapat banyak diterjemahkan. "Agama-agama bumi cenderung lebih toleran karena mereka hidup dari bumi dan berutang kepada bumi. Mereka menyatu dengan ekologi dan alam. Sementara dalam agama wahyu terkadang ada yang meminjam wewenang teks kitab suci dengan tafsirannya untuk mengatakan yang paling benar dan keinginan meniadakan yang lain," ujarnya. Marselli melihat Borobudur sebagai buku terbuka tentang ajaran agama Buddha karena begitu banyak makna yang terpahat pada relief-relief patung maupun susunan bentuk lainnya. Melalui film dokumenter yang digarap secara puitis, Marselli ingin menyampaikan rangkuman sejarah candi, peringatan Waisak sekaligus tentang ajaran Buddha, serta apa yang disebut pencerahan dengan benang merah meditasi itu sendiri. Kemasan audio visual berupa film dokumenter ini merupakan sumbangan tafsir artistik atas ajaran Buddhisme lewat keberadaan Candi Borobudur. Film tersebut terutama merekam saat-saat meditasi para pemeluk Buddha. Marselli mengatakan, selain film ini terdapat pula film Mekarnya Agama Buddha di Indonesia, yang menceritakan sejarah agama Buddha di Nusantara. Marselli sebelumnya membuat belasan film dokumenter dan menyutradarai film cerita berjudul Sri pada tahun 1999. (INE) ------------------------ From: Yulia Maroe E-mail: [EMAIL PROTECTED] Dear teman-teman, Mohon masukan dong, siapa saja kritikus/pengamat film/Praktisi yang menurut teman-teman sangat kredibel dalam memberikan analisis sebuah karya film (selain mas Wendo, JB. Christanto, Bre Redana, Didi Petet dan Pak Haji Dedi Mizwar. Kalau gak ngerepotin, boleh minta nomor kontaknya sekalian kah? Dari kalangan wartawan juga boleh lho! Terima kasih banyak sebelumnya. Salam, YULIA MAROE Communications- MARCOMM Dept. PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) Jl. Raya Pejuangan Kebon Jeruk, Jakbar 11530 Tel. : +62-21 530 3550, 530 3540 Ext. 3315 Fax : +62-21 532 7176 E-mail : [EMAIL PROTECTED] __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com