oya sesuatu yang dipaksa itu ya hasilnya terpaksa, kalau yang awalnya "dari pada" ya hasilnya " dari pada juga " ya nggak,?
E-mail dari Budi Tentang > Dear nakita-ers, > > Thanks ya Mama Reza & Lukman atas artikelnya. Setelah saya baca & pahami > artikel dibawah memang sesuatu yang dipaksakan akan ada dampaknya. Mungkin > ini bisa bahan pertimbangan bagi saya dan Rekan Para Ortu lainnya untuk > memaksa anaknya menjadi Anak-2 karbitan. > > Thanks & Best Regard > Ayah Salma > > -----Original Message----- > From: milis-nakita@news.gramedia-majalah.com > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Rosa E. Saad > Sent: Thursday, December 21, 2006 1:24 PM > To: milis-nakita List Member > Subject: [milis-nakita] Balita cepat bisa membaca {05} > > > Dear nakita-ers, > > Membaca email2 ttg Glenn Doman ini, saya jadi inget artikel berikut yg > pernah diposting oleh mbak Indri. > Siapa tahu berguna.... > > Regards, > Mamanya Reza & Lukman > > ANAK-ANAK KARBITAN > Oleh Dewi Utama Faizah*) > > *) Dewi Utama Faizah, bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen > Dikdasmen, Depdiknas, Program Director untuk Institut Pengembangan > Pendidikan Karakter divisi dari Indonesia Heritage Foundation. > > Anak-anak yang digegas > Menjadi cepat mekar > Cepat matang > Cepat layu... > > Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana mana > orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan > yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anak mereka pelayanan > pendidikan yang baik. Taman kanak-kanak pun berdiri dengan berbagai rupa, > di kota hingga ke desa. Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga > bertaburan di berbagai tempat. Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan > ini amat beragam. Mulai dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per > bulannya. Dari kursus yang dapat membuat otak anak cerdas dan pintar > berhitung, cakap berbagai bahasa, hingga fisik kuat dan sehat melalui > kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan saat ini > betul-betul penuh dengan denyut kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan > yang terkadang menguras isi kantung orangtua . > > Captive market I > Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita > amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di intenet dan > lileratur yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak usia > dini, maka kita akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar > penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak usia dini melakukan kesalahan. > Di samping > ketidak patutan yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidaktahuannya! > > Anak-Anak Yang Digegas... > Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap > anak. Di antaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan > intelektual secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib dengan > kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani > akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan > kecakapan-kecakapan akademik dl dalam dan di luar sekolah. > > Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini > terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi > pada seorang anak yang bernama William James Sidis, putra seorang > psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard > College walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang > matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak > jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian ? > James Thurber seorang wartawan terkemuka. pada suatu hari menemukan > seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis. Si > anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat orang banyak berdecak kagum > pada beberapa waktu silam. > > Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi pada > seorang anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, dimana > seorang Ibu yang bemama Aaron Stern telah berhasil melakukan eksperimen > menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif > anaknya sejak si anak masih benapa janin. Baru saja bayi itu lahir ibunya > telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang bayi. Kemudian > diajak berbicara dengan menggunakan bahasa orang dewasa. Setiap saat sang > bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan kosa kata baru. Hasilnya sungguh > mencengangkan! Di usia 1 tahun Edith telah dapat berbicara dengan kalimat > sempurna. Di usia 5 tahun Edith telah menyelesaikan membaca ensiklopedi > Britannica. Usia 6 tahun ia membaca enam buah buku dan Koran New York > Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya > menginjak 15 lahun la menjadi guru matematika di Michigan State > University. Aaron Stem berhasil menjadikan Edith anak > jenius karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga. > Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. > Banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tidak menjadi > sesuatu yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia > dewasa. > > Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang berhasil > mengguncang dunia dengan penemuannya. Di saat mereka kecil mereka hanyalah > anak-anak biasa yang terkadang juga dilabel sebagai murid yang dungu. > Seperti halnya Einsten yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas 3 SD. > Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun. > Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di > masa depan sangat ditentukan oleh faktor kogtutif. Otak memang memiliki > kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itu banyak orangtua > dan para pendidik tergoda untuk melakukan "Early Childhood Training". Era > pemberdayaan otak mencapai masa keemasannya. Setiap orangtua dan pendidik > berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super > (Superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif > yang mengfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan > hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua > belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini > terjadi sekarang dimana-mana, di Indonesia... . > > "Early Ripe, early Rot...!" > Gejala ketidakpatutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1960 di > Amerika. Saat orangtua dan para professional merasakan pentingnya > pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila > mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan > menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan "peluang emas" bagi > anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan anak-anak mereka sesegera > mungkin ke Taman Kanak¬Kanak (Pra Sekolah). Taman Kanak-kanak pun dengan > senang hati menerima anak-anak yang masih berusia di bawah usia 4 tahun. > Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan membaca dan berhitung secara > formal sebagai pemula. > > Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amerika sudah > dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Mulailah "Era > Headstart" merancah dunia pendidikan. Para akademisi begitu optimis untuk > membelajarkan wins dan matematika kepada anak sebanyak dan sebisa mereka > (tiada berhingga). Sementara mereka tidak tahu banyak tentang anak, apa > yang mereka butuhkan dan inginkan sebagai anak. > Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome Bruner, > seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah buku terkenal > " The Process of Education" pada lahun 1960, la menyatakan bahwa > kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku suci > pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di Amerika. "We begin > with the hypothesis that any subject can be taught effectively in some > intellectually honest way to any child at any stage of development" . > Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang di salahartikan oleh > banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan dilaksanakan > dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang > dan cepat busuk... early ripe, early rot! > > Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia SD. > Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama, yaitu > mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn Doman > menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca. > Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep > "kesiapan-readiness " dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang > mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang "biological > limitations on learning'. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan > intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini kepada anak agar mereka > segera siap belajar apapun. > > Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di sekolah > membuat anak-¬anak menjadi cepat mekar. Anak-anak menjadi "miniature orang > dewasa ". Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah > sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang dewasa, > berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi lain media pun merangsang > anak untuk cepat mekar terkait dengan musik, buku, film, televisi, dan > internet. Lihatlah maraknya program teve yang belum pantas ditonton > anak-anak yang ditayangkan di pagi atau pun sore hari. Media begitu > merangsang keingintahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa. sebagai > seksual promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah memekarkan > bahasa, berpikir dan perilaku anak lumbuh kembang secara cepat. > > Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak? Apakah > faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti > halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan ritmenya > sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak terlihat > berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan mereka tidak > seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai > hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan > tumbuh mekarnya kecerdasan (intelektual) anak. Oleh karena perkembangan > emosi lebih rumit dan sukar, terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah > perhatikan, khususnva saat perilaku anak menampilkan gaya "kedewasaan ", > sementara perasaannya menangis berteriak sebagai "anak". > > Seperti sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang > anak laki-laki "Heintje" di era tahun 70-an... I'm Nobody'S Child > I'M NOBODY'S CHILD > I'M nobody's child I'm nobodys child > Just like a flower I'm growing wild > No mommies kisses > and no daddy's smile > Nobody's touch me I'm nobody's child > > Dampak Berikutnya Terjadi... ketika anak memasuki usia remaja > Akibat negatif lainnya dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki > usia remaja. Mereka tidak segan-segan mempertontonkan berbagai macam > perilaku yang tidak patut. Patricia 0' Brien menamakannya sebagai "The > Shrinking of Childhood'. " Lu belum tahu ya... bahwa gue telah melakukan > segalanya", begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12 tahun kepada > teman-temannya. "Gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan seks " serunya > bangga. > > Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan > bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai > gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua menjadi > cepat mekar.... kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak dipedulikan! > Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh, untuk belajar dan > untuk berkembang, .... sebuah proses dalam kehidupannya ! > > Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas > yang berkarier di luar rumah tidak menuliki waktu banyak dengan anak-anak > mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia lebih > mengandalkan tenaga "baby sitter" sebagai pengasuh anak-anaknya. Colette > Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai "Cinderella Syndrome" > yang senang window shopping, ikut arisan, ke salon memanjakan diri, atau > menonton telenovela atau buku romantis. Sebagai bentuk ilusi rnenghindari > kehidupan nyata vang mereka jalani. > > Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di > lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut > berbagai Ies, dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi cilik, > lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga jika > anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan hanya di sekolah. > Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan diri mereka kepada baby > sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak¬-anak mereka. Tidak jarang > para baby sitter ini mengikuti pendidikan parenting di Iembaga pendidikan > eksekutif sebagai wakil dari orang tua. > > ERA SUPERKIDS > Kecenderungan orangtua menjadikan anaknya "be special " daripada "be > average or normal sernakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin anak-anak > mereka menjadi "to exel to be the best". Sebetulnya tidak ada yang salah. > Nanun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai > kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti beragam > kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang, basket, > balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan banyak lagi lainnya...maka > lahirlah anak-anak super---"SUPERKIDS' ". Cost merawat anak superkids ini > sangat mahal. > > Era Superkids berorientasi kepada "Competent Child". Orangtua saling > berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya "earlier is > better". Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan > ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. Neil Posmant > seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa jika anak-anak > tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah...ketika anak-anak itu > menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang kekanak-kanakan! > > BERBAGAI GAYA ORANGTUA > Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan > berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan > -"miseducation" terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya. > Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan, > antara lain: > > Gourmet Parents-- (ORTU B0RJU) > Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukses. Memiliki rumah bagus, > mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia, dengan gaya > hidup kebarat-baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka akan cenderung > merawat anak-anaknya seperti halnya merawat karier dan harta mereka. Penuh > dengan ambisi! Berbagai macam buku akan dibaca karena ingin tahu isu-isu > mutakhir tentang cara mengasuh anak. Mereka sangat percaya bahwa tugas > pengasuhan yang baik seperti halnya membangun karier, maka "superkids" > merupakan bukti dari kehebatan mereka sebagai orangtua. > > Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva baju-baju mahal bermerek > terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang > prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka > sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu > saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh > berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah dimana banyak kelompok > orangtua "gourmet " atau kelompok borju menyekolahkan anak-anaknya. > > College Degree Parents --- (ORTU INTELEK) > Kelompok ini merupakan bentuk lain dari keluarga intelek yang menengah ke > atas. Mereka sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sering > melibatkan diri dalam berbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya > membantu membuat majalah dinding, dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya. > Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan > hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka > "Superkids ", Apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang > tinggi. Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal > yang prestisius sebagai bukti bahwa mereka mampu dan percaya bahwa > pendidikan yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas. > Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap kurikulum > yang dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak hal mereka > banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah, > > Gold Medal Parents --(ORTU SELEBRITIS) > Kelompok ini adalah kelompok orangtua yang menginginkan anak-anaknya > menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan > anaknya ke berbagai kompetisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu > pengetahuan seperti Olimpiade matematika dan sains yang akhir-akhir ini > lagi marak di Indonesia. Ada juga gelanggang seni seperti ikut menyanyi, > kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan mereka > tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan menjadi "seorang > Bintang Sejati ". Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi > "Sang Juara", mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis hingga none > abang cilik kelika anak-anak mereka masih berusia TK. > Sebagai ilustrasi dalam sebuah arena lomba ratu cilik di Padang. Puluhan > anak-anak TK baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya > lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang > molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta. Anak-anak mulai resah, > berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara mata kecil > mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar. > Mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan keluar sebagai > pemenang. Sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas > kertas. > > Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi > kelompok gold medal parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang > gadis kecil pesenam usia TK rnengalami kelainan tulang akibat ambisi > ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus "bintang cilik" Yoan Tanamal yang > mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya. Kemudian > menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni > penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa hanya > menjadi pasien dokter jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak bencana > pada anak-anak mereka! > > Pada tanggal 26 Mei lalu kita sasikan di TV bagaimana bintang cilik > "Joshua" yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya. > Orangtua Joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang bintang > dengan kembali menggelar konser tunggal. Sebagian dari kita tentu masih > ingat bagaimana lucu dan pintarnya. Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. > Dia muncul di TV sebagai anak ajaib karena dapat menghapal puluhan > nama-nama kepala negara. Kemudian di usia balitanya dia menjadi penyanyi > cilik terkenal. Kita kagum bagaimana seorang bapak yang tamatan SMU dan > bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan anaknya seorang "superkid > "--seorang penyanyi sekaligus seorang bintang film,.... > > Do-it Yourself Parents > Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami dan > menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan professional di > bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di tempat > ibadah., di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini menyekolahkan > anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan sesuai dengan > keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi untuk > menjadikan anak-anaknya "Superkids"- -earlier is better". Dalam kehidupan > sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya. Mereka juga > mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang mereka sukai. > Kelompok ini merupakan kelompok penyayang binatang, dan mencintai > lingkungan hidup yang bersih. > > Outward Bound Parents--- (ORTU PARANOID) > Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat > memberi kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka > sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan > permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan > marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka Iebih > memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat-tempat tawuran yang > berbahaya. Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini secara tak > disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep "Superkids " > Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang hebat agar dapat > melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya. Terkadang mereka > melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti memasukkan > anak-anaknya "Karate, Yudo, pencak Silat" sejak dini. Ketidakpatutan > pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah bahwa mereka > terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga mereka, mudah > panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka pikir akan membawa > dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi "steril" > dengan lingkungannya. > > Prodigy Parents --(ORTU INSTANT) > Merupakan kelompok orangtua yang sukses dalam karier namun tidak memiliki > pendidikan yang cukup. Merceka cukup berada, namun tidak berpendidikan > yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia bisnis merupakan > bakat semata. Oleh karena itu mereka juga memandang sekolah dengan sebelah > mata, hanya sebagai kekuatan yang akan menumpulkan kemampuan anak-anaknya. > 'Tidak kalah mengejutkannya, mereka juga memandang anak-anaknya akan hebat > dan sukses seperti mereka tanpa memikirkan pendidikan seperti apa yang > cocok diberikan kepada anak-¬anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah > terpengaruh kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. > Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku > tentang "Kiat-Kiat Mengajarkan bayi Membaca" karangan Glenn Doman, atau > "Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika " karangan Siegfried, "Berikan > Anakmu pemikiran Cemerlang " karangan Therese Engelmann, dan "Kiat-Kiat > Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam > Waktu 6 Hari " karangan Sidney Ledson > > Encounter Group Parents--(ORTU NGERUMPI) > Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan. Mereka > terkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau terkadang > tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang mereka juga > merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam perkawinannya. > Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai relationship dalam > membina hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya kelompok ini sering > melakukan ketidakpatutan dalam mendidik anak-¬anak dengan berbagai > perilaku "gang ngrumpi" yang terkadang mengabaikan anak. Kelompok ini > banyak membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga mengabaikan fungsi > mereka sebagai orangtua. Atau pun jika mereka memiliki aktivitas di > kelompokya lebih berorientasi kepada kepentingan kelompok mereka. Kelompok > ini sangat mudah terpengaruh dan latah untuk memilihkan pendidikan bagi > anak-anaknya. Menjadikan anak-anak mereka sebagai "Superkids" juga sangat > diharapkan. Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya > kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan. Namun banyak dari > anak-anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang > diharapkan. > > Milk and Cookies Parents-(ORTU IDEAL) > Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak > yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis. > Mereka cenderung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi anak-anaknya > dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi tumbuh kembang > anak-anak mereka dengan penuh dukungan. Kelompok ini tidak berpeluang > menjadi oraugtua yang melakukan "miseducation " dalam merawat dan mengasuh > anak-anaknva. Mereka memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya > dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang > tua. > > Mereka memenuhi rumah tangga mereka dengan buku-buku, lukisan dan musik > yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan, > bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka > untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun > meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang > menyebabkan. Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang > sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar. > Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya dengan > patut kepada anak-anak mereka. Mercka begitu yakin bahwa anak membutuhkan > suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang > dimilikinya. > > Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan > sendiri kekuatan didirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar > seorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik > ! > > KAMU HARUS TAHU BAHWA TIADA SATU PUN YANG LEBIH TINGGI, ATAU LEBIH KUAT, > ATAU LEBIH BAIK, ATAU PUN LEBIH BERHARGA DALAM KEHIDUPAN NANTI DARIPADA > KENANGAN INDAH ¬TERUTAMA KENANGAN MANIS DI MASA KANAK-KANAK. KAMU > MENDENGAR BANYAK HAL TENTANG PENDIDIKAN, NAMUN BEBERAPA HAL YANG INDAH, > KENANGAN BERHARGA YANG TERSIMPAN SEJAK KECIL ADALAH MUNGKIN ITU PENDIDIKAN > YANG TERBAIK. APABILA SESEORANG MENYIMPAN BANYAK KENANGAN INDAH DI MASA > KECILNYA, MAKA KELAK SELURUH KEHIDUPANNYA AKAN TERSELAMATKAN. BAHKAN > APABILA HANYA ADA SATU SAJA KENANGAN INDAH YANG TERSIMPAN DALAM HATI KITA, > MAKA ITULAH KENANGAN YANG AKAN MEMBERIKAN SATU HARI UNTUK KESELAMATAN > KITA"-DESTOYEVSKY' S BROTHERS KARAM0Z0V--- > > PERSPEKTIF SEKOLAH YANG MENGKARBIT ANAK > Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya > juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah berorientasi kepada > produk daripada proses pembelajaran. Sekolah terlihat sebagai sebuah > "Industri" dengan tawaran-tawaran menarik yang mengabaikan kebutuhan anak. > Ada program akselerasi, ada program kelas unggulan. Pekerjaan rumah yang > menumpuk. > > Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang > sibuk sebagai "Operator kurikulum" dan tidak punya waktu mempersiapkan > materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah Sebagai > guru kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak, guru > hanya dapat menjadi "pengabar isi buku pelajaran " ketimbang menjalankan > fungsi edukatif dalam menfasilitasi pembelajaran. Di saat-saat tertentu > sekolah akan menggunakan "mesin-mesin dalam menskor" capaian prestasi yang > diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa potongan-potongan mata > pelajaran. Anak didik menjadi dimiskinkan dalam menjalani pendidikan di > sekolah. Pikiran mereka diforsir untuk menghapalkan atau melakukan > tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan sebagai anak. Manfaat apa yang > mereka peroleh jika guru menyita anak membuat bagan organisasi sebuah > birokrasi ? Manfaat apa yang dirasakan anak jika mereka diminta membuat PR > yang menuliskan susunan kabinet yang ada di pemerintahan? > Manfaat apa yang dimiliki anak jika ia disuruh menghapal kalimat-kalimat > yang ada di dalam buku pelajaran ? Tumpulnya rasa dalam mencerna apa yang > dipikirkan oleh otak dengan apa yang direfleksikan dalam sanubari dan > perilaku-perilaku keseharian mereka sebagai anak menjadi semakin senjang. > Anak-anak tahu banyak tentang pengetahuan yang dilatihkan melalui berbagai > mata pelajaran yang ada dalam kurikulum persekolahan, namun mereka bingung > mengimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sepanjang hari mereka > bersekolah di sekolah untuk sekolah--- dengan tugas-tugas dan PR yang > menumpuk.... Namun sekolah tidak mengerti bahwa anak sebenarnya butuh > bersekolah untuk menyongsong kehidupannya ! > > Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 % > kognitif dengan 10 % afektif. Paulo Freire mengatakan bahwa sekolah telah > melakukan "pedagogy of the oppressed" terhadap anak-anak didiknya. Dimana > guru mengajar anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak tahu > apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak > mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin, guru memilih dan > mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak > hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program > dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah > objek dari proses pembelajaran (Freire, 1993). Model pembelajaran banking > system ini dikritik habis-habisan sebagai masalah kemanusiaan terbesar. > Belum lagi persaingan antar sekolah. dan persaingan ranking wilayah.... > > Mengkompetensi Anak--- merupakan `KETIDAKPATUTAN PENDIDIKAN ?" > "Anak adalah anugrah Tuhan... sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi > citra anak dibentuk oleh sentuhan tangan-tangan manusia dewasaYanig > bertanggungjawab. .. "(Nature versus Nurture). > bagaimana ? Karena ada dua pengertian kompetensi-- -= ` kompetensi yang > datang dari kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa) > atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendiri. > > Sebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh John Watson > (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat ditempa > menjadi apapun sesuai kehendak kita-¬sebagai komponen sentral dari konsep > kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pebelajar, maka mereka juga dapat > dibentuk melalui pembelajaran dini. > > Kata-kata Watson yang sangat terkenal adalah sebagai berikut : > " Give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world to > bring them up in, and I'll guarantee you to take any one at random and > train him to become any type of specialist I might select--doctor, lawyer, > artist, merchant chief and yes, even beggar and thief regardless of this > talents, penchants.,; , tendencies, vocations, and race of his ancestors > ". > Pemikiran Watson membuat banyak orang tua melahirkan "intervensi dini " > setelah mereka melakukan serangkaian tes Inteligensi kepada anak-anaknya. > Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di Institut New Jersey pada > tahun 1976. Dimana guru-guru melakukan serangkaian program tes untuk > mengukur "Kecakapan Dasar Minimum (Minimum Basic Skill) "dalam mata > pelajaran membaca dan matematika. Hasil dari pelaksanaan program ini > dilaporkan kolomnis pendidikan Fred Hechinger kepada New York Times > sebagai berikut : > > `The improvement in those areas were not the result of any magic program > or any singular teaching strategy, they were... simply proof that > accountability is crucial and that, in the past five years, it has paid > off in New Yersey'. > > Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti > Eleanor Roosevelt, Albert Einstein dan Thomas Edison, yang diilustrasikan > sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan dalam akademik > ketika mereka bersekolah di SD kelas rendah. semestinya kita dapat > menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika dibuatkan > kompetensi-¬kompeten si perolehan pengetahuan hanya secara kognitif. Ulah > karena hingga hari ini sekolah belum mampu menjawab dan dapat menampilkan > kompetensi emosi sosial anak dalam proses pembelajaran. Pendidikan anak > seutuhnya yang terkait dengan berbagai aspek seperti emosi, sosial, > kognitif pisik, dan moral belum dapat dikemas dalam pembelajaran di > sekolah secara terintegrasi. Sementara pendidikan sejati adalah pendidikan > yang mampu melibatkan berbagai aspek yang dimiliki anak sebagai kompetensi > yang beragam dan unik untuk dibelajarkan. Bukan anak dibelajarkan untuk di > tes dan di skor saja !. Pendidikan sejati bukanlah > paket-paket atau kemasan pembelajaran yang berkeping-keping, tetapi > bagaimana secara spontan anak dapat terus menerus merawat minat dan > keingintahuan untuk belajar. Anak mengenali tumbuh kembang yang terjadi > secara berkelangsungan dalam kehidupannya. > Perilaku keingintahuan -"curiosity" inilah yang banyak tercabut dalam > sistem persekolahan kita. > > Akademik Bukanlah Keutuhan Dari Sebuah Pendidikan ! "Empty Sacks will > never stand upright"---George Eliot > > Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif melalui > kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan membangun > secara bersamaan, pikiran, hati, pisik, dan jiwa yang dimiliki anak > didiknya. Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. dan pisik anak akan > menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di sinilah > dibutuhkannya peranan guru scbagai pendidik akadcmik dan pendidik sanubari > "karakter". Dimana mereka mendidik anak menjadi "good and smart "-terang > hati dan pikiran > > Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan "how learn to learn" pada anak > didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada anak > didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi, dengan > berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi > sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina dengan baik > yang melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan berbagai > kreativitas. > > Leonardo da Vinci seorang pelukis besar telah menghabiskan waktunya ber > jam jam untuk belajar anatomi tubuh manusia. > > Thomas Edison mengatakan bahwa "genius is 1 percent inspiration and 99 > percent perspiration ". Semangat belajar ---"encourage' - Tidak dapat > muncul tiba-tiba di diri anak. Perlu proses yang melibatkan > hati---kesukaan dan kecintaan--- belajar_ Sementara di sekolah banyak anak > patah hati karena gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak. > > Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah > mengalirkan "moral litermy" melalui pendidikan karakter. Kita harus ingat > bahwa kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus karaktcr inilah tujuan > sejati sebuah pendidikan (Martin Luther King, Jr). lnilah keharmonisan > dari pendidikan, bagaimana menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, > antara kecerdasan hati dan pikiran, antara pengetahuan yang berguna dengan > perbuatan yang baik . > > PENUTUP > Mengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang > terang hati dan terang pikiran--- "good and smart "--- merupakan tugas > kita bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras > yang mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat, > khususnya antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini > banyak yang tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak dapat > memekarkan segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada yang > terjadi adalah ketidakseimbangan yang cenderung memekarkan aspek kognitif > dan mengabaikan faktor emosi. > > Begitu juga orangtua. Mereka berkecenderungan melakukan training dini > kepada anak. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi "SUPERKIDS". Inilah > fenomena yang sedang trend akhir-akhir ini. Inilah juga awal dari lahirnya > era anak-anak karbitan ! Lihatlah nanti...ketika anak-anak karbitan itu > menjadi dewasa, maka mereka akan menjadi orang dewasa yang ke > kanak-kanakan. > > Hidup itu menciut > Dan mengerdil > Bagaikan selokan kecil > Bila dilepas bebas > la merah menggejolak > Bagaikan dahsyatnva samudera luas > > "Destiny is not a matter of chance, it is a matter of choice; > it is not a thing to be waited for, it is a thing to be achieved." > (William Jennings Bryan) > > [Non-text portions of this message have been removed] > > untuk berlangganan kirim mail kosong ke : > [EMAIL PROTECTED] > > untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke: > [EMAIL PROTECTED] > > > > > <http://www.incredimail.com/index.asp?id=96627> > =+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+ Mailing List Nakita milis-nakita@news.gramedia-majalah.com Arsip http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/ ------------------------------------------------ untuk berlangganan kirim mail kosong ke : [EMAIL PROTECTED] untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke: [EMAIL PROTECTED]